Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Tidak Ada Respons Spesial untuk Anak-anak Sambo

Benarkah alasan polisi tak menahan Putri Candrawathi karena dia mengasuh anak-anak Ferdy Sambo? KPAI menjawabnya.

3 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPAI menilai tak ada respons spesial terhadap anak pasangan Ferdy Sambo-Putri Candrawathi.

  • KPAI berkirim surat ke Dewan Pers, KPI, dan Kominfo untuk mencegah viralnya foto anak Ferdy Sambo-Putri Candrawathi.

  • KPAI meminta waktu bertemu sebelum memberikan layanan psikososial kepada anak Ferdy Sambo-Putri Candrawathi.

PEMBUNUHAN berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat oleh Inspektur Jenderal Ferdy Sambo melebar ke banyak hal. Putri Candrawathi, istri Ferdy, turut menjadi tersangka bersama para ajudannya karena diduga mengetahui perencanaan ataupun eksekusi polisi yang menjadi sopir pribadi Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI itu pada 8 Juli 2022. Salah satunya soal nasib dan perlakuan terhadap empat anak Ferdy Sambo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anak tertua Ferdy berusia 21 tahun dan termuda 1 tahun 6 bulan. Dengan alasan punya bayi di bawah lima tahun itu, Putri Candrawathi tak ditahan polisi. Dalam rekonstruksi pembunuhan di rumahnya pun Putri tak memakai seragam oranye tersangka dan diborgol. Perlakuan polisi ini memantik debat di media sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia pimpinan Seto Mulyadi dan Komisi Nasional Perlindungan Anak di bawah Arist Merdeka Sirait punya pandangan berbeda soal penanganan anak pasangan Ferdy-Putri tersebut. Kedua lembaga itu adalah lembaga swadaya masyarakat advokasi anak.

Bagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), lembaga negara, perbedaan pendapat itu bisa diminimalkan. “Kembalikan saja ke regulasi,” kata Ketua KPAI Susanto kepada wartawan Tempo, Abdul Manan, pada Jumat, 2 September lalu. “Kita enggak boleh punya pandangan subyektif.”

Menurut Susanto, perlindungan anak kian menjadi perhatian seiring dengan banyaknya kasus yang ditangani lembaganya. Dalam lima tahun terakhir, jumlah laporan kasus anak yang masuk ke KPAI di atas 4.000 per tahun: 2021 sebanyak 5.953 laporan, 2020 (6.519), 2019 (4.369), 2018 (4.885), dan 2017 (4.579).

Ia juga menjelaskan apa saja perlindungan yang bisa diberikan negara untuk anak yang mengalami situasi khusus, seperti perlindungan bagi anak-anak pasangan Ferdy-Putri.

Apa catatan KPAI soal pro-kontra perlindungan terhadap anak-anak Ferdy Sambo?

Ada beberapa catatan. Pertama, soal beredarnya foto keluarga yang di dalamnya ada anaknya. Dalam konteks perlindungan, usia anak dalam situasi demikian tentu tak boleh dipublikasikan identitasnya. Menurut Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, identitas anak, baik wajah, nama, maupun sekolahnya, tidak boleh dipublikasikan. Saat beredar foto yang diduga ada anaknya itu, termasuk di usia yang masih sangat kecil, KPAI menyampaikan kepada publik melalui sejumlah media untuk tidak memviralkan foto tersebut karena rentan menimbulkan masalah baru.

Masalah baru apa?

Mereka rentan dirisak, distigmatisasi, karena kondisi orang tuanya, sementara anak kan tidak berdosa dalam hal ini. Itu catatan kedua kami, yaitu ada kerentanan perisakan terhadap anaknya. Kami harus memastikan agar anaknya tidak mendapat segala bentuk perisakan, baik verbal, psikis, maupun yang lain, termasuk cyber bullying.

Catatan ketiga kami soal stigmatisasi. Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak mengatakan anak berhak mendapat perlindungan khusus karena kondisi orang tuanya. Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa anak harus mendapat perlindungan agar tak terstigmatisasi karena kondisi orang tuanya. Tentu konteksnya bukan karena anak FS, ya. Misalnya, ada beberapa kasus serupa yang pernah kami tangani.

Kasus apa yang mirip?

Terorisme, misalnya. Dalam kasus di Surabaya, kami intens menangani karena ibunya ditangkap polisi. KPAI bersama para pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Sosial, bekerja menangani kasus itu. Jadi tak boleh ada stigmatisasi karena kondisi orang tuanya.

(Kasus Surabaya merujuk pada peristiwa meledaknya bom di berbagai tempat di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, pada 13-14 Mei 2018.)

Siapa yang mengasuh anak bila orang tuanya masuk penjara?

Dalam hal orang tua sebagai pengasuh utama tidak memungkinkan melakukan pengasuhan terbaik bagi anaknya, regulasi kita memandatkan (agar mereka) diasuh oleh keluarga hingga derajat ketiga.

Dalam kasus Ferdy Sambo, bagaimana pengasuhannya?

Berkaca pada kasus lain juga. Tidak semata-mata untuk kasus FS. Jadi, kalau ada sebagian publik yang menyatakan eksklusif, terkait dengan kasus FS ini, tak boleh demikian. Ketentuan ini berlaku untuk semua. Aturan negara untuk semua, dari ujung Papua sampai ujung Aceh. Kita harus adil dalam memperlakukannya.

Banyak lembaga bicara soal perlindungan anak-anak Ferdy Sambo, sementara tidak ada imbauan untuk kasus lain....

Tidak bagi KPAI. Kami menerima aduan banyak sekali. Tiap hari ada 8-12 kasus pelaporan. Tahun 2021 sebanyak 5.953 laporan. Salah satu yang cukup menonjol adalah terkait dengan kasus keluarga dan pengasuhan. Kami punya data dua kelompok besar. Pertama, kasus pelanggaran hak anak. Kedua, kasus perlindungan khusus. Di perlindungan khusus ini ada tiga kasus dominan, yakni kekerasan fisik dan psikis, kekerasan seksual, pornografi dan cyber bullying. Kalau dalam pemenuhan hak, memang yang cukup tinggi adalah masalah keluarga dan pengasuhan, pendidikan, dan kesehatan. Dalam situasi Covid-19 sangat kompleks dampaknya. Misalnya ada rebutan pengasuhan, disfungsi pengasuhan, dan lain sebagainya.

Apa bukti keluarga Ferdy Sambo tidak diistimewakan?

Bisa dicek. Respons terkait dengan kasus (anak) cukup banyak oleh KPAI. Bukan hanya kasus anak FS. Jadi tidak ada eksklusivisme atau respons spesial terhadap anak FS.

Sejauh mana penanganan KPAI?

KPAI diberi mandat oleh Undang-Undang Perlindungan Anak. Di dalam undang-undang itu perlindungan khusus terhadap anak disesuaikan dengan konteks kasusnya. Perlindungan khusus anak korban stigmatisasi itu berupa pendampingan, rehabilitasi. Dalam hal anak korban terorisme, dengan pendidikan karakter, deradikalisasi, agar (mereka) mendapat ideologi positif untuk menganulir ideologi negatif yang mempengaruhi cara berpikirnya.

Ada 15 item anak yang bisa mendapat perlindungan oleh KPAI. Antara lain, anak dalam situasi darurat seperti korban bencana, korban perang, konflik sosial; anak korban perdagangan manusia; korban eksploitasi seksual; penelantaran. Tentu perlakuan antara kasus satu dan yang lain berbeda. KPAI dalam konteks ini mandatnya pengawasan. Eksekutorial ada di instansi lain yang memang memiliki kewenangan. Contohnya rehabilitasi terhadap anak korban pelaku (kejahatan) bukan kewenangan KPAI, tapi kewenangan unit pelaksana teknis daerah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak untuk memastikan anak mendapat penanganan secara tuntas.

Dalam kasus anak Ferdy Sambo, KPAI mulai memonitor sejak kapan?

Pertama, pada saat kami lihat fotonya beredar. Kami sampaikan imbauan ke publik pada 28 Juli 2022 agar tidak memviralkan foto keluarga. Kedua, kami bersurat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar memblokir konten yang diduga menampilkan foto anak yang bersangkutan. Ketiga, kami bersurat ke Dewan Pers agar media tidak melakukan publikasi yang mengungkap identitas anak. Keempat, kami bersurat ke Komisi Penyiaran Indonesia agar media elektronik tidak mengekspos anak yang bersangkutan.

Apa yang paling dikhawatirkan KPAI sehingga sampai meminta pemblokiran konten?

Mandat undang-undang. Anak dalam kondisi demikian tak boleh dipublikasikan identitasnya. Kalau tak diblokir, khawatir bisa menimbulkan kerentanan baru, bisa mengganggu atau menghambat tumbuh-kembang mereka. Di luar kasus FS ini, ada ayahnya yang tertangkap KPK, misalnya. Teman anak itu di sekolah mengatakan, “Aku tadi melihat kamu di TV.” Itu kan bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi si anak, padahal yang ditangkap orang tuanya. Anaknya tidak tahu-menahu.

Apa sebenarnya dampak berbahaya dari stigmatisasi terhadap anak?

Stigmatisasi itu menimbulkan beberapa dampak. Pertama, tentu rentan berdampak secara psikologis. Orang kalau sudah terkena dampak psikologis tentu bisa menimbulkan dampak lain. Contoh, saat sekolah, dia merasa tidak nyaman. Dia kemudian tidak nyaman berinteraksi dengan teman karena terstigma kondisi orang tuanya. Tentu saja ini berpengaruh bagi prestasi akademik, capaian pembelajaran, kepemimpinan, keterampilan sosial anak, dan sebagainya. Bagaimana jika prestasi akademiknya, semangat belajarnya, keterampilan sosialnya melemah? Kan, berpengaruh bagi masa depannya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, bersama pelajar di sebuah perpustakaan sekolah di Depok, Jawa Barat, 3 September 2022/TEMPO/Febri Angga Palguna

Apakah ada yang sampai berhenti bersekolah karena dirisak?

Bahkan ada yang hingga pindah sekolah karena tidak nyaman.

Kasus anak Ferdy Sambo ini kontroversial karena polisi tidak menahan Putri Candrawathi dengan alasan dia harus mengasuh anaknya.

Yang pasti proses hukum silakan berjalan sesuai dengan regulasi. Kami tentu tidak mempengaruhi proses hukum. Kami concern pada konteks perlindungan anak. Di Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 disebutkan pengasuhan anak itu oleh keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas ke bawah sampai derajat ketiga. Kalau memang karena pengasuh utamanya tidak memungkinkan, ibunya sebagai pengasuh utama tak memungkinkan melakukannya, kembalikan ke ketentuan peraturan pemerintah itu.

Jadi alasan polisi tidak relevan?

Saya tak mau berkomentar.

Apakah polisi meminta pendapat KPAI dalam kasus seperti ini?

Tidak ada.

Yang juga kontroversial adalah adanya perbedaan pendapat di antara lembaga yang menangani anak soal pengasuhan ini. Apa KPAI berkoordinasi dengan mereka?

Kami memang sering berkomunikasi dan berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan. Dan juga membuat beberapa forum dalam upaya pemajuan perlindungan anak, membahas kasus-kasus anak, misalnya melihat tahun ini trennya apa. Kami juga sering berkomunikasi dengan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam beberapa kasus. Hemat kami begini. Kalau terjadi perbedaan pandangan, kembalikan saja ke regulasi. Kami enggak boleh punya pandangan subyektif. Pandangan kami adalah mandat normatifnya dalam undang-undang. Kembalikan ke situ sehingga bisa meminimalkan perbedaan pandangan.

Apakah ada rencana memberikan bantuan psikososial untuk anak-anak Ferdy Sambo?

Akan kami pastikan kondisinya seperti apa lebih dulu. Kami sudah bersurat (kepada mereka). Kami ingin memastikan kondisinya. Setelah itu, baru akan kami putuskan apa yang bisa dilakukan sebagai tindak lanjutnya.

Ada prasyarat khusus untuk memberikan layanan ini?

Eksekusi ada di mitra di unit pelaksana teknis dan unit pelaksana teknis daerah. Yang pasti kami melihat kondisi anak dulu. Kami lihat seperti apa kondisinya, baru kami tindak lanjuti apakah memang diperlukan (layanan) itu. Kalau, misalnya, diperlukan, melibatkan instansi apa. Itu tentu harus kami lihat kondisi anaknya. Kami tak bisa mengira-ngira dulu.

Bagian mana yang perlu diperbaiki dalam layanan perlindungan terhadap anak ini?

Memang untuk sejumlah kasus terkait dengan penanganan korban, termasuk anak jadi pelaku, ada sejumlah catatan. Pertama, terkait dengan tingkat ketuntasan tadi. Kami survei di 23 daerah, itu baru sekitar 48,3 persen yang tuntas rehabilitasi terhadap anak korban. Masih ada sekian pekerjaan rumah kami yang memang harus kami pastikan agar benar-benar tuntas. Ada kendala di lembaga layanan. Misalnya anggaran habis, tak bisa bayar psikolog. Kendala begitu ada juga.

Salah satu kasus menonjol adalah pelecehan di rumah aman anak di Lampung. Itu masalahnya di mana?

Yang pasti rumah aman itu harus aman untuk semuanya, sehingga yang harus dipastikan eksistensi lembaganya, sarana dan prasarana, dan sumber daya manusianya harus benar-benar terseleksi. Jangan sampai kemudian orang yang bekerja di rumah aman justru jadi tak aman buat anak kita. Screening-nya harus benar-benar ketat. Ingat kasus Lampung itu.

(Kasus di Lampung menjadi sorotan ketika ada anak korban pelecehan seksual yang mengalami pelecehan dari petugas rumah aman di sana pada Juli 2022.)

Apakah ada kasus serupa seperti di Lampung dan bagaimana mencegahnya?

Sejauh ini kasus Lampung itu yang cukup mencuat. Makanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 itu sangat tegas menyatakan bahwa orang yang bekerja di perlindungan anak yang melakukan tindakan kejahatan seksual ditambah 1/3 hukuman pidananya. Karena orang yang seharusnya melindungi justru jadi pelaku. Maka negara memberikan pemberatan. Ini bentuk ketegasan dan komitmen negara agar orang bekerja di rumah aman tidak main-main dengan kewenangannya.


Susanto

Tempat dan tanggal lahir:
Pacitan, Jawa Timur, 5 Mei 1978

Pendidikan

  • S-1 Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, Jawa Timur
  • S-2 Konsentrasi Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
  • S-3 Universitas Negeri Jakarta

Organisasi

  • Ketua Departemen Pengembangan Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Menengah Ikatan
  • Cendekiawan Muslim Se-Indonesia Pusat periode 2015-2020
  • Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Maarif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2015-2020

Pekerjaan

  • Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI), 2015-2017
  • Ketua KPAI, 2017-sekarang
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus