Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

sepakbola

Final Sempurna di Stadion Lusail

Dua kutub sepak bola dunia akan bertanding dalam laga final Piala Dunia 2022. Di Stadion Lusail, Doha, Qatar, Argentina akan menjegal upaya Prancis yang ingin meraih gelar juara secara beruntun. Final yang ideal.

16 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK ada nama Kylian Mbappe, 23 tahun, dalam daftar pencetak gol saat tim Prancis mengalahkan Maroko di babak semifinal Piala Dunia, kemarin dinihari. Namun dua gol yang dicetak Theo Hernandez dan Randal Kolo Muani tak lepas dari peran Mbappe. Pemain Paris Saint-Germain itu turut membuat assist.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melajunya Prancis ke laga final plus Mbappe yang bermain apik tentu tidak membuat hanya orang Prancis yang kegirangan, tapi juga seluruh pecandu sepak bola di planet ini. Dalam laga final Piala Dunia 2022 di Stadion Lusail, Doha, Ahad malam nanti, kehebatan Mbappe akan head-to-head dengan kemahiran Lionel Messi, yang sehari sebelumnya bermain memukau saat Argentina menekuk Kroasia 3-0.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laga final ideal, tentu saja. Kali ini dua kekuatan besar sepak bola dunia, yakni Amerika Latin dan Eropa, akan berhadap-hadapan. Argentina, seperti negara Amerika Selatan lainnya, yang dipenuhi pemain dengan bakat alam yang luar biasa, akan berhadapan dengan Les Bleus, yang diisi oleh pemain yang tumbuh dan besar dalam industri sepak bola yang maju. Di lapangan, dua kekuatan itu beradu.

Bagi pencinta bal-balan, laga final antarbenua ini patut disyukuri. Terhitung sejak Piala Dunia 2006, kecuali pada 2014 saat diselenggarakan di Brasil, laga pamungkas kejuaraan empat tahunan ini didominasi oleh tim-tim negara Eropa. Kejuaraan empat tahun lalu di Rusia ditutup oleh pertemuan Prancis dan Kroasia. Tak ada yang salah, hanya kurang afdol. Sebab, turnamen dunia ini menjadi tak berbeda dengan Piala Eropa yang hanya diikuti negara-negara anggota Konfederasi Sepak Bola Eropa (UEFA).

Pesona pertempuran Amerika Selatan melawan Eropa itu bermula pada Piala Dunia 1958 di Swedia, yang mempertemukan Brasil dengan tim tuan rumah, yang kemudian berlanjut saat turnamen ini diadakan di Cile, empat tahun berikutnya. Di dua tempat tersebut, tim dari Amerika Latin, yakni Brasil, menjadi pemenang.

Laga yang benar-benar menarik terjadi pada final Piala Dunia edisi berikutnya. Pada 1970 di Meksiko, Pele, pada akhir kariernya, menamatkan perlawanan Italia dengan skor 4-1. Kemenangan itu juga yang mengabadikan kepemilikan Piala Jules Rimet atas nama Brasil, yang ketika itu memiliki tim dengan formasi pemain terbaiknya.

Laga final selanjutnya tak kalah seru. Pada Piala Dunia 1978, Belanda, yang kala itu terkenal dengan total football-nya, bertarung melawan tuan rumah Argentina. Kala itu, tim Mario Kempes berhasil membawa tim Tango menjadi juara untuk pertama kalinya.

Pemain Argentina Diego Maradona saat Piala Dunia 1986 di Stadion Azteca, Kota Meksiko, 1986. Dok FIFA

Di antara laga paling fenomenal adalah babak akhir Piala Dunia 1986 yang digelar di Stadion Azteca, Kota Meksiko, antara Jerman Barat dan Argentina. Pertandingan ini teramat panas. Bukan saja diselenggarakan di tengah hari bolong, bayangan pemain di lapangan pun nyaris tak terlihat, tapi laga itu memang berlangsung ketat.

Jerman Barat yang sempat tertinggal dua gol mampu menyamakan skor menjadi 2-2. Namun Jorge Luis Burruchaga mencetak gol menjelang laga berakhir dan mengunci skor di angka 3-2 untuk kemenangan Argentina yang dipimpin sang legenda Diego Maradona.

Kemenangan pada hari yang gerah itulah yang kini ikut membumbui laga final di Qatar. Kemenangan 36 tahun lalu tersebut menjadi yang terakhir bagi Argentina. Meski setelah itu sempat masuk ke babak final sebanyak dua kali, Argentina lagi-lagi kandas di tangan Jerman Barat dengan skor yang sama 0-1, yakni di Roma pada 1990 dan di Rio de Janeiro pada 2014.

Laga kali ini menjadi kesempatan terakhir bagi Messi, yang sudah berusia 35 tahun. Pada Ahad mendatang, dia dan seluruh penggemarnya berharap laga final itu menjadi hari terindah. Semua turnamen, baik di klub maupun bersama tim nasional, telah dia jalani. Bahkan, Messi menjadi satu-satunya pesepak bola yang tujuh kali dianugerahi gelar Pemain Terbaik Dunia.

Hanya tinggal trofi Piala Dunia yang belum lekat dengan namanya. Mengangkat trofi di Stadion Lusail akan menaikkan statusnya sebagai pemain terhebat yang pernah ada. "Kami telah memainkan lima final (sejak kekalahan dari Arab Saudi) dan kami beruntung memenangi lima final. Saya berharap akan seperti ini untuk pertandingan terakhir," katanya.

Ini merupakan pertandingan Piala Dunia terakhir Messi. Dia ingin menebus kegagalannya di Stadion Maracana pada delapan tahun lalu. "Diego (Maradona) mengawasi kami dari surga. Dia mendorong kami, dan saya sangat berharap hasilnya tetap sama sampai akhir," kata Messi, setelah menjalani laga melawan Belanda di babak perempat final.

Ambisi itu tidak akan tercapai dengan mudah. Prancis bertekad menjadi negara pertama yang mempertahankan trofi setelah Brasil yang melakukannya pada Piala Dunia 1958 dan 1962. Bila hal itu tercapai, imbasnya pun ke mana-mana.

Pemain Prancis, Kylian Mbappe. REUTERS/Kai Pfaffenbach

Bagi Mbappe, misalnya. Nama pencetak gol saat Prancis mengalahkan Kroasia dengan skor 4-2 di Moskow pada 2018 itu akan semakin harum. Dengan kariernya yang masih panjang, dia bisa menjadi Pele baru, dengan berbagai gelar kejuaraan berikutnya di kemudian hari.

Adapun bagi Didier Deschamps, sang manajer, laga final pada Ahad malam itu menawarkan tempat dalam sejarah untuk kariernya yang menakjubkan. Kapten timnas Prancis saat menjuarai Piala Dunia 1998 ini merupakan otak dari tim yang merebut gelar juara empat tahun lalu tersebut.

Selain itu, laga final kali ini telah membuat nama Deschamps, 54 tahun, sejajar dengan tiga pelatih yang membawa timnya ke babak final secara beruntun. Mereka adalah Vittorio Pozzo (Italia pada 1934 dan 1938), Carlos Bilardo (Argentina pada 1986 dan 1990), serta Franz Beckenbauer (Jerman 1986 dan 1990). Bila memenangi laga pada Ahad lusa itu, hanya akan ada Deschamps dan Pozzo yang menjuarai Piala Dunia berturut-turut.

Amerika Latin Ungguli Eropa

Jangan pula melupakan bahwa di lapangan masih ada adu pacu lainnya. Messi dan Mbappe, yang sama-sama bermain di Paris Saint-Germain, punya koleksi gol yang sama, yakni 5 gol. Laga final Piala Dunia 2022 ini akan menentukan siapa yang paling banyak memborong gol dan menjadikannya sebagai peraih sepatu emas.

Sungguh, penutup yang sempurna bagi turnamen yang dimulai dengan penuh cibiran ini.

IRFAN BUDIMAN | REUTERS | FIFA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus