Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

7 Catatan SETARA Institute untuk Pemerintahan Prabowo soal Kebebasan Beragama

SETARA Institutr mengeluarkan rekomendasi kebijakan untuk pemerintahan Prabowo Subianto dalam rangka menguatkan kebebasan beragama.

17 November 2024 | 11.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bertepatan dengan Hari Toleransi Internasional, SETARA Institute mengeluarkan nota kebijakan yang berisi tujuh catatan soal Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) untuk pemerintahan Presiden Prabowo Subianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Di tingkat nasional, terjadi stagnasi ke arah kemunduran dalam hal KBB,” kata Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan dalam keterangan resmi pada Sabtu, 16 November 2024. Berdasarkan data SETARA Institute, sepanjang 2023 terdapat 65 gangguan tempat ibadah. Angka ini meningkat signifikan sejak 2017 di mana terdapat 16 gangguan tempat ibadah. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETARA Institute juga menyoroti pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di sepuluh provinsi di antaranya Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Sumatera Utara, Bali, dan Sulawesi Selatan. Di antara sepuluh provinsi tersebut, kasus pelanggaran KBB selama satu dekade terakhir di Jawa Barat memiliki angka tertinggi yaitu 344 peristiwa dan 557 tindakan. 

Berdasarkan kondisi tersebut, SETARA Institute merekomendasikan tujuh kebijakan sebagai langkah prioritas pemerintahan Prabowo Subianto dalam pemajuan toleransi dan KBB. Pertama, pemerintahan yang baru mesti memastikan agenda pemajuan toleransi, inklusi sosial, dan penanganan radikalisme dalam Recana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Kedua, mendorong pemerintahan Prabowo untuk mengakselerasi kebijakan tata kelola inklusif untuk mendorong kinerja pemerintah dari pusat hingga daerah dalam mengatasi kasus yang menghambat KBB. 

Ketiga, mendorong pemerintahan Prabowo untuk membuka ruang pastisipasi dalam meninjau ulang dan memperbaiki regulasi yang diskriminatif. “Seperti Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 yang akan dinaikkan statusnya menjadi Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,” ucap Halili. Selain itu, SKB Tiga Menteri tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah. Kemudian, UU Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004, yang pada Pasal 33 huruf d dan e, melembagakan Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan (BAKORPAKEM) sebagai bagian dari institusi Kejaksaan yang selama ini menjadi institusi yang restriktif terhadap keyakinan masyarakat, khususnya Penghayat Kepercayaan.

Keempat, mendorong pemerintahan Prabowo untuk mengefektifkan penanganan kebijakan diskriminatif dengan memenuhi mandat UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Badan Regulasi Nasional. Kelima, mendorong akselerasi Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Fase Kedua. 

“Keenam, Menteri Agama hendaknya meninjau ulang desain dan kinerja Program Moderasi Beragama,” kata Halili. Menurutnya, saat ini pembentukan badan khusus untuk Moderasi Beragama perlu ditinjau ulang agar tidak kontraproduktif dengan KBB. Terakhir, SETARA Institute mendorong agar Menteri Dalam Negeri memastikan tata kelola pemerintahan yang inklusif baik oleh pemerintah daerah, provinsi, maupun kota. 


Pilihan Editor: Penyegelan Masjid Ahmadiyah di Garut, YLBHI: Pelanggaran Kebebasan Beragama

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus