Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

sains

Menggugat Si Pembunuh Senyap

Pemerintah tidak satu suara melaksanakan perintah hakim menangani pencemaran udara. Banding menunda kebijakan menyediakan udara bersih.

2 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah pusat banding atas kemenangan gugatan polusi udara.

  • Transportasi dan PLTU batu bara sumber utama polusi Jakarta.

  • Mengapa pemerintah pusat tak mau mengendalikan polusi udara?

AYU Ezra Tiara meluapkan kegembiraan saat hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatannya tentang pencemaran udara di Jakarta pada 16 September 2021. Ayu adalah pengacara Gerakan Ibu Kota (Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta) yang mengajukan ini lebih dari dua tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah delapan kali penundaan, hakim akhirnya membacakan putusannya. "Ini putusan luar biasa di tengah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan," kata Ayu pada 1 Oktober lalu.

Dalam putusannya, hakim mengabulkan sebagian gugatan 32 warga Jakarta terhadap Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, serta Gubernur Jawa Barat. Isi gugatan antara lain meminta Presiden menaikkan standar baku mutu udara. Adapun ketiga kementerian diminta menyelia ketiga gubernur dalam mengendalikan pencemaran udara. Namun hakim menolak gugatan mengenai pelanggaran hak asasi manusia serta permintaan menghukum Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak memerlukan waktu lama untuk bersikap. “Sesuai dengan visi dan misi untuk menyediakan udara bersih yang menjadi hak dasar bagi siapa pun, pemerintah provinsi akan melaksanakan putusan pengadilan dan tidak mengajukan permohonan banding," kata Anies melalui kanal YouTube miliknya, Jumat, 17 September lalu. Ia juga menyampaikan upaya yang telah dijalankan, termasuk mengeluarkan instruksi gubernur tentang pengendalian kualitas udara dan mempersiapkan grand design pengelolaan kualitas udara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan DKI Jakarta, Irvan Pulungan, sebagian tuntutan warga, misalnya soal pengetatan uji emisi, dijawab melalui Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 itu. Namun ada juga yang memang belum terjawab. Salah satunya tuntutan memperketat baku mutu udara ambien. "Kewenangan itu ada di tingkat nasional," tutur Irvan, Jumat, 1 Oktober lalu. Namun, dia menambahkan, DKI sedang membuat grand design pengelolaan kualitas udara dan segera mengadakan konsultasi publik tentang hal itu.

Kegembiraan Ayu Ezra Tiara rupanya tak berumur panjang. Meski Gubernur Anies menerima putusan tersebut, ada empat pihak tergugat—Presiden dan tiga menteri—yang belum bersikap, menerima putusan atau meminta banding. Kabar buruk pun diterima Ayu Ezra dan tim pengacara pada Kamis, 30 September lalu, ketika mereka berada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Rupanya, presiden dan ketiga menterinya mengajukan permohonan banding.

Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Saifuddin Zuhri membacakan putusan terkait sidang gugatan polusi udara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 16 September 2021. Dalam pembacaan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus Presiden RI Joko Widodo (tergugat I) hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tergugat V) melakukan perbuatan melawan hukum terkait pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta. Selain itu, hakim juga memutus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (tergugat II), Menteri Dalam Negeri (tergugat III), dan Menteri Kesehatan (tergugat IV) telah melakukan perbuatan melawan hukum. Hakim menilai para tergugat telah lalai dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat di wilayah DKI Jakarta. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Sigit Reliantoro, pelaksana tugas Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan memori banding diajukan pada Rabu, 29 September lalu. "Putusan (hakim) tersebut memerintahkan hal yang sudah dilakukan (pemerintah) sebelum putusan tersebut dibacakan," katanya, Jumat, 1 Oktober lalu. Menurut Sigit, Kementerian Lingkungan Hidup, misalnya, sudah melakukan supervisi terhadap pemerintah daerah sejak 1990-an, termasuk mengetatkan baku mutu emisi kendaraan bermotor sejak 2017.

Menurut informasi yang dihimpun Tempo, wakil tim pemerintah pusat telah bertemu dengan wakil pemerintah DKI Jakarta. Mereka meminta pemerintah DKI Jakarta berubah pikiran mengenai putusan gugatan pencemaran udara. Sampai tenggat pengajuan memori banding pada Jumat, 1 Oktober lalu, sikap Balai Kota tak berubah. Saat ditanyai tentang perbedaan sikap antara pemerintah pusat dan pemerintah DKI Jakarta ini, Sigit tak memberikan jawaban.

•••

UDARA di Jakarta pada 2018 tidak baik-baik saja. Menurut data AirVisual—platform informasi kualitas udara milik IQAir—konsentrasi PM2,5 Jakarta pada tahun itu berada di angka 45,3 mikrogram per meter kubik (μg/m³). Dengan angka itu, ibu kota Indonesia ini berada di peringkat ke-10 daftar kota paling terpolusi di dunia. Kategorinya "tidak sehat bagi kelompok sensitif". Status ini berada di peringkat keempat di bawah "tidak sehat", "sangat tidak sehat", dan yang tertinggi "berbahaya".

PM2,5 adalah partikel mikroskopis berukuran 2,5 mikron atau lebih kecil yang dihasilkan dari semua jenis pembakaran, termasuk penggunaan kendaraan bermotor, pembangkit listrik, dan kegiatan industri. Selain PM2,5, ada parameter PM10, karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), ozon (O3), dan hidrokarbon (HC). Dengan nilai 45,3 μg/m³, level PM2,5 itu tiga kali lipat baku mutu udara ambiens nasional yang sebesar 15 μg/m³ atau empat kali lipat standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang sebesar 10 μg/m³.

Merasa tak mendapat hak menikmati udara sehat, 20 warga awalnya menyampaikan notifikasi kepada Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, Gubernur Jawa Barat, Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri yang berisi tuntutan melakukan pemulihan atas polusi udara di Provinsi DKI Jakarta. Meski yang dipersoalkan udara Jakarta, pencemaran berasal dari dua provinsi lain itu.

Karena tak ada tanggapan, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta lantas membuka Pos Pengaduan Pencemaran Udara pada 14 April 2019. Pos ini mengajak warga Jakarta dan luar Jakarta yang sehari-hari berkegiatan di Jakarta berperan dalam upaya perbaikan kualitas udara. Melalui pos ini, 12 orang ikut bergabung sebagai penggugat. Gugatan akhirnya diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 Juli 2019 oleh 32 warga.

Sidang perdana digelar pada 1 Agustus 2019. Hakim mempersilakan para pihak bermediasi. Namun upaya mencari titik temu antara penggugat dan tergugat itu tak berjalan baik. Sampai lima kali mediasi, tak ada hasil yang disepakati. Selain difasilitasi pengadilan, mediasi dilakukan penggugat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di luar pengadilan. Pertemuan digelar pada 13 November 2019 dan 27 November 2019.

Dalam dua mediasi itu, penggugat dan pemerintah DKI Jakarta menemukan beberapa titik temu. DKI menyatakan sanggup memperbaiki beberapa hal, antara lain dengan menambah 15 stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) di Jakarta dan menetapkan status mutu udara ambiens Jakarta. DKI Jakarta sepakat menambah 13 SPKU pada 2020 dan sisanya pada tahun berikutnya. Ihwal pengetatan baku mutu udara ambiens, DKI Jakarta ingin menunggu pemerintah pusat mengesahkan revisi di tingkat nasional.

Menurut Ayu Eza, Gubernur DKI Jakarta melalui Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan menghubungi tim advokasi Gerakan Ibu Kota dan mengajak diskusi. Ayu mengatakan tuntutan warga terpenuhi sebesar 85 persen. Namun ada dua hal yang belum disepakati, yaitu mengenai tuntutan penghentian pembangunan jalan tol dalam kota dan pembakaran sampah. "DKI beralasan itu kewenangan pusat," tuturnya. Karena ada yang tak bisa disepakati, akhirnya sidang gugatan dilanjutkan.

Selama proses sidang, sejumlah regulasi baru dibuat oleh pemerintah. Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan instruksi gubernur yang mengatur peremajaan kendaraan, pengetatan uji emisi, dan peralihan ke transportasi umum. Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan peraturan menteri tentang indeks standar pencemar udara pada 2020. Peraturan ini mengatur indeks standar pencemar udara dan kategorinya. Juga langkah yang harus dilakukan jika indeks menunjukkan kualitas udara “tidak sehat”, “sangat tidak sehat”, atau “berbahaya”.

Pemerintah pusat juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketentuan ini merevisi standar ambang baku udara yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Ketentuan yang diubah antara lain tentang ambang baku aman PM2,5. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, PM2,5 untuk waktu 24 jam adalah 65 μg/m³ dan untuk waktu 1 tahun sebesar 15 μg/m³. Nilai untuk 24 jam dikoreksi sedikit menjadi 55 μg/m³, sementara untuk 1 tahun tetap 15 μg/m³.

Menurut Bondan Andriyanu, juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup memang membuat kemajuan dengan memperbaiki situs web dalam soal pemantauan udara pada tahun ini. Seharusnya, kata Bondan, setelah ada perbaikan itu, Kementerian Lingkungan Hidup mengambil langkah selanjutnya. "Misalnya, kalau indeks udara tidak sehat, apa yang harus dilakukan? Memberi warning, mengeluarkan alarm untuk pakai masker yang benar, dan sebagainya," ucapnya.

Bondan menambahkan, pemerintah memang merevisi standar baku mutu udara dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021. Namun standar yang baru itu pun masih belum memenuhi ketentuan WHO. "Makanya perintah hakim kepada presiden adalah memperbaiki baku mutu yang melindungi manusia, termasuk kelompok sensitif. Bukan hanya merevisi kembali Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999," ujarnya.

Polusi udara memang bukan hanya masalah Jakarta. Menurut pemantauan Air Quality Life Index (AQLI) dari Energi Policy Institute at University Chicago (EPIC), pada 2019 ada sejumlah kota di luar Jakarta yang memiliki tingkat polusi udara cukup tinggi. Di antaranya Bogor yang teridentifikasi memiliki PM2,5 rata-rata sebesar 78 μg/m³, Bandung 76 μg/m³, dan Palembang 56 μg/m³. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat Prima Mayaningtyas mengatakan pihaknya tidak menggunakan metode pemantauan kualitas udara seperti AQLI. "Kita memakai stasiun pemantau Air Quality Monitoring System (AQMS) dan beberapa menggunakan passive sampler," katanya, Selasa, 28 September lalu. Stasiun AQMS digunakan untuk melihat indeks standar pencemaran udara dan kualitas udara perkotaan.

Prima mengatakan stasiun AQMS yang dipakai bukan tipe yang aktif atau kontinyu karena investasi dan biaya operasionalnya cukup mahal. Saat ini, Prima menjelaskan, metode pasif tersebut baru dapat mengukur dua parameter gas, yaitu nitrogen dioksida dan sulfur dioksida (SO2). "Metodenya (AQMS) belum mengukur parameter partikulat seperti PM10 dan PM2,5," tutur Prima.

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara yang dilakukan stasiun AQMS di Kota Bandung pada 2020, indeks standar pencemaran udara PM10 sebesar 25,92 μg/m³, SO2 (12,78), CO (12,37), O3 (29,03), dan NO2 (0). Semua angka itu dinilai berkategori baik. "Dari hasil pemantauan tersebut, indeks kualitas udara di Jawa Barat dan khususnya di Kota Bandung masih dalam kategori tidak tercemar atau baik," ujar Prima.

Di Bogor, menurut pengakuan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, sudah ada kajian tentang kontaminasi udara dari emisi kendaraan bermotor hingga industri. "Kita tidak tahu alat apa yang digunakan oleh Chicago University dalam meriset polusi udara, yang pasti kami pun melakukan kajian dengan alat yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Pengujiannya sudah kami serahkan ke laboratorium, tapi belum keluar (hasilnya)," kata Kepala Bidang Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Cholid Mawardi, Rabu, 29 September lalu.

Banyak hal yang berkontribusi terhadap polusi udara. Di Bandung, penyebab udara kotor adalah industri dan transportasi. Jumlah pelaku industri besar dan sedang mencapai 1.432. Di sektor transportasi terdapat 1.571.795 unit kendaraan bermotor. Sepeda motor adalah jenis kendaraan terbanyak, jumlahnya mencapai 1.128.080 unit. Sedan, jip, dan minibus menempati urutan kedua dengan jumlah 370.623 unit.

Mahasiswa Program Magister Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Alvin Pratama dan Asep Sofyan, pada 2019 membuat riset untuk mengetahui penyebaran dan tingkat konsentrasi polutan di Kota Bandung. Caranya, membuat simulasi menggunakan model Weather Research and Forecasting with Chemical. Hasil simulasi menyatakan emisi terbesar Kota Bandung bersumber dari kendaraan bermotor yang didominasi di bagian selatan, yaitu jalan tol Padalarang-Cileunyi dan Jalan Soekarno-Hatta.

Di Bogor pun, menurut Cholid Mawardi, polusi udara banyak disumbang oleh emisi kendaraan dan industri. Karena itu, pihaknya selalu mengecek emisi kendaraan bermotor dan industri secara berkala. "Jika ditemukan kendaraan yang melampaui batas maksimum uji baku mutu, akan direkomendasikan untuk perbaikan. Industri juga begitu. Jika ada yang melampaui kami tindak. Perusahaannya kami wajibkan melakukan penghijauan di sekitarnya," ujarnya.

Irvan Pulungan mengatakan penyumbang polusi terbesar Jakarta tetap transportasi. “Dalam perhitungan pada 2021 yang dibantu oleh Institut Pertanian Bogor, ada penurunan dari transportasi," katanya. Irvan menambahkan, memang ada faktor dari luar, yaitu pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara, seperti dirilis Greenpeace dalam laporannya pada 2017.

Menurut Bondan Andriyanu, adanya faktor PLTU itu tertuang dalam laporan Greenpeace yang berjudul “Pembunuhan Senyap di Jakarta” yang dirilis pada Oktober 2017. Dalam laporan itu disebutkan ada 10 PLTU dalam radius 100 kilometer dari Jakarta. Greenpeace menyebut PLTU-PLTU itu sebagai pembunuh senyap. Berdasarkan hitungan Greenpeace, emisi dari PLTU yang telah beroperasi itu diperkirakan akan menghasilkan 5.260 kematian dini dan 1.690 bayi dengan berat lahir rendah per tahun akibat paparan PM2,5 dan NO2.

Menurut penelitian Centre for Research on Energy and Clean Air yang dirilis pada Agustus 2020—datanya diambil pada 2019—diketahui bahwa penyumbang polusi udara adalah asap dari transportasi serta pembakaran PLTU batu bara. Di Jakarta tidak ada PLTU batu bara. “Tapi ada polutan dari batu bara, itu bisa jadi berasal dari luar Jakarta. Itu membuktikan adanya polusi lintas batas. Pemodelan dan citra satelit menunjukkan SO2 dari Banten sampai ke Jakarta," ucap Bondan.

Khalisah Khalid, salah satu penggugat, mengatakan bukan hanya Jakarta yang memiliki problem udara kotor. Jakarta menjadi sorotan karena merupakan ibu kota dan adanya gerakan panjang advokasi atas pencemaran udara. Gugatan ini, kata dia, bisa menjadi pintu masuk untuk memperbaiki upaya pengendalian pencemaran udara. "Kalau ada kebijakan yang dibuat pemerintah pusat soal udara bersih, itu berpengaruh ke semua provinsi," tutur Khalisah, yang juga Ketua Desk Politik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.

Ayu Ezra Tiara menyebut upaya banding oleh pemerintah pusat itu lebih sebagai ego dan mengesankan pemerintah tak mau kalah saat digugat rakyatnya sendiri. "Padahal itu justru merugikan semua pihak, menunda tindakan cepat yang seharusnya bisa dilakukan pemerintah," ujar pengacara publik dari LBH Jakarta ini. Khalisah menambahkan, kalau penggugat pencemaran udara menang, semua akan menikmati kemenangan itu, termasuk para tergugat. Ia mempertanyakan, "Apa mereka tidak butuh udara bersih?"

M.A. MURTADHO (BOGOR), ANWAR SISWADI (BANDUNG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus