Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Film Spencer bukan sebuah tafsir konvensional dari kehidupan Putri Diana.
Film ini mencoba menyelami suasana batin Diana.
Kristen Stewart tampil cemerlang memerankan Putri Diana.
DESEMBER 1991. Ini adalah hari-hari menjelang Natal. Bagi Putri Diana (Kristen Stewart), tiga hari di Sandringham, Norfolk, Inggris, yang dingin menggigit itu sama saja seperti terjun ke api neraka. Film ini dibuka dengan adegan Putri Diana yang gelisah mengendarai mobil sendirian menuju Sandringham sembari memegang peta. Diana tersesat. Berhenti di sebuah rumah makan, Diana mengabaikan mulut yang menganga dari para pengunjung. Diana bertanya dengan sikap santai ihwal arah menuju Sandringham, kawasan milik ibu mertuanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film Spencer ini memang bukan sebuah tafsir konvensional kehidupan Diana Spencer, nama asli Putri Diana (1961-1997) yang hidup dan matinya sangat tragis itu. Beberapa kali kisah Diana ditampilkan dalam bentuk serial ataupun film berupaya mengangkat sekelumit atau sebagian besar kehidupannya. Namun baru kali ini seorang filmmaker berusaha menggali pendalaman batin Diana pada saat dia akhirnya memutuskan berpisah dengan suaminya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibatnya, sutradara Pablo Larraín (sebelumnya dia juga menyutradarai Jacky yang diperankan oleh Natalie Portman) dan penulis skenario Steven Knight menggunakan lisensi kreatifnya selebar mungkin. Mereka menyebut film ini sebagai “a fable from a true tragedy”, sebuah fabel (yang terinspirasi) oleh tragedi nyata.
Penggunaan terminologi “fabel” oleh Larraìn adalah pilihan unik. Maka dengan penuh kesadaran Larraìn menciptakan berbagai adegan fiktif, dialog fiktif, dan monolog fiktif yang digabungkan dengan peristiwa nyata. Semua itu diperoleh bukan saja dari media, tapi juga melalui pernyataan Putri Diana dan Pangeran Charles dalam wawancara masing-masing yang berekor pada perceraian.
Adegan dalam Spencer. imdb
Tiga hari perayaan Natal di Sandringham yang penuh siksaan bagi Diana itu tentu saja tak membutuhkan latar belakang kisah ataupun adegan kilas balik lagi. Penonton sudah dianggap paham bahwa itu adalah saat-saat Diana mengetahui hubungan Pangeran Charles dan Camilla Parker-Bowles—di dalam film cukup diperlihatkan Camilla hadir pada pagi Natal di antara para tamu. Charles pun secara implisit menunjukkan dia mengetahui hubungan Diana dengan James Hewitt ketika mempersoalkan keterlambatan Diana, “mungkin ada orang lain yang membuatmu terlambat”.
Segala yang implisit dan dialog dengan subteks yang bercampur dengan sindiran halus adalah gaya para anggota kerajaan. Bahkan keluarga kerajaan sangat anti-drama hingga mereka harus menjahit tirai-tirai jendela kamar Diana agar papparazi tak bisa memotretnya dengan lensa mereka yang luar biasa panjang itu.
Diana juga dengan ketat diawasi oleh seorang pensiunan militer, Major Alistair Gregory (Timothy Spall), yang mengikuti dari dekat “tingkah” sang Putri, termasuk keinginan impulsifnya menyelinap keluar istana untuk mampir ke rumah masa kecilnya. Ini tentu saja bagian fiktif dari film ini; juga munculnya seorang anggota staf perempuan, Maggie (Sally Hawkins), yang dipercaya oleh Diana.
Yang ditekankan oleh sutradara Larraìn sebetulnya bukan fakta-fakta sejarah atau ucapan nyata, melainkan sebuah tafsir: apa yang dirasakan oleh Diana di antara anggota keluarga kerajaan Inggris—yang sama sekali tidak berada di pihaknya, kecuali anak-anaknya—dan apa yang akhirnya mendorong Diana membebaskan diri dari semua kegilaan itu. Dengan memperlihatkan bagaimana Diana selalu memuntahkan makanan yang baru ditelannya, hubungan Diana yang mesra penuh pengertian dengan kedua putranya, atau perbedaan antara Charles dan Diana dalam mendidik kedua putranya, konflik internal di dalam dirinya lebih kentara.
Jack Farthing sebagai Pangeran Charles dalam Spencer . imdb
Bisa dikatakan karya Larraìn ini sebetulnya justru menjadi karya subversif bagi film lain tentang Diana atau serial yang mencurahkan simpati kepada keluarga kerajaan seperti The Crown.
Hal lain yang menarik dari film ini adalah karena Larraìn sengaja menghindar memberi panggung pada hal-hal berbau “murah”, seperti hubungan perselingkuhan pasangan ini. Pada akhirnya, problem utamanya adalah pasangan ini.
Sebuah Fabel tentang Diana
Kristen Stewart berhasil memperlihatkan dirinya sebagai aktris yang memiliki lapis-lapis baru dalam seni perannya. Dan mungkin dia berhasil menampilkan Diana yang paling meyakinkan dibanding para pemeran Diana lain. Jika dia diganjar nominasi Academy Awards tahun ini, dan memenanginya, Stewart boleh dibilang layak.
Hal yang perlu diperhatikan dalam film ini, selain seni peran Stewart, adalah scoring musik Jonny Greenwood, gitaris dan komposer dari band Radiohead yang kebetulan juga membuat scoring film The Power of the Dog (film karya sutradara Jane Campion yang masuk nominasi Film Terbaik Oscar tahun ini). Di dalam film ini, scoring Greenwood yang penuh nada minor memberikan rasa nyeri, dingin, sakit, dan menggigil—persis serta pas dengan suasana batin Putri Diana.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo