Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi dari Universitas Kyusuhu menyatakan polusi plastik di lautan menjadi masalah global dan situasi ini kemungkinan akan semakin memburuk jika tidak ada intervensi signifikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada tahun 2022, tim peneliti mencatat sekitar 25,3 juta metrik ton sampah plastik telah memasuki lautan, dan hampir dua per tiga dari jumlah tersebut tidak dapat dilacak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil studi ini terbit dengan judul 'Reduction scenarios of plastic waste emission guided by the probability distribution model to avoid additional ocean plastic pollution by 2050s'.
"Penelitian saya berfokus pada pelacakan ke mana sampah plastik pergi setelah dibuang ke sumber air seperti sungai dan laut," tulis penulis utama Chisa Higuchi, seorang peneliti pascadoktoral di Lab Isobe, dikutip dari situs earth.com, Ahad, 6 Oktober 2024.
Proyeksi menunjukkan bahwa pengurangan jumlah plastik yang masuk ke lautan sebesar 32 persen atau sekitar 8,1 juta ton pada 2035, dapat menghasilkan pengurangan lebih dari 50 persen dalam plastik laut pada tahun 2050. Dampaknya bahkan lebih signifikan di wilayah yang sangat tercemar, seperti Laut Cina Kuning dan Laut Cina Timur, di mana limbah plastik dapat dikurangi hingga 63 persen.
Dasar pemodelan itu adalah hasil pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 di Osaka pada 2019. Para pemimpin dunia memperkenalkan visi Laut Biru Osaka, dengan tujuan menghentikan peningkatan polusi plastik laut pada 2050.
Prakarsa itu berfokus pada peningkatan strategi pengelolaan limbah melalui kolaborasi internasional. Tim peneliti ingin mencari tahu skenario ideal agar Visi Osaka Blue Ocean berhasil. "Kami memanfaatkan pemodelan komputasional beserta studi lapangan untuk memahami di mana dan bagaimana plastik mengalir ke lautan," ucap Chisa Higuchi.
Sebagai upaya pencegahan, sampah plastik baru memang harus dicegah masuk ke lautan. Target ini bisa dicapai jika menggunakan strategi seperti meningkatkan pengelolaan limbah, mempromosikan alternatif penggunaan kembali untuk plastik sekali pakai, dan meningkatkan kesadaran publik.
Tim peneliti juga mencatat emisi plastik dari perikanan yang tidak termasuk dalam penelitian ini, juga menjadi perhatian utama bagi polusi di laut. Para ahli menekankan bahwa skenario pengurangan sebesar 32 persen hanya didasarkan pada plastik yang salah kelola di daratan, sehingga diperlukan skenario pengurangan yang berbeda untuk sektor perikanan.
Dalam penelitian itu disebutkan, semua masalah pengelolaan sampah plastik harus menjadi prioritas. "Mengurangi emisi sampah makroplastik dari sungai ke laut adalah solusi terpenting yang dapat dikelola manusia," tulis para peneliti dalam riset tersebut.
Studi ini menyatakan sampah plastik yang tetap berada di lingkungan untuk jangka waktu lama, secara bertahap terurai menjadi partikel yang lebih kecil. Plastik yang lebih besar dapat dikumpulkan dan dihilangkan dengan lebih mudah, sedangkan penguraiannya menjadi partikel yang lebih kecil dari 5 milimeter yang dikenal sebagai mikroplastik, justru lebih sulit untuk diambil.