Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Ur-Text India dan Syiwaisme Jawa-Bali

Menurut Andrea Acri, selama ini kajian tentang Bali terlalu didominasi para antropolog yang cenderung mengesampingkan kekayaan korpus teks keagamaan di Bali. Buku filolog asal Italia ini memperlihatkan “kesinambungan” doktrinal Syiwaisme teks Bali-Jawa Kuno dengan teks Tantris India selatan abad pertengahan.

30 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Buku terbaru Andrea Acri tentang Syiwaisme.

  • Perbandingan pemikiran Syiwaisme Bali-Jawa Kuno dan India selatan.

  • Berbicara tentang kesinambungan dan dinamika pemikiran mengenai Syiwa di Bali.

NOVEMBER 2019, Andrea Acri diundang menyampaikan pidato kebudayaan pada pembukaan forum Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) di Yogyakarta. Ia tampil di podium dengan presentasi memukau berjudul “Tantrayana di Jawa Kuno”. Dalam acara itu juga, pada hari yang berbeda, di Borobudur, dosen di École Pratique des Hautes Études - PSL University, Paris, ini mempresentasikan makalah berjudul “Horror, Transgression and Power: The Demonic Numinous in the Javanese and Balinese Tantric Paradigm”. Kedua presentasi Acri itu sama-sama mendemonstrasikan pengetahuannya yang luas mengenai teks-teks keagamaan Bali dan Jawa Kuno yang sangat dipengaruhi teks-teks Tantra India selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa bulan sebelum acara BWCF, tepatnya pada pertengahan Januari 2019, di auditorium Institut Français Indonesia, Acri lebih dulu meluncurkan buku terjemahan disertasinya, Dharma Patanjala: Yoga Nusantara menurut Sumber Jawa Kuno. Dharma Patanjala adalah teks Jawa Kuno dari abad ke-15 yang ditemukan dari himpunan lontar Merapi-Merbabu dan sekarang disimpan di Staatsbibliothek zu Berlin. Hampir sepertiga buku itu ditemukan Acri menampilkan wacana yoga sebagaimana Yoga Patanjali atau Yoga Sutra dan kitab komentarnya di India. Namun selebihnya di sana-sini terdapat tambahan pemikiran, unsur-unsur yang tidak ada di sumber aslinya. Di sini Acri berbicara tentang bagaimana sebuah pemikiran dari India masuk ke Jawa dan mengalami penyesuaian-penyesuaian serta inovasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Umat Hindu memercikkan air suci saat melakukan penyucian terhadap ribuan literatur Hindu di Perpustakaan Sabha Widya Sradha, Denpasar, Bali, 26 Maret 2022/ANTARA /Nyoman Hendra Wibowo

Buku terbaru Acri, Dari Siwaisme Jawa ke Agama Hindu Bali, makin meneguhkan posisinya sebagai filolog yang menekuni studi perbandingan dan “mata rantai yang hilang” antara pemikiran Syiwaisme Bali-Jawa Kuno dan India selatan. Acri berpendapat penelitian mengenai Bali selama ini lebih didominasi pendekatan antropologi yang mengesampingkan korpus teks-teks keagamaan Syiwais di Bali. Bahwa Bali selama berabad-abad memiliki himpunan literatur keagamaan Syiwais terbesar di Asia Tenggara yang disebut teks Tutur/Tattva adalah kenyataan. Teks-teks esoteris itu diperkirakan berasal dari masa Majapahit, abad ke-13-15. Di Bali, banyak teks tersebut kini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, seperti Bhuvanakosa, Vrhaspatitattva, Ganapatitattva, dan Sarasamucaccaya. Tapi mayoritas belum diterbitkan, masih berupa lontar-lontar yang disimpan di rumah-rumah pribadi pedanda (pandita) Bali.

Menurut Acri, telaah perbandingan teks-teks tersebut dengan teks-teks Syiwais dan Tantra Asia Selatan penting karena bisa menunjukkan bagaimana sebuah gagasan secara historis dari negeri asalnya mengalami pelokalan saat tersebar di negeri lain. Syiwaisme pada abad ke-7-13 adalah kultus internasional yang mengalir dari India ke Nepal, Bangladesh, Kamboja, Vietnam, Thailand, Indonesia, dan kawasan Asia Tenggara lain. Syiwaisme adalah kultus global. Pada masa itu, istilah Hindu belum ada. Hindu sesungguhnya adalah sebuah neologisme, kata bentukan baru untuk kata lama yang sebelumnya dipakai.  

Karena itu, pelacakan terhadap seberapa jauh adanya kontinuitas, persamaan, dan tambahan pemikiran antara teks Syiwais di Bali dan teks Syiwais Jawa Kuno serta teks Syiwais India abad pertengahan bisa menunjukkan karakter Hindu bagaimana yang saat ini berkembang di Bali. Acri tidak memungkiri bahwa cara kerja studi demikian semacam mencari Ur-text (mencari teks asal mula) untuk diperbandingkan. Studi demikian secara akademis makin menantang karena dalam studi-studi Tantra selalu ditemukan manuskrip penting di India yang sebelumnya hilang yang bisa memberi penerangan terhadap diaspora pemikiran Tantra. Misalnya korpus manuskrip Siddhantatantra.

Bertolak dari penemuan-penemuan dan pembahasan terbaru manuskrip-manuskrip kuno Syiwaisme, Acri menunjukkan paralelisme-paralelisme tema teks Syiwais di Bali dengan Syiwaisme Asia Selatan. Membaca buku Acri, kita seolah-olah disuguhi pengetahuannya yang langka. Ia, misalnya, bisa menunjukkan unsur-unsur teks Bali, Jnanasiddhanta, dengan sebuah teks Siddhantatantra Nepal abad ke-9. Dengan cara perbandingan demikian, Acri juga membedah secara doktrinal hal-hal yang diyakini masyarakat Bali. Misalnya visual-visual rerajahan di Bali.

Di Bali, amatlah mudah ditemukan gambar rajah yang secara visual menampilkan bagian organ tubuh yang dibubuhi aksara-aksara mantra untuk keperluan ritual. Dalam rajah, organ otak, laring, langit-langit mulut, tenggorokan, jantung, ginjal, limpa, paru-paru, empedu, dubur, penis, dan sebagainya memiliki aksara mistis tersendiri. Dalam dunia akademis, hal demikian diistilahkan sebagai mistisisme alfabet atau mistisisme ortografis. Aksara-aksara di tiap organ tubuh adalah sejenis ibu huruf atau dewa-dewa huruf. Acri memperlihatkan muasal mistisisme alfabet demikian adalah apa yang dalam teks-teks Tantra India selatan abad ke-7-13 M disebut matrkanyasa atau penempatan unsur mantra simbolis Syiwa ke dalam tubuh. Acri memeriksa teks dari Bali, Purvaka, San Hyan Kamahayanikan, Ganapatitattva, dan Svaravyanjana, lantas mencari mana yang paling sesuai dengan cara penempatan aksara tubuh dalam teks Tantra Asia Selatan.   


Buku: Dari Siwaisme Jawa ke Agama Hindu Bali
Pengarang: Andrea Acri
Terbitan: Kepustakaan Populer Gramedia bekerja sama dengan École française d'Extrême-Orient
Tahun terbit: November, 2021
Jumlah halaman: 316


Cara kerja yang sama diterapkan Acri saat meneliti pemikiran yoga. Menurut Acri, yoga disebarkan ke Asia Tenggara selambat-lambatnya pada abad ke-7. Di Bali, teks yang berkaitan dengan yoga antara lain Jnanasiddhanta. Adapun di Jawa, menurut Acri, Kakawin Ramayana adalah teks tertua yang secara metaforis mendeskripsikan asanas (posisi tubuh) para pertapa. Tapi sejauh ini di Jawa teks yang paling lengkap mengetengahkan yoga adalah Dharma Patanjala, yang menjadi fokus disertasi Acri. Kitab ini disusun dalam bentuk dialog Syiwa dan putranya, Kumara. Di situ secara rinci filsafat Saiva Siddhanta dijelaskan. Di situ secara detail teknik-teknik yoga dalam teks-teks Tantra Asia Selatan juga dikemukakan. Teknik seorang yogi mengeluarkan nyawa melalui ubun-ubun, yang di India disebut Sadyotkranti, misalnya, menurut Acri, diulas secara mendalam.

Yang menarik adalah saat Acri membicarakan Kanda Mpat atau empat saudara kandung spiritual. Sampai sekarang masyarakat Bali percaya bahwa kita sedari lahir sampai wafat selalu ditemani empat saudara yang tak kelihatan, yaitu ari-ari atau plasenta, cairan ketuban, darah, serta tali plasenta atau pusar. Dalam tradisi Jawa, kita tahu Kanda Mpat populer dengan istilah sedulur papat lima pancer. Kakang kawah (kakak kita) adalah air ketuban, adi (adik) kita adalah ari-ari, dan getih (darah) serta puser (tali plasenta) saudara kita.

Andrea Acri. Dok Nalanda University

Dalam banyak keluarga Jawa zaman dulu diajarkan untuk setiap saat berdoa kepada sedulur papat ini agar mereka senantiasa menjaga kita. Misalnya: Marmarti kakang kawah, adi ari-ariari rewangono aku (Saudara laki dan perempuanku yang gaib, selaput kakakku, adikku tali ari-ari, bantulah aku). Di Jawa, puasa weton (puasa di hari kelahiran) dijalankan untuk menghormati sedulur papat ini. Di Bali, konsep Kanda Mpat bertingkat. Di tingkat dewa, keempat saudara kandung itu disebut Pancakusika. Mereka adalah Kusika, Garga, Metri, dan Kurusy. Menurut analisis Acri, konsep metafisis Kanda Mpat dan Pancakusika mungkin berasal dari konsep Saivisme Pasupata di India yang memiliki konsep lima serangkai murid Syiwa: Kusika, Gargya, Mitra, Kaurasya, dan Patanjala.   

Acri juga membaca bagaimana para penulis keagamaan Bali modern atau para reformis Hindu juga berupaya menautkan diri dan menafsirkan lagi pemikiran-pemikiran lama India. Risalah-risalah teologis dua cendekiawan Bali, Ketut Jelantik, yang wafat pada 1961, dan Gusti Ngurah Sidemen (Sri Resi Anandakusuma), yang meninggal pada 1992, adalah contohnya. Acri membedah buku Aji Sangkya karya Jelantik serta Rsi Yadnya Sankya dan Yoga karya Sidemen. Dia memperlihatkan keduanya menggunakan sumber-sumber tradisi Syiwa Jawa-Bali dan India Kuno untuk mengabsahkan tradisi Syiwais Bali. Bagi Acri, hal ini menunjukkan adanya suatu ketakterputusan yang kreatif antara literatur Bali-Jawa Kuno, India selatan, dan basis pemikiran modern Hindu Bali sekarang. Buku Acri, karena itu, berbicara tentang sebuah kesinambungan dan dinamika pemikiran mengenai Syiwa di Bali yang sangat panjang.

SENO JOKO SUYONO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus