Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JOSKO Gvardiol merupakan nama yang dikumandangkan dengan puja-puji dalam Piala Dunia 2022. Bek Red Bull Leipzig itu disebut-sebut sebagai palang pintu paling tangguh. Penampilannya di lapangan telah memberi bukti. Dia kokoh, tanpa kompromi, dan terbukti bisa membawa Kroasia ke semifinal. Namun itu sebelum dia berhadapan dengan Lionel Messi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di laga semifinal, Gvardiol, 20 tahun, menjadi seperti bek kemarin sore. Di balik masker yang melindungi wajahnya, dia hanya bisa bergerak membayangi Messi, yang 15 tahun lebih tua, di sisi kiri lapangan yang menjadi tanggung jawabnya. Itu terjadi pada menit ke-69.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bola tak pernah berpindah dari kaki Messi, hingga akhirnya operan cantik dilepaskan kepada Julian Alvares, yang kemudian berbuah gol ketiga untuk Argentina. Beruntung, sebagian wajah Gvardiol tertutup topeng ala Batman, sehingga ekspresinya tak terlihat. Harganya yang disebut-sebut sampai 70 juta pound bisa jatuh.
Messi, legenda klub Barcelona, memberikan banyak pelajaran dalam laga di Stadion Lusail, Doha, Rabu dinihari kemarin. Tidak hanya kepada bek Kroasia itu, tapi juga kepada publik sepak bola. Messi masih yang terbaik. Peraih tujuh gelar pemain terbaik dunia itu menuntun Argentina melaju ke babak final Piala Dunia untuk keenam kalinya.
Penyerang Paris Saint-Germain tersebut memimpin pasukan negaranya untuk meluluhlantakkan keperkasaan dan kehebatan Kroasia, yang tak kalah dalam 11 dari 12 pertandingan terakhir di Piala Dunia. Brasil, yang datang ke Qatar sebagai favorit utama peraih trofi, tersingkir oleh Luka Modric cs di babak perempat final.
Lionel Messi mencetak gol dari titik penalti ke gawang Kroasia pada pertandingan Semi Final di Stadion Lusail, Lusail, Qatar, 13 Desember 2022. REUTERS/Carl Recine
Messi membalikkan semuanya. Menembus gawang Kroasia dengan cepat adalah kunci. Tim Albiceleste merancang serangan untuk bisa merangsek ke kotak penalti dan mencetak gol. “Livakovic (kiper Kroasia yang menjadi man of the match saat mengalahkan Brasil) sangat percaya diri. Sangat penting bagi kami untuk bisa menjebol gawangnya,” ujarnya.
Messi mengeksekusi tendangan penalti pada menit ke-34 dengan dingin. Kebobolan pada paruh awal pertandingan itu menggoyahkan mental Livakovic dan barisan pertahanan Kroasia.
Yang terjadi kemudian, pasukan kotak-kotak merah itu lengah. Empat menit berselang dalam sebuah serangan balik yang cepat, Julian Alvares—pemain muda Manchester City—mencetak gol kedua. Malam itu bukan milik Kroasia. Messi telah mengambil semuanya tanpa ada yang tersisa. “Tidak perlu banyak kata untuk menggambarkan kualitasnya. Dalam 15 tahun terakhir, Messi mungkin pemain terbaik di dunia. Hari ini dia sangat bagus dan berbahaya,” kata Zlatko Dalic, pelatih Kroasia.
Messi bukanlah bintang dalam laga itu saja. Tapi juga untuk turnamen kali ini. Lima koleksi golnya masih membuat dia bisa bersaing dengan Kylian Mbappe dari Prancis dalam perebutan pencetak gol terbanyak.
Bukan hanya itu. Beberapa nama pemegang rekor pun telah dan akan berganti dengan namanya. Dengan koleksi total mencetak 11 gol, dia menggusur Gabriel Batistuta sebagai pemain Argentina tersubur di Piala Dunia. Nama Diego Maradona, yang punya delapan assist dalam Piala Dunia, pun akan berganti jika Messi menambah jumlah assist dalam laga final mendatang.
Sedangkan Lothar Matthaus—legenda tim nasional Jerman yang merupakan pemain yang paling sering bermain dalam Piala Dunia, yakni selama 25 kali dalam rentang waktu 26 tahun—segera berganti dengan nama Messi saat dia tampil di laga final, Ahad mendatang.
Di luar kertas, Messi juga menjalankan perannya sebagai kapten ideal. Moral Albiceleste runtuh setelah dipermalukan Arab Saudi dalam laga pembuka, 1-2. Namun, bak panglima perang, dia membakar lagi semangat pasukannya. “Pertandingan pertama adalah pukulan keras. Setelah kekalahan itu, saya meminta orang-orang untuk mempercayai kami. Sebab, kami tahu kemampuan kami. Argentina akan bermain di final Piala Dunia,” katanya kepada reporter seusai laga.
Messi dan Rekor Piala Dunia
Ahad mendatang menjadi hari yang paling ditunggu seluruh pendukung Argentina. Selama 36 tahun, mereka menanti trofi Piala Dunia bisa hadir di Buenos Aires setelah terakhir Diego Maradona memboyongnya dari Meksiko pada 1986.
Sepanjang penantian itu pula, harapan disandarkan kepada Messi, yang mulai membela Argentina pada 16 Juni 2006 dalam Piala Dunia di Jerman. Impian besar itu sempat mampir di depan mata saat Tim Tango melaju hingga final Piala Dunia 2014, tapi gagal. Tim Panzer Jerman menghanguskan mimpi itu.
Keterpurukan tidaklah abadi. Diego Maradona, yang pernah gagal dalam Piala Dunia 1982 di Spanyol, membayarnya empat tahun kemudian di Meksiko. Ronaldo, yang kehilangan kehebatannya dalam Piala Dunia 1998 di Prancis, mengangkat piala bersama Brasil di Yokohama pada 2002.
Melihat kegemilangan Messi dalam laga di Stadion Lusail, banyak yang memprediksi Piala Dunia inilah yang akan menjadi milik Argentina. “Ini Piala Dunia terakhir saya. Final keenam untuk Argentina, dan saya akan bermain di dua final. Semoga kali ini berakhir dengan cara lain,” kata Messi.
IRFAN BUDIMAN | REUTERS | FIFA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo