Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Dunia Kecam Pembakaran Al-Quran

Tokoh agama, pemerintah, dan lembaga, termasuk PBB dan Kementerian Luar Negeri Indonesia, mengecam pembakaran Al-Quran di Swedia

29 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Berbagai negara mengecam pembakaran Al-Quran di Swedia.

  • 80 persen penduduk Cina diperkirakan terinfeksi Covid-19

  • 60 pemerintahan dan lembaga internasional menyokong junta militer Myanmar

Swedia

Dunia Kecam Pembakaran Al-Quran

ULAMA, tokoh agama, pemerintah, dan lembaga, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Kementerian Luar Negeri Indonesia, mengecam pembakaran Al-Quran oleh Rasmus Paludan. Politikus anti-Islam pemimpin Stram Kurs (Garis Keras), partai politik sayap kanan Denmark, itu melakukan aksinya di depan Kedutaan Besar Turki di Stokholm, Swedia, pada Sabtu, 21 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson menyatakan kebebasan berekspresi adalah bagian fundamental dari demokrasi, tapi yang legal bukan berarti pantas. "Membakar kitab yang suci bagi banyak orang adalah tindakan yang sangat tidak menghargai. Saya ingin menyampaikan simpati saya kepada semua umat Islam yang tersinggung atas apa yang terjadi di Stokholm hari ini," tulisnya di Twitter pada Ahad, 22 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Paludan sudah tenar sebagai pembakar Al-Quran. Pada Ramadan 2019, misalnya, dia beraksi di beberapa kota di Swedia hingga memicu kerusuhan. "Musuhnya adalah Islam dan muslim. Hal terbaik adalah jika tidak ada satu pun muslim yang tersisa di bumi ini. Maka kita akan mencapai tujuan akhir kita," kata Paludan pada 2018 seperti dikutip Euronews. Paludan dan partainya adalah penganut identitarianisme Eropa, yang memandang hanya suku bangsa Eropa yang pantas menghuni Benua Biru.


Cina

80 Persen Penduduk Terinfeksi Covid-19

Tenaga medis memeriksa pasien yang terinfeksi virus Covid 19 di Meishan, provinsi Sichuan, Cina, 21 Januari 2023/cnsphoto via REUTERS

WU Zunyou, kepala epidemiolog di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina, menyatakan pergerakan orang selama perayaan Imlek tahun ini mempercepat dan memperluas penyebaran Covid-19 di negerinya. Namun gelombang kedua Covid-19 di Cina baru akan tiba dua-tiga bulan lagi. Gelombang pandemi saat ini diperkirakan, "Telah menginfeksi 80 persen penduduk," tulisnya di media sosial Weibo.

Sejak pemerintah melonggarkan aturan Covid-19 pada awal Desember 2022, sejumlah media melaporkan terjadinya lonjakan angka kasus infeksi di sana. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan rata-rata jumlah kasus Covid-19 per pekan di Cina hanya sekitar 100, tapi angka itu melonjak sejak Februari 2022 dan mencapai puncak dengan 576.367 kasus pada 23 Mei 2022. Sejak itu jumlah kasus cenderung melandai, tapi tak pernah di bawah 100 ribu.

Pernyataan Wu itu berkaitan dengan ratusan juta penduduk yang mudik selama Imlek sehingga berpotensi menyebarkan virus ke perdesaan. Namun Komisi Kesehatan Nasional mengatakan Cina telah melewati masa puncak dalam hal jumlah pasien di klinik dan rumah sakit serta pasien kritis. Menurut data pemerintah, hampir 60 ribu pasien Covid-19 telah meninggal di rumah sakit per 12 Januari lalu.


Myanmar

60 Lembaga Terus Sokong Junta Militer

Parade militer Myanmar di Naypyitaw, Myanmar/REUTERS/Soe Zeya Tun

JUSTICE for Myanmar (JFM), kelompok aktivis bawah tanah yang menuntut keadilan bagi rakyat Myanmar, berseru kepada negara dan lembaga internasional agar menghentikan sokongan terhadap junta militer Myanmar. Dalam Developing a Dictatorship, laporan terbaru mereka tentang kondisi negeri itu yang dirilis pada Rabu, 25 Januari lalu, JFM memaparkan lebih dari 60 negara dan organisasi internasional, termasuk lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang terus memberi dukungan politik, keuangan, dan bantuan lain kepada junta.

Menurut Yadanar Maung, juru bicara JFM, sejak kudeta pada 1 Februari 2021, junta militer telah membunuh 2.700 orang dan menahan 13.600 orang lebih. Sayangnya, usaha komunitas internasional tidak cukup untuk menghentikan aliran dana dan sumber daya yang memungkinkan junta menjalankan terornya. "Jelas bahwa sejumlah pemerintah asing dan organisasi internasional tidak menolong rakyat Myanmar, tapi aktif mendukung junta, yang melakukan kejahatan perang dan kejahatan melawan kemanusiaan terhadap rakyat," katanya dalam siaran pers JFM.

Di antara sejumlah negara yang mendukung junta, terdapat Rusia, Cina, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos, dan Thailand. Rusia bahkan memberikan bantuan untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir di Myanmar melalui Rosatom, badan usaha milik Rusia.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus