Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Percaya Diri Politikus

Amien Rais dan Megawati Soekarnoputri contoh politikus yang berbicara terlalu percaya diri.

29 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Percaya Diri

PENCAPAIAN keberhasilan membutuhkan kepercayaan diri, asalkan bukan terlalu percaya diri. Bahasa gaulnya “kepedean”. Dunia perpolitikan nasional saat ini sepertinya tengah terjangkiti rasa pede yang berlebih-lebihan. Kita lihat Amien Rais dan Megawati Soekarnoputri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Usia keduanya menjelang 80 tahun. Mereka contoh orang tua yang percaya diri berlebihan dalam politik. Mereka berperilaku seperti anak muda. Amien Rais, misalnya, “yak-yako” atau terlalu percaya diri ketika berbicara ihwal Partai Ummat yang ia dirikan lalu tak lolos verifikasi faktual. Kita tentu menunggu apakah Amien Rais masih bisa menarik massa untuk memilih partainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam ulang tahun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ke-50, Megawati Soekarnoputri juga bicara terlalu percaya diri. Kita tahu dia anak Sukarno, presiden pertama Indonesia. Kalau dia bukan anak Sukarno, bisa saja nasibnya akan lain. Tapi pada ulang tahun PDIP itu dia berbicara tentang perannya yang membuat Joko Widodo terpilih dua kali sebagai presiden. 

Seharusnya makin tua mereka berbicara lebih hati-hati. Tidak perlu “gemedhe” atau jemawa. Waktu dan sejarah nanti yang akan membuktikan.

Muhisom Setiaki

Temanggung, Jawa Tengah


Petugas Kesehatan di Afganistan

MASA depan pasien perempuan dan petugas kesehatan di Afganistan terancam oleh keputusan Kementerian Ekonomi yang melarang perempuan bekerja untuk lembaga swadaya masyarakat. Meskipun petugas kesehatan bebas dari larangan tersebut, tidak ada jaminan formal mereka bisa terus bekerja tanpa hambatan.  

Dalam konteks ketergantungan yang tinggi pada dukungan kemanusiaan dan lembaga nonpemerintah, partisipasi pekerja LSM perempuan dalam penyediaan layanan kesehatan merupakan kebutuhan mutlak di Afganistan sekarang. Lebih dari 51 persen anggota staf medis Médecins Sans Frontières (MSF) di Afganistan adalah perempuan. 

Setelah MSF atau Doctors Without Borders mengutuk keputusan Imarah Islam dalam siaran pers pada 29 Desember 2022, beberapa karyawan perempuan menyuarakan ketakutan mereka akan masa depan dan rasa frustrasi mereka. 

Selain memperburuk akses bantuan kemanusiaan yang ada, larangan Imarah Islam menambah situasi sosial dan ekonomi yang mengerikan. Negara itu kini dilumpuhkan oleh pengangguran dan sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintah asing, khususnya pemerintah Amerika Serikat, yang masih mengontrol banyak dana dari Bank Sentral Afganistan.  

Perempuan dan anak-anak termasuk kelompok yang paling rentan di Afganistan. Inilah kekhawatiran yang diangkat oleh staf perempuan MSF. Larangan baru-baru ini telah menimbulkan masalah psikologis bagi banyak perempuan dan keluarga mereka. Perempuan tampaknya makin sulit pergi ke kantor. 

Tidak ada masyarakat yang dapat berhasil dengan baik tanpa keterlibatan yang sama antara perempuan dan laki-laki. Kita semua perlu terlibat dalam komunitas kita untuk membuat segalanya lebih baik.

Cici Riesmasari

Jakarta

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus