Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Gejala penyakit kardiovaskular bisa diketahui lebih cepat.
Pembuatan alat dirintis tim ITB sejak 2013.
Memiliki kemampuan mengukur yang kompleks tapi harganya lebih murah dibanding alat impor.
TIM peneliti Institut Teknologi Bandung mengembangkan perangkat berlabel Non-Invasive Vascular Analyzer (NIVA) untuk mendeteksi penyakit kardiovaskular lebih dini. Perangkat ini merupakan bagian metode preventif dan bukan sebagai pengobatan. “Orang belum sakit kami periksa, ada potensi masalah kardiovaskular atau tidak,” kata anggota tim ITB, Hasballah Zakaria, pada Selasa, 14 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Riset dan pembuatan NIVA dirintis Kelompok Keahlian Teknik Biomedika di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB sejak 2013. Ide pengembangan alat ini berawal dari permintaan dokter. “Apakah kita bisa membuat peralatan yang dapat mendeteksi lebih awal gejala terjadinya sumbatan di dalam pembuluh darah,” ujar ketua tim peneliti ITB, Tati Latifah Erawati Rajab Mengko.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para peneliti juga mendapatkan dana bantuan riset dari pemerintah selama tiga tahun. Pembuatan purwarupa pertama rampung pada 2016 dengan menghabiskan dana sebesar Rp 3,1 miliar. Setelah itu, tim mencari mitra perusahaan yang kemudian bergabung pada 2017. Bekerja sama dengan PT Selaras Citra Nusa Perkasa, tim peneliti meluncurkan NIVA di Center for Research and Community Service ITB pada 12 Desember 2019.
NIVA memiliki 12 parameter yang bisa diaktifkan sesuai dengan kebutuhan. Dalam tes yang diikuti Tempo, NIVA melakukan pengukuran aliran darah ke seluruh tubuh, potensi sumbatan, dan kekakuan pembuluh darah seperti di tangan. Menurut Hasballah, potensi hipertensi, serangan jantung, dan stroke sudah bisa diketahui dari hasil pemeriksaan pembuluh darah.
Detektor NIVA tersusun dari perangkat keras berupa alat pengambilan data seperti manset pada tensimeter yang terhubung dengan kabel. Adapun perangkat lunak yang dipasang di dalamnya mengumpulkan dan memproses data hasil pengukuran. Pembacaan hasil medisnya harus dilakukan dokter. “Kalau sudah sakit, tidak perlu alat ini lagi,” kata Hasballah.
NIVA menggunakan sensor PPG atau photoplethysmograph dan sensor tekanan darah. Kedua sensor ini berfungsi menganalisis pembuluh darah yang ada di dalam tubuh manusia. Menurut Tati, penyumbatan biasanya terjadi karena ada plaque dalam pembuluh darah. Plaque muncul karena kekurangan nitrit oksida (NO), yang biasanya berperan menjaga tingkat kelenturan pembuluh darah.
Bertambahnya umur manusia juga berdampak pada penurunan produksi NO di endotel atau lapisan paling dalam pembuluh darah. Kelenturan pembuluh darah ikut berkurang. “Hal tersebut berakibat pada peningkatan tekanan darah atau hipertensi,” ujar Tati.
Menurut Tati, NIVA dapat membantu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam mendeteksi risiko penyakit stroke dan jantung. NIVA telah diuji coba dan saat ini dipakai di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, dan Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Alat tersebut juga akan dites di Rumah Sakit Universitas Airlangga, Surabaya; Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta; dan Rumah Sakit Gatot Soebroto, Jakarta.
Tim peneliti mendapat surat paten untuk metode dan pengintegrasian fungsi alat dengan komponen NIVA pada 2019. Untuk produksi massal, mereka akan melibatkan perusahaan swasta. Alat ini ditargetkan dapat digunakan di rumah sakit hingga tingkat pusat kesehatan masyarakat. Harganya diperkirakan ada di kisaran Rp 100 juta atau separuh dari nilai alat impor asal Amerika Serikat. “Kelebihannya pengukuran lebih kompleks dari yang impor,” kata Tati.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo