Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemadaman listrik mendadak dan setrum yang tiba-tiba mengalir lagi dapat membuat instalasi listrik dalam ruangan kembali mati. Terutama ketika beberapa perangkat elektronik, seperti televisi, kulkas, komputer, penanak nasi elektrik, dan penyejuk udara, masih tersambung ke stopkontak.
Kondisi yang dikenal sebagai inrush current atau arus lonjakan input itu terjadi karena efek arus listrik yang mengalir pertama kali langsung masuk ke perangkat elektronik. Besar arus listrik itu dapat mencapai puluhan kali lipat kondisi normal dan berlangsung dalam durasi beberapa milidetik. Agar listrik kembali menyala, penghubung perangkat elektronik ke stopkontak biasanya harus dicabut dulu, lalu disambungkan lagi secara bergiliran.
Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung mengatasi masalah akibat arus lonjakan input tersebut dengan membuat Smart Power Socket (SPOS). Sayyid Irsyadul Ibad, Frits Elwildo, dan Dany Hadyan Rusman dari Jurusan Teknik Elektro ITB menciptakan SPOS dari modifikasi soket listrik berlisensi Standar Nasional Indonesia yang biasa dijual di toko-toko elektronik.
Hasilnya adalah stopkontak yang berfungsi menunda perangkat elektronik menyala bersamaan. “SPOS dapat berfungsi optimal sebagai pencegah trip pada miniature circuit breaker atau ngejepret,” kata Sayyid pada Jumat, 23 Agustus lalu. Miniature circuit breaker atau MCB merupakan komponen pada instalasi listrik bangunan yang mencegah korsleting karena beban listrik berlebih.
SPOS bukan alat pengatur tegangan listrik atau potensiometer. SPOS hanya menunda waktu perangkat elektronik menyala setelah setrum mengalir dan tidak mengubah tegangan dari stopkontak. SPOS bekerja dengan menunda waktu perangkat elektronik menyala dalam hitungan detik. “Pada satu jalur distribusi MCB hanya dapat dipasang maksimal enam SPOS,” tutur Dany.
Pada SPOS juga bisa dipasang stopkontak tambahan jenis “T” atau tiga saluran yang terhubung ke perangkat elektronik. Syaratnya, total arus listrik yang mengalir tidak lebih dari 10 ampere. Adapun pengaturan waktu tundanya hanya bisa tunggal.
Pembuatan SPOS berlangsung setahun sejak Agustus 2018 di bawah bimbingan dosen Amy Hamidah Salman dan Muhammad Iqbal Arsyad. Menurut Sayyid, SPOS dijamin aman dipakai. “Karena ada modul untuk mengganti dari 220 volt ke 5 volt,” ucapnya.
Tim juga merancang SPOS yang terkoneksi dengan Internet of things. Alat itu berfungsi sebagai pengatur waktu otomatis untuk menonaktifkan perangkat elektronik. Pengguna dapat menentukan durasi waktu dan pengaktifan (on/off) lewat aplikasi SPOS yang terdapat di telepon seluler pintar lewat koneksi Internet.
Saat ini aplikasi SPOS dapat digunakan di sistem operasi Android versi minimal 5.1 atau Lollipop. Aplikasi SPOS untuk ponsel pintar dengan sistem operasi iOS juga bisa dikembangkan. Sayyid mengatakan SPOS pun masih dapat disempurnakan. “Ukuran kotaknya diperkecil dan bahannya diganti dengan plastik yang kuat,” ujarnya. Harga satuan SPOS diperkirakan Rp 130 ribu, tapi bisa dipotong sampai setengahnya jika diproduksi massal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo