Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Linggis Kuning dan Paranoia Riri Riza

Sutradara Riri Riza menggarap film bergenre thriller pertamanya: Paranoia. Pengambilan gambar dilakukan di tengah masa pandemi.

6 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Riri Riza untuk kali pertama mengeksplorasi genre thriller

  • Syuting Paranoia dilakukan saat pandemi di area terbatas

  • Paranoia dibintangi Nirina Zubir, Lukman Sardi, dan Nicolas Saputra

PABRIK adrenalin ini dibangun sutradara Riri Riza dan produser Mira Lesmana sejak tahun lalu. Film ini menggasak nyali tak hanya bagi kita penonton, tapi juga bagi Riri sendiri karena Paranoia adalah film pertamanya yang bergenre thriller. Sebelum ini, jejak Riri dalam ranah penyutradaraan berputar pada drama-drama dengan ciri yang “kebetulan” mirip: tentang persahabatan, konflik keluarga, juga problem ruang dan sosial. Tentu kita ingat Bebas, Ada Apa Dengan Cinta?, Petualangan Sherina, juga Laskar Pelangi. Hampir semua film Riri mencetak hit. Bahkan tiga di antara belasan film itu masuk daftar 20 film Indonesia terlaris. Lantas kali ini, saat Riri meninggalkan zona nyamannya dan meracik Paranoia, akankah film yang bakal tayang di bioskop pada 11 November mendatang tersebut sama benderangnya?

Menjadi persoalan tersendiri ketika ide Riri datang di tengah masa pandemi. Tak semata karena bioskop bolak-balik ditutup, sementara film thriller alangkah sedapnya bila dinikmati di layar lebar. Namun pastinya ini membutuhkan strategi khusus dalam pengambilan gambar. Belum lagi urusan latar tempat dan interaksi antarpemain. Dapatkah keterbatasan-keterbatasan itu diatasi Riri, walau tak bisa dimungkiri, tak sedikit film thriller tetap asyik walau berlatar tempat yang terbatas. Siapa tak gentar menahan ketegangan yang terbangun “hanya” dari sebuah rumah ataupun desa kecil, seperti dalam A Quiet Place, Panic Room, 10 Cloverfield Lane, ataupun Signs? Dalam ruang gerak film yang itu-itu saja, jantung kita sebagai penonton bisa saja dibuat morat-marit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nicholas Saputra dalam Paranoia. Miles Film

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembatasan jarak sosial membuat pengambilan gambar Paranoia dilakukan di ruang terbatas dari dua vila di Bali. Untuk itu, Riri memanfaatkan penempatan kamera untuk menghasilkan ragam tempat, seolah bertualang ke mana-mana. “Kami harus memanfaatkan semua yang ada dalam radius 12 kilometer dari vila. Jadi kami mengeksplorasi sudut pandang kamera agar semua adegan seakan-akan diambil di banyak tempat. Padahal sebenarnya itu dilakukan di sekitar vila juga. Baik itu adegan saat mobil berjalan, penjara, maupun rumah tokoh Dina dan Gion, itu ada di tempat yang berdekatan,” ucap Riri dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 4 November lalu.

Ilustrasi ketegangan itu diramu lewat kepanikan Dina (diperankan Nirina Zubir), ibu dari Laura (Caitlin North-Lewis). Alkisah Dina, seorang pekerja pariwisata di Bali, mesti kabur sejauh-jauhnya dari sang suami, Gion (Lukman Sardi). Mulanya hidup Dina tenang saja karena Gion mendekam di penjara. Namun pada awal pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar tahun lalu, kita tahu pemerintah membebaskan sejumlah narapidana. Kengerian ini yang kemudian menjebak tokoh Dina—juga masyarakat kita—dalam situasi tegang dan mengutuki ketidakberdayaan. Ketika itu pun di media sosial tak sedikit orang menyumpahi kondisi gelap dan getir ini. Sudah malang tertimpa pandemi, masih pula narapidana dibebaskan dan menambah kecemasan.

Produser Paranoia, Mira Lesmana, mengaku filmnya memang berangkat dari keresahan sebagian dari kita saat awal masa pandemi. Kegelisahan akan suatu wabah yang tak terlihat dan belum dikenal sebelumnya menjadi pemantik frustrasi yang sahih. Begitu pun Dina yang parno alias paranoid karena Gion keluar dari bui dan memburunya. Dina ketakutan lantaran dulunya Gion dijebloskan ke penjara karena melakukan kekerasan dalam rumah tangga padanya. Selain itu, ada barang berharga milik Gion yang karena satu hal terbawa oleh Dina. Merasa frustrasi, Dina membawa Laura kabur ke sebuah vila terpencil di Bali. Di tempat persembunyian itu, Dina dan Laura berkenalan dengan Raka, lelaki yang tinggal di kompleks vila yang sama.



Latar belakang tokoh yang misterius menjadi bekal lumayan untuk membawa ketegangan ke permukaan. Namun, di satu sisi, minimnya informasi soal mereka justru meninggalkan lubang yang cukup mengganggu saat penonton keluar dari bioskop. Bahkan karakter Gion sebagai tokoh utama pun tetap kelabu hingga akhir film. Siapa sih sebenarnya sosok ini? Begitu pun sosok Raka (Nicolas Saputra), yang membawa dentuman romansa di tengah segala kericuhan di vila. Apakah dia hadir sekadar untuk membikin tokoh utama keblinger karena parasnya, ataukah dia juga—ini tetap harus menjadi rahasia sampai akhir—monster yang mesti diwaspadai keberadaannya? Rasa penasaran kita akan sosok Raka diwakilkan Laura, yang dikisahkan bernyali tinggi. Saking tak kenal rasa takut, Laura bahkan cuek saja berjingkat di dekat jendela rumah Raka untuk mengintipnya.

Jalinan ketegangan dalam Paranoia dibumbui sengkarut rumah tangga Gion dan Dina. Petaka itu disulut sosok Gion yang abusif dan superior, sementara Dina adalah istri tak berdaya dan tak berani melawan. Ketimpangan relasi ini kentara saat alur berjalan mundur ke waktu lampau, saat kekerasan fisik dan psikologis dialami berulang oleh Dina (yang dibawakan sepenuh hati oleh Nirina). Hantaman lahir-batin dari Gion itu membekas dan menumpuk di pikiran Dina hingga membuatnya parno—dan mendapat julukan seperti itu di buku kontak putri kandungnya. Ia mewakili realitas kondisi korban kasus kekerasan dalam rumah tangga, yang barangkali mengalami gangguan psikologis karena deraan luka traumatis.

Lukman Sardi dalam Paranoia. Miles Film

Narasi soal KDRT dan paranoia Dina pada awalnya masuk akal, sebelum ia berjumpa dengan Raka. Ya, Raka memang tampak seperti pria baik-baik yang (kebetulan) visualnya meneduhkan. Namun, kembali pada masa lalu Dina dan paranoia yang menetap lama di pikirannya, wajarkah bila dalam beberapa hari saja ia menaruh rasa percaya pada lelaki yang tak jelas asal-usulnya? Wajarkah bila Dina bahkan membuka diri terhadap Raka yang misterius, sementara ia tahu di saat yang sama Gion masih bernafsu memburunya?

Segala kemungkinan itu pastinya bakal berputar di sepanjang film. Kita akan mempertanyakan banyak hal, cemas, dan bahkan berkeinginan menyelamatkan Dina dan Laura saking gemasnya ingin kabur dari tempat persembunyian itu. Situasi gawat yang dialami Dina dan Laura ini kian terbangun oleh resep klasik film thriller: musik dan lagu yang mendebarkan, mesin mobil yang mendadak saja ngadat tak bisa dinyalakan, lolongan anjing, pemeran antagonis yang semaput tapi akhirnya balik menyerang, hingga peranti rumahan yang berfungsi ganda sebagai senjata dadakan. Setelah menonton Paranoia, kita bisa jadi bergidik ataupun getir bila melihat ketel dan linggis kuning di depan mata. 

Miles Film

Paranoia

Sutradara: Riri Riza
Produser: Mira Lesmana (Miles Production)
Pemain: Nirina Zubir, Lukman Sardi, Nicolas Saputra
Rilis: 11 November 2021

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus