Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NASIB Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mulai terang dalam persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Sidang mengusut dugaan konflik kepentingan saat hakim konstitusi memutus perkara uji materi tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden. Ketua Majelis Kehormatan Jimly Asshiddiqie menyebutkan paman Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka itu paling banyak dilaporkan.
Menurut Jimly, jumlah aduan mengenai dugaan pelanggaran etik Anwar mencapai 21. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu meyakini Majelis Kehormatan punya cukup bukti berupa rekaman kamera pengawas, surat, dan keterangan ahli untuk menetapkan sanksi terhadap Anwar. “Kasus ini tak sulit membuktikannya,” kata Jimly di Jakarta Pusat, Jumat, 3 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie didampingi anggota MKMK Wahiduddin Adams (tengah) bersiap memimpin sidang atas Ketua MK Anwar Usman dalam dugaan pelanggaran kode etik di Gedung MK Jakarta, 31 Oktober 2023. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan cuma Anwar yang berpeluang dijatuhi sanksi. Jimly menyatakan delapan hakim lain juga bermasalah. Para hakim itu telah memberikan keterangan kepada Majelis Kehormatan sepanjang pekan lalu. Menurut Jimly, para hakim punya persoalan kolektif karena melakukan pembiaran dalam memutus gugatan uji materi tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Pada Senin, 16 Oktober lalu, MK mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Pemilihan Umum yang diajukan mahasiswa Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru Re A. Mengaku sebagai pendukung Gibran, putra Presiden Joko Widodo, Almas meminta MK memperbolehkan kepala daerah yang belum berumur 40 tahun bisa menjadi calon presiden-wakil presiden. Hari-hari itu Gibran berusia 36 tahun dan digadang-gadang menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto.
Rapat MKMK dengan agenda klarifikasi kepada pihak-pihak terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, di gedung MK, Jakarta, 26 Oktober 2023. Tempo/Subekti
Seorang terperiksa dalam persidangan Majelis Kehormatan bercerita, Jimly dan koleganya menggali proses pengambilan putusan, khususnya saat membahas permohonan gugatan yang diajukan Almas. Dalam pemeriksaan, anggota Majelis Kehormatan juga memastikan cerita mengenai dinamika rapat permusyawaratan hakim (RPH). Dinamika itu terlihat dalam materi dissenting opinion yang ditulis hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat.
Dalam risalah putusan, Saldi mengungkap keanehan saat rapat permusyawaratan hakim. Ketika rapat digelar pada 19 September lalu, delapan hakim memutus perkara yang diajukan partai politik dan kepala daerah. Hasilnya, enam hakim menolak menurunkan usia calon presiden dan wakilnya karena dianggap sebagai kebijakan hukum terbuka (open legal policy).
Hari itu Anwar Usman tak ikut rapat. Kepada Saldi Isra, adik ipar Jokowi itu beralasan tak mau terlibat konflik kepentingan dengan mengadili perkara yang berkaitan dengan Gibran. Anehnya, dua hari kemudian, Anwar hadir dalam RPH yang membahas perkara yang diajukan Almas—anak Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman yang juga kawan lama Jokowi.
Kehadiran Anwar, seperti disebut Saldi, mengubah sikap MK. Bersama Manahan Sitompul dan Guntur Hamzah, Anwar mengabulkan permohonan gugatan yang diajukan Almas. “Beberapa hakim yang telah memposisikan sebagai kebijakan hukum terbuka tiba-tiba tertarik pada model alternatif dalam perkara nomor 90,” ucap Saldi.
Sedangkan Arief Hidayat mempertanyakan kehadiran Anwar. Kepada para kolega hakim konstitusi lain, Anwar mengaku tak hadir dalam sidang pertama karena sakit, bukan menghindari konflik kepentingan. “Tindakan yang di luar nalar,” ujarnya.
Seorang saksi di persidangan Majelis Kehormatan MK mengakui kabar ihwal jalannya rapat hakim konstitusi seperti yang dibeberkan Saldi dan Arief dalam berkas putusan. Kepada anggota Majelis Kehormatan, narasumber ini menyebutkan bahwa Saldi dan Arief sangat runtut dalam menceritakan dinamika rapat pleno hakim konstitusi.
Setelah diperiksa Majelis Kehormatan pada Jumat, 3 November lalu, Anwar Usman bersumpah bahwa alasannya melewatkan sidang pertama adalah tertidur akibat minum obat. “Saya tak pernah melakukan sesuatu yang menyebabkan saya berurusan seperti ini,” katanya.
Sidang Majelis Kehormatan juga mengulik komposisi putusan hakim dalam perkara nomor 90 yang diajukan Almas. Tiga hakim konstitusi mengabulkan gugatan dan empat hakim menyatakan dissenting opinion. Adapun dua hakim lain, Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic, menerima dengan argumen berbeda atau concurring opinion.
Komposisi itu sempat menimbulkan perdebatan di antara para hakim untuk menentukan kemenangan di pihak penolak atau penerima gugatan. Ketua MK Anwar Usman berkukuh bahwa Enny dan Daniel termasuk kelompok yang mengabulkan permohonan uji materi meski memberi catatan. Hakim konstitusi Arief Hidayat menyebutkan formasi sikap hakim yang sangat beragam itu belum pernah ada. “Sepengetahuan saya komposisi ini belum pernah terjadi,” tutur Arief.
Majelis Kehormatan juga berfokus mendalami sikap concurring opinion pada hakim konstitusi Enny dan Daniel. Keduanya menyatakan hanya gubernur yang bisa mengikuti pemilihan presiden bila umurnya kurang dari 40 tahun. Seorang petinggi MK yang mengetahui pemeriksaan di Majelis Kehormatan menuturkan, Jimly Asshiddiqie dan koleganya menanyakan dasar argumen itu.
Menurut narasumber yang sama, Enny memaparkan kepada para pemeriksanya bahwa Almas meminta ada syarat alternatif untuk mendaftar sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Meski tak menyampaikan secara tegas dalam permohonan, Almas meminta hakim konstitusi mengikuti pola putusan syarat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diketok MK pada Mei 2023.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan komisioner KPK, Nurul Ghufron. Salah satunya syarat menjadi pimpinan komisi antirasuah berusia minimal 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK. Saat mengajukan permohonan itu, Ghufron masih berumur 48 tahun.
Meski begitu, Enny berpendapat bahwa rumusan putusan bagi pimpinan KPK tak bisa diterapkan untuk mengadili perkara batas umur calon presiden dan wakil presiden. Alasannya, ada batasan masa jabatan bagi presiden dan wakil presiden sehingga syarat alternatif berupa pengalaman sebagai kepala negara tak mungkin dipakai.
Enny lantas mengajukan dalil bahwa pengalaman sebagai gubernur adalah syarat alternatif yang ideal. Dalam paparannya, guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu menyebutkan gubernur punya bekal untuk memimpin pemerintahan yang lebih tinggi karena mengelola wilayah lebih luas dan masalah lebih kompleks ketimbang bupati atau wali kota.
Ketua Majelis Kehormatan Jimly Asshiddiqie enggan mengomentari proses pemeriksaan hakim konstitusi dan para saksi. “Baca saja putusannya pada Selasa (7 November 2023),” ujarnya melalui pesan WhatsApp pada Sabtu, 4 November lalu. Namun, setelah memeriksa Enny pada Selasa, 31 Oktober lalu, Jimly membenarkan kabar bahwa Majelis Kehormatan menanyakan sikap concurring opinion. “Itu substansi pemeriksaan hakim dan sudah dijawab,” kata Jimly.
Tak hanya menyelidiki persoalan putusan usia calon presiden-wakil presiden, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi juga menelusuri lambannya pembentukan MKMK secara permanen. Pada Jumat, 3 November lalu, Majelis Kehormatan memanggil mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna. Kepada Tempo, Palguna bercerita bahwa dia diperiksa selama sekitar 30 menit.
Palguna mengaku memaparkan pentingnya pengawasan hakim konstitusi dan pembentukan Majelis Kehormatan secara permanen. “Itu menjadi saluran bagi masyarakat untuk mengadu jika menemukan kejanggalan di Mahkamah Konstitusi,” tutur Palguna.
Dia pernah merekomendasikan pembentukan MKMK secara permanen saat menjadi bagian Majelis Kehormatan ad hoc bersama hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Sudjito pada Maret 2023. Mereka waktu itu mengadili hakim konstitusi Guntur Hamzah yang dilaporkan masyarakat sipil karena mengubah isi putusan uji materi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Dimintai tanggapan pada Kamis, 2 November lalu, Enny Nurbaningsih juga membenarkan kabar ihwal usul pembentukan Majelis Kehormatan secara permanen, khususnya setelah kasus Guntur Hamzah. “Pembentukan Majelis Kehormatan merupakan amanat undang-undang dan menjadi rekomendasi Majelis Kehormatan yang lalu,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Tiga narasumber, salah satunya pejabat Mahkamah Konstitusi, yang mengetahui pembentukan Majelis Kehormatan bercerita, nama Jimly Asshiddiqie dan Bintan R. Saragih diusulkan sejak sekitar tiga bulan lalu. Nama mereka mendapat dukungan mayoritas hakim konstitusi karena dinilai berkompeten dan tak punya persoalan dalam rekam jejak.
Mantan hakim konstitusi yang pernah memimpin Majelis Kehormatan, I Dewa Gede Palguna, mengaku sebagai salah satu pihak yang mengusulkan Jimly memimpin Majelis Kehormatan secara permanen. “Beliau salah satu pendiri Mahkamah Konstitusi,” ucap dosen Universitas Udayana, Bali, itu.
Namun sejumlah narasumber bercerita bahwa usul pembentukan Majelis Kehormatan yang dipimpin Jimly mentok di meja Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Menurut mereka, gagasan pembentukan Majelis Kehormatan diduga tersendat karena sejumlah kasus konflik kepentingan yang dihadapi Anwar sebagai hakim konstitusi sekaligus kerabat Presiden Jokowi.
Macetnya pembentukan Majelis Kehormatan terungkap dalam sidang yang berlangsung pada Jumat, 3 November lalu. Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengungkapkan Wakil Ketua MK Saldi Isra sudah lama mendesakkan pembentukan Majelis Kehormatan. Tapi Anwar menolak ide itu.
Zico tak bisa memastikan alasan Anwar menentang pembentukan Majelis Kehormatan. Tapi dia memastikan mendapat cerita tersebut dari orang dalam Mahkamah Konstitusi. “Apakah Pak Anwar tak suka dengan Pak Jimly Asshiddiqie atau tak mau ada yang mengawasi, saya tak tahu,” kata Zico.
Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, enggan menanggapi pertanyaan mengenai peran Anwar Usman, paman Gibran Rakabuming Raka sekaligus ipar Presiden Jokowi, dalam pembentukan Majelis Kehormatan. Ia juga tak mau membeberkan puluhan laporan mengenai dugaan pelanggaran etik dan konflik kepentingan Anwar. “Soal materi laporan, jangan dikonfirmasikan kepada saya,” ujar Fajar lewat pesan WhatsApp pada Jumat, 3 November lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Han Revanda dan Egi Adyatama berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tertahan di Meja Ketua"