Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Syamsudin, menerima penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas riset penelitian polyherbal pertama yang berperan sebagai terapi adjuvant obat Covid-19. Hasil riset dosen Universitas Pancasila ini telah digunakan di rumah sakit pemerintah maupun swasta sebagai tambahan dari obat-obatan standar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Alhamdulillah, hasil penelitian kami tentang adjuvant pengobatan Covid-19 mendapatkan penghargaan dari MURI,” kata Syamsudin, Rabu 20 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru Besar Bidang Farmakologi Bahan Alam itu menerangkan, terapi adjuvant yang dikembangkannya merupakan ramuan dari kombinasi bahan-bahan herbal antara lain kunyit, daun katuk, biji inten hitam dan ekstrak ikan gabus. Ramuan kemudian diberikan kepada penderita Covid-19 dan ternyata mampu membuat kondisi pasien lebih baik.
"Itu dilihat dari length of stay pasien Covid-19 selama 9 hari di rumah sakit kini bisa 8 hingga 7 hari saja,” kata Syamsudin sambil menambahkan riset zat aktif bahan-bahan tersebut telah mulai dilakukannya pada 2018 bersama praktisi dokter ahli spesialis paru, Lusi Nursilawati Syamsi.
Adapun pengembangannya sebagai terapi adjuvant pengobatan Covid-19 dilakukannya bersama beberapa mahasiswa dan menggandeng sebuah perusahaan farmasi untuk observasi klinisnya. “Seperti kita tahu, Indonesia ini kaya akan bahan herbal yang disebut sebagai jamu, tapi bahan baku obat-obatan terbatas,” kata Syamsudin.
Hasil penelitian yang terbaru itu, diuraikannya, dimuat dalam jurnal Teikyo Medical Journal yang terbit pada Agustus 2021 lalu. Setelah sebelumnya di European Journal of Molecular & Clinical Medicine pada pada Juli 2021. "Produk ini juga lulus uji etik sesuai standar Code Ethics of World Medical Association - Declaration of Helsinski," kata Syamsudin.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia Inggrid Tania memberikan catatan atas riset oleh Syamsudin dan timnya. Menurut Tania, apa yang yang telah dipublikasi di jurnal internasional dari riset itu bukanlah uji klinik, melainkan studi observasi klinis dengan desain kohort prospektif.
Studi itu disebutnya tanpa pembanding, dan bukan uji klinik. "Kalau dari Badan POM mensyaratkan Uji Klinik Randomized Controlled Clinical Trial," katanya lewat aplikasi perpesanan WhatsApp. Dia menjelaskan, Randomized Controlled Clinical Trial menyediakan bukti klinis lebih tinggi (Level 1) dibandingkan penelitian kohort.
Seperti diketahui, Tania juga terlibat dalam riset uji klinis herbal imunomodulator terdiri dari kombinasi ekstrak rimpang jahe merah, daun meniran, sambiloto, dan daun sembung untuk Covid-19 ringan di Rumah Sakit Darurat Corona Wisma Atlet pada 2020. Hasil uji klinis itu dua kali disampaikan ke BPOM pada Desember 2020 dan Februari 2021 sebelum akhirnya kini telah beredar di pasaran dengan nama produk Fatigon Promuno.