Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya - Lima guru besar di Indonesia menerima Habibie Prize 2024, salah satunya Profesor Anita Lie yang merupakan guru besar Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS). Anita aktif meriset dan memperjuangkan pemerataan pendidikan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anita mengaku sudah tertarik pada riset-riset pendidikan ketika menjalani studi doktor bidang pendidikan di Baylor University, Amerika Serikat, sejak 1991 hingga 1994. Kala itu risetnya berfokus pada bahasa dan kebijakan pendidikan, serta pengembangan profesionalisme dan peran guru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya tertarik karena pendidikan bisa mengubah perilaku dan mindset seseorang, bahkan kondisi sosio demografi sebuah negara,” kata Anita kepada Tempo, Jumat 15 November 2024.
Sejak awal 2000 hingga 2010, Anita melakukan riset soal pendidikan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Dia menemukan fakta bahwa angka partisipasi pendidikan di kawasan tersebut sangat rendah karena akses yang tidak memadai. Selain itu, ada juga masalah soal kualitas guru.
Dia menyarankan perbaikan koordinasi pemerintah pusat dan daerah jika ingin mencapai pemerataan pendidikan. “Sekarang saja guru yang ditempatkan di daerah 3T banyak yang enggak betah,” ucap alumnus Universitas Kristen Petra Surabaya itu.
Saat ini Anita juga sedang mengerjakan riset soal perempuan, selain juga soal science, technology, engineering, and mathematics (STEM). Dalam riset tersebut Anita mendapati angka partisipasi perempuan di bidang STEM masih rendah karena sejumlah hambatan.
“Jadi memang harus lebih banyak guru atau pendidik yang menginspirasi agar perempuan mau terjun ke STEM,” kata dia.
Penghargaan Habibie Prize
Anita menyebut penghargaan Habibie Prize 2024 sebagai salah satu pencapaian berkesan di hidupnya. Dimulai dari seleksi administrasi pada awal tahun, ibu dari satu anak ini menjalani rangkaian wawancara dengan dewan juri pada Juli 2024.
“Saat itu saya posisi di Inggris. Saya pun wawancara pada jam 02.00 (subuh) waktu Inggris karena menyesuaikan waktu Indonesia,” tutur Anita.
Anita mengingat adanya pertanyaan dari salah satu dewan juri ihwal Science and Technology Index (SINTA) dan Scopus miliknya yang tidak banyak. Karena nilai indeksnya rendah, dewan juri khawatir penelitian Anita kurang berdampak. Saat itu Anita menjawab bahwa penelitiannya selama ini tidak banyak dibaca oleh guru.
“Kalau guru, boro-boro baca jurnal, baca media massa saja jarang sekali. Otomatis jurnal saya belum banyak dibaca guru,” ucap dia.
Guru besar UKWMS ini kemudian memanfaatkan media sosial, seperti Instagram dan TikTok, untuk menyebarkan hasil karyanya, berupa artikel ilmiah maupun opini di media massa. “Untuk menjangkau (pembaca) yang lebih luas, karena guru juga menggunakan media sosial. Sekarang saya pun sering membagikan tulisan di medsos,” tuturnya.
Anita berharap bahwa Habibie Prize 2024 bisa menginspirasi pendidik di seluruh Indonesia. Dia mengaku masih bermimpi mendorong pendidikan di Indonesia agar lebih maju dan merata.