Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

sains

Sekali Gagal, Badak Pahu Akan Kembali Diambil Sel Telurnya untuk Teknologi Bayi Tabung

Terinspirasi keberhasilan pada Badak Putih di Afrika dan hewan cerpelai. Tantangan antara lain bawa sel telur cepat-cepat ke lab IPB di Bogor.

27 Februari 2024 | 21.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK memastikan akan mencoba kembali mengambil sel telur dari Pahu, seekor Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) betina yang berada di Sanctuary Badak Kalimantan di Kelian Kutai Barat, Kalimantan Timur. Pahu adalah satu dari dua badak sumatera tersisa di habitat liar di Kalimantan--dan keduanya betina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengambilan sel telur dalam rangka penerapan Assisted Reproductive Technology (ART) untuk tetap menjaga kelestarian Badak Sumatera di Kalimantan. "Kami berupaya semaksimal mungkin, salah satunya dengan teknologi reproduksi berbantu seperti fertilisasi in-vitro dengan sperma dari Badak Sumatera yang ada di Taman Nasional Way Kambas, Lampung," kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem,
Satyawan Pudyatmoko, kepada TEMPO pada 14 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satyawan mengungkapkan, pengambilan sel telur Pahu yang pernah dilakukan pada 31 Oktober 2023 lalu berujung gagal. Embrio dari sel telur itu disebutkannya tidak berkembang dengan baik setelah dicoba dimatangkan dan dilakukan pembuahan secara in vitro di laboratorium milik IPB di Bogor.

"Jadi kami belum sampai melakukan transfer embrio badak," katanya membandingkan dengan keberhasilan tim peneliti di Kenya dengan jenis Badak Putih. Keberhasilan transfer embrio badak pertama di dunia di negara itu diketahui setelah induk badak pengganti (surrogate mother) mati karena infeksi spora dari tanah. Embrio ditemukan saat dilakukan pemeriksaan post-mortem.  

Satyawan memastikan upaya untuk membuat seekor Badak Sumatera bisa hamil lewat teknologi bayi tabung belum putus. Perulangan mengambil sel telur Pahu, dikatakannya, pasti akan dilakukan. Dasarnya adalah Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor SE4 tanggal 28 Maret 2023 tentang arahan pelaksanaan kegiatan prioritas pengelolaan Badak Sumatera. 

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Satyawan Pudyatmoko. ANTARA/HO-Kementerian LHK

Dalam surat edaran itu termaktub antara lain strategi melakukan perkembangbiakan dengan menggunakan Teknologi Reproduksi Berbantu atau Assisted Reproductive Technology (ART). "Teknik yang memanipulasi fungsi dan/atau organ reproduksi untuk mencapai kehamilan dengan tujuan akhir menghasilkan keturunan yang sehat."

Bawa Sel Telur ke Bogor

Tapi, pertama-tama, Satyawan mengatakan, KLHK harus membuat tim lagi. Pada Oktober tahun lalu, dia mengungkap, tim terdiri dari KLHK, IPB, dan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (Leibniz-IZW). Anggota tim yang terakhir adalah yang juga membantu penerapan teknologi reproduksi berbantu pada badak putih di Kenya.

Tim juga harus melihat terlebih dahulu kondisi Pahu dan mengecek perkembangan sel telurnya. Lalu, yang tak kalah penting adalah menyiapkan dokumen surat-menyurat yang diperlukan untuk ke karantina bandara. Jangan sampai waktu terbuang untuk urusan yang satu itu.

"Karena sel telur yang diperoleh harus sampai laboratorium di IPB Bogor sekitar 20 jam untuk menjaga kualitas selama perjalanan dan sel telur tidak boleh masuk pemeriksaaan rotgen (x-ray) di Bandara karena akan rusak," tutur Satyawan.

KLHK Optimistis Karena Cerpelai

Satyawan optimistis, program pengembangbiakan badak sumatera yang saat ini bersatatus terancam punah (critically endangered) akan berhasil. Tak semata karena sudah dihasilkannya 29 embrio Badak Putih di Afrika--hasil pembuahan in vitro, Satyawan juga merujuk contoh pada hewan cerpelai jenis Black-Footed Ferret. 

Berstatus hampir punah pada 1981, sepanjang 1996-2008 telah dihasilkan 140 bayi cerpelai jenis itu dari Inseminasi Buatan, 8 bayi dihasilkan dari pembekuan semen. Total sebanyak 120-250 cerpelai jenis itu dilepasliarkan setiap tahun hingga total terhitung 4500 ekor sudah berada di habitat liar. 

Adapun di Tanah Air, Satyawan mengungkapkan, Badak Sumatera di Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) Way Kambas Lampung sebenarnya sudah diperkenalkan dengan program yang sama sejak 2005 sampai dengan 2021 lalu. Namun baru sebatas pengumpulan sel jaringan hidup dari kulit, semen collection, dan darah tali pusat/umbilical cord.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus