Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bahasa isyarat terus mengalami perkembangan. Dalam pendidikan Islam misalnya, sedang digencarkan metode tilawah, suatu sistem bahasa isyarat untuk mengaji Alquran. Metode itu dibuat untuk memudahkan insan tuli mengaji dan memahami Alquran.
Bahasa isyarat juga memiliki struktur gramatika, dialek dan kosakata yang unik. Sama seperti bahasa lisan, bahasa isyarat juga berbeda-beda di setiap wilayah dalam suatu negara. Hal ini terjadi karena bahasa isyarat berkembang di komunitas tuli masing-masing. Gejala itu terjadi terutama di bahasa isyarat alamiah seperti Bahasa Isyarat Indonesia atau Bisindo, American Sign Language (ASL), atau British Sign Language (BSL).
Sama halnya dengan metode Tilawah, ada jenis bahasa tuli yang dibuat untuk tujuan khusus misalnya untuk pendidikan atau berkomunikasi dengan komunitas tuna rungu yang berbeda. Struktur gramatikanya seringkali didasarkan pada bahasa lisan. Misalnya Sibi atau sistem bahasa isyarat Indonesia. Di Indonesia Bisindo dan SIBI sangat umum dikenal. Apa perbedaan keduanya?
Perbandingan Bisindo dan Sibi
Kepada Tempo pada Senin, 8 Juli 2018, Peneliti Bahasa Isyarat Universitas Indonesia Adi Kusumo Baroto menjelaskan bahwa Bisindo merupakan bahasa isyarat yang berkembang secara alamiah pada kelompok masyarakat Tuli di Indonesia, sedangkan Sibi merupakan bahasa isyarat yang distandarisasi oleh pemerintah.
Adi menyebut setidaknya terdapat seratus jenis bahasa isyarat alami yang berkembang di komunitas Tuli di dunia, termasuk Bisindo. Contoh lain dari bahasa isyarat alamiah adalah American Sign Language atau ASL dan British Sign Language atau BSL.
Sementara itu, Sibi lahir bukan karena perkembangan bahasa alami pada kelompok masyarakat Tuli, tetapi berkat sistem atau tata cara alih bahasa dari bahasa lisan ke dalam bahasa isyarat buatan.
Penerapan SIBI diteken secara resmi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) melalui SK No. 0161/U/2994 pada 30 Juni 1994 tentang Pembakuan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. SIBI digunakan sebagai bahasa pengantar komunikasi di kurikulum Sekolah Luar Biasa (SLB) hingga saat ini.
Adi menjelaskan bahwa sebenarnya Bisindo sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Namun, sebab minimnya referensi dan catatan mengenai Bisindo, pemerintah akhirnya menciptakan bahasa isyarat sendiri yang distandarisasi, yaitu SIBI. Selain itu, pembuatan SIBI tidak melibatkan kelompok masyarakat Tuli sehingga bahasa komunitas tunarungu di Indonesia terpecah menjadi pengguna Bisindo dan SIBI.
Salah satu perbedaan yang menonjol dari Bisindo dan Sibi adalah jumlah tangan yang digunakan. Mengutip penjelasan dari akun Instagram @difabel.id, Bisindo cenderung menggunakan dua tangan untuk merepresentasikan satu huruf, sedangkan Sibi cukup menggunakan satu tangan saja.
Penggunaan satu tangan pada Sibi tidak jauh berbeda dengan bahasa isyarat warga Amerika, yaitu ASL. Misalnya, untuk menerjemahkan huruf A, keduanya sama-sama direpresentasikan dengan menggenggam atau mengepalkan tangan layaknya posisi bersiap ketika baris-berbaris.
Sementara itu, dalam Bisindo, untuk merepresentasikan huruf A, penutur perlu membentuk bangun segitiga dengan menautkan ujung jari telunjuk dan jempol tangan kanan dengan ujung jari telunjuk dan jempol tangan kiri.
Oleh karena itu, biasanya Sibi digunakan sebagai bahasa pengantar resmi di Sekolah Luar Biasa atau SLB, sedangkan Bisindo biasa digunakan dalam kegiatan sehari-hari insan tuli karena dirasa lebih merepresentasikan maksud mereka.
HATTA MUARABAGJA | ACHMAD HANIF IMADUDDIN | RACHEL FARAHDIBA R | CHETA NILAWATY
Pilihan Editor: Kisah Para Guru Mengaji Ajarkan Baca Alquran untuk Penyandang Tuli
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini