Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Akan Kami Percepat Regenerasi Pemain

Sanksi Badan Antidoping Dunia membuat bendera Indonesia tak berkibar di Piala Thomas. Lobi-lobi PBSI agar panitia mengizinkan lagu Indonesia Raya.

23 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Agung Firman Sampurna turun tangan setelah tim Piala Thomas Indonesia tidak dapat mengibarkan bendera Merah Putih di penyerahan Piala Thomas.

  • Agung melobi Badan Antidoping Dunia melalui Federasi Bulu Tangkis Dunia agar lagu kebangsaan Indonesia Raya dapat dikumandangkan.

  • Ia mengatakan regenerasi pemain terlambat dilakukan.

KABAR tak sedap itu menghampiri Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) Agung Firman Sampurna dua hari menjelang babak semifinal Piala Thomas 2020, Kamis, 14 Oktober lalu. Saat itu Badan Antidoping Dunia (WADA) telah menjatuhkan sanksi kepada Indonesia karena dinilai tidak mematuhi aturan pelaporan tes doping rutin. Menyadari sanksi itu bisa berdampak terhadap kelanjutan perjuangan tim bulu tangkis putra, Agung segera melobi WADA. “Kami berkomunikasi melalui BWF (Federasi Bulu Tangkis Dunia) dan mereka all out untuk itu. Alhamdulillah kita mendapat kesempatan,” kata Agung, 50 tahun, dalam wawancara khusus dengan Tempo di ruangan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Jumat, 22 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keesokan harinya, Anthony Sinisuka Ginting dan kawan-kawan sukses mengalahkan Cina di final dengan skor 3-0 dan merebut kembali Piala Thomas setelah 19 tahun Indonesia gagal menjadi kampiun. Akibat sanksi dari WADA, bendera Merah Putih gagal berkibar di atas podium dan digantikan dengan bendera PBSI. Lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, yang sebelumnya terancam tidak boleh diputar, akhirnya berkumandang di Ceres Arena, Aarhus, Denmark. “Saya mengerti kenapa masyarakat marah besar. Mereka ingin sama-sama berdiri, menyanyikan lagu ‘Indonesia Raya’, ikut menangis bersama. Tapi tidak bisa karena yang berkibar bendera PBSI,” ujar Ketua Badan Pemeriksa Keuangan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keberhasilan tim bulu tangkis putra tidak diikuti oleh tim putri karena kalah 2-3 oleh Thailand di babak perempat final. Agung mengatakan terhentinya langkah tim Uber Indonesia di perempat final menunjukkan masih ada persoalan dalam pengembangan pemain putri. Agung, yang menjadi nakhoda PBSI, menggantikan Wiranto pada November 2020, menengarai mandeknya regenerasi pemain sebagai salah satu penyebabnya. Dengan 17 ribu atlet aktif di penjuru Tanah Air, Agung menuturkan tim tepok bulu nasional semestinya tidak kekurangan bibit unggul. Apalagi pemusatan latihan nasional di Cipayung, Jakarta Timur, berlangsung sepanjang tahun.

Kepada wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi dan Irsyan Hasyim, Agung menceritakan strateginya dalam menghadapi sanksi WADA, regenerasi pemain, perbaikan struktur kepelatihan, pencarian sponsor selepas hengkangnya Grup Djarum, serta rencana menjadikan bulu tangkis sebagai cabang olahraga dengan nilai industri. Ia mengatakan PBSI telah menerapkan sport science untuk menjaring atlet potensial dan mendongkrak performa mereka.

Bagaimana PBSI melobi BWF hingga “Indonesia Raya” bisa tetap dikumandangkan saat penyerahan Piala Thomas?

Kami berkomunikasi melalui BWF dan mereka all out untuk itu. Alhamdulillah kita mendapat kesempatan. Awalnya ada empat sanksi. Itu ngeri banget. Pertama, tidak boleh mengikuti turnamen regional, kontinental, dan internasional. Kedua, tidak boleh menyelenggarakan turnamen regional, kontinental, dan internasional. Ketiga, lagu kebangsaan tidak boleh diperdengarkan. Keempat, bendera kebangsaan tidak boleh dikibarkan. Kami sudah mengatasi tiga yang pertama.

Apa yang Anda sampaikan kepada BWF tentang sanksi dari WADA?

Kami sampaikan situasinya kepada BWF. Saya bilang ke teman-teman BWF, “Anda ngomong dong ke WADA, enggak mungkin atlet bulu tangkis pakai doping atau steroid karena mengganggu stabilitas mental yang sangat penting di bulu tangkis.” Kalau olahraga fisik yang harus berangasan, mungkin, ya (pakai doping). Tapi bulu tangkis enggak bisa. Silakan saja dites.

Apakah PBSI akan mengetes doping semua atlet bulu tangkis nasional?

Kami membuka diri untuk dites. Setiap saat, setiap waktu.

Anda menyampaikan soal ini kepada para atlet?

Enggak. Mereka harus dijaga mentalnya. Kami minta anak-anak untuk konsentrasi. Ini hanya pembicaraan di rombongan ofisial dan manajer. 

Ketua Umun PBSI, Agung Firman Sampurna saat ditemui Tempo di Jakarta, 22 Oktober 2021. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Bagaimana reaksi Anda dan para atlet ketika mengetahui bendera Merah Putih tidak dapat dikibarkan saat penyerahan Piala Thomas?

Saya selain Ketua Umum PBSI juga Ketua BPK. Audit itu prinsipnya satu, substance over form. Substansi mengalahkan bentuk formal. Yang kami uji bukan berkas-berkas, melainkan substansinya. Apakah memang sesuai dengan kenyataannya, angkanya. Sama halnya dengan masalah bendera. Yang penting substansinya. Kalau para atlet menang, artinya Indonesia yang menang. Soal ritual, selebrasi tidak ada artinya kalau enggak menang. Merah Putih tidak berkibar di depan, tapi tetap berkibar di dada kita semua. Itu yang kami tanamkan kepada para atlet.

Apa persiapan tim Piala Thomas-Uber untuk mengembalikan mental pemain yang sempat jatuh setelah tersingkir oleh Malaysia di Piala Sudirman?

Kita kalah menyakitkan oleh Malaysia. Ginting kalah oleh Lee Zii Jia. Terlepas dari Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon ada masalah cedera, tapi mereka kalah oleh Soh Wooi Yik dan Aaron Chia. Itu kan juga agak sedikit enggak enak. Di sektor putra seharusnya bagus karena peringkatnya tinggi-tinggi. Kenapa mereka performanya enggak bagus? Kalah dengan peringkat 70, misalnya.

Apa penyebabnya?

Menurut saya proses kepelatihannya bermasalah. Karena itu, saya dan Pak Sekjen (Sekretaris Jenderal PBSI Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran) menyiapkan plan B. Kami mengirim Irwansyah (pelatih tunggal putra) ke sana. Begitu kami turunkan Irwansyah, semua proses kepelatihan kami pantau dari sini. Masak bermain net takut, smes takut, ya enggak main bulu tangkis, dong.

Persoalannya bukan teknis?

Ada teknisnya juga, strategisnya juga. Ada beberapa di antaranya tidak bisa saya ceritakan. Tapi paling tidak itu yang kami lakukan. Kami turunkan Irwansyah ke sana. Kemudian Irwansyah mengambil alih proses lead coach. Pelatih-pelatih tetap di sana, tapi dipimpin oleh Irwansyah dan langsung di bawah pengawasan kami. Makanya hasilnya bagus.

Apa indikasi perubahannya?

Anda bisa melihat perubahan mental seorang Anthony Ginting ketika di Olimpiade dan Piala Sudirman, kan, lain sekali. Dia orang yang sangat berbeda. Demikian pula dengan atlet lain.

Sejak kapan rencana B disiapkan?

Kami memang sudah siapkan. Kalau di Piala Sudirman ada masalah, kami kirim (Irwansyah). Irwansyah sudah kami siapkan. 

Apa pertimbangannya ketika itu?

Saya enggak melihat di mana masalahnya anak-anak. Staminanya bagus. Anthony Ginting habis bertanding terus bertanding lagi. Tekniknya bagus. Teknik yang aneh-aneh itu dari Indonesia semua. Pukulan kedut dan segala macam. Berarti talentanya enggak ada masalah. Persoalannya adalah mental. Bagaimana mereka bisa nyaman ada di dalam satu tempat untuk bisa bertarung, mengeluarkan semua potensi yang dimiliki. Tidak lantas terbawa permainan lawan, takut melakukan serangan, gugup pada saat bertahan. Itu berarti harus ada pemimpin. Pemimpinnya adalah pelatih. Sama halnya sepak bola, pelatihnya teriak-teriak dari pinggir lapangan, seperti Sir Alex Ferguson. Karena dia yang memimpin.

Apakah selama ini proses kepelatihan tidak berjalan baik?

Proses kepelatihan berjalan. Cuma kelihatannya ada hal-hal yang perlu kami sesuaikan. Ada bagian-bagian tertentu yang enggak bisa saya sampaikan. Saya mengetahui teman-teman (atlet) juga sudah berusaha. Tapi dari Olimpiade saya sudah melihat ada masalah. Dari situ kami identifikasi dan nanti kami evaluasi lagi di sini.

Benarkah selama ini para pemain tidak bisa bermain lepas?

Betul. Mereka enggak main lepas, ragu-ragu, akhirnya gugup. Kan orang itu ada dua, kalau enggak gugup ya moody. Anthony Ginting kan orangnya moody. Kalau stamina bagus. Saya mimpinya bulu tangkis bisa menyumbangkan tiga medali emas waktu Olimpiade. Tapi kita kalahnya bukan sama pemain yang besar-besar ya, terlepas dari Kento Momota. Saya melihat Indonesia saja, “Oh, ini ada masalah.”

Mengapa Irwansyah yang dipilih?

Kemampuan orang untuk dijadikan pelatih itu sebenarnya dijadikan pemimpin kan. Dia bisa membuat anak-anak jadi tenang. Karena pada pertandingan apa pun orang tidak boleh terlalu banyak mikir. Beban pikiran atlet hanya ke tempat pertandingan, arenanya saja. Jangan ke mana-mana. Irwansyah bisa membuat suasana itu. Pelatih itu kan membimbing. Itu yang sebenarnya dibutuhkan dari seorang pelatih. Buat saya, tidak soal pengalaman, tapi mampu membimbing orang melalui masa-masa tersulitnya, apa yang harus dilakukan.

Dengan hasil positif di Piala Thomas, apakah strategi merombak sistem kepelatihan akan terus diterapkan?

Kita harus ada plan B. Yang bagus kan dari awal memang sudah terencana. Tapi ini situasi darurat dan kita ingin menang, dong. Kalau bagus pastinya semua yang disiapkan itu yang berjalan. Skenario terbaik. Tapi skenario terbaik kedua juga perlu.

PBSI dikritik karena kurang memberikan kesempatan bertanding kepada pemain-pemain muda di turnamen internasional sehingga mereka terlambat matang. Tanggapan Anda?

Kami terlambat menyiapkan pemain pelapis. Sebenarnya mau dimulai tahun ini, tapi semua turnamen ditumpuk. All England, Olimpiade, Thomas-Uber, dan Piala Sudirman. Kami terpaksa memberikan kesempatan kepada mereka yang paling besar kemungkinannya karena suka atau enggak suka mereka juga membawa nama bangsa. Tapi ke depan kami harus mempercepat regenerasi. Anda bisa lihat kan pemain-pemain Cina regenerasinya cepat sekali.

Para pemain pelapis sudah siap?

Ada. Berdasarkan sistem, kami bisa mendapatkan datanya satu tahun ini. Kami kumpulkan datanya, dianalisis, lalu kami bikin asesmen. Kami sedang menyiapkan pola asesmennya, termasuk penilaian untuk degradasi.

Apakah ada akselerasi untuk promosi dan degradasi pemain dari tahun-tahun sebelumnya?

Kalau degradasi, ya, enggak bisa diakselerasi. Mana yang kemudian sudah perlu didegradasi, ya, kami degradasi. Tapi kami lakukan dengan hati-hati. Jangan sampai degradasi menjadi ajang untuk membuang pemain. Enggak betul juga. Bagaimanapun Pelatihan Nasional Cipayung ada kapasitasnya yang juga mempertimbangkan mereka yang akan diturunkan untuk pertandingan-pertandingan profesional di tingkat internasional. Tapi untuk promosi, saya katakan bukan promosi, melainkan regenerasi. Itu mau kami dorong dan percepat. Di sektor tunggal putra, ganda, lalu di sektor putri juga perlu didorong. Greysia (Polii) katanya mau pensiun. Pak Presiden sampai bilang, “Jangan dulu, lah, tahun ini.” He-he-he.... Dia kan sudah punya bisnis sendiri, lini produksi untuk sepatu dia sendiri. Bagus sepatunya.

Greysia Polii tidak berminat menjadi pelatih?

Dia tidak mau menjadi pelatih. Mau berbisnis. Tapi kemampuan dan kepemimpinannya di lapangan harus dicari gantinya. Karena Greysia bukan cuma tenang, tapi dia juga memimpin. Nomor ganda harus ada pemimpinnya. Apriani (Rahayu) bagus mentalnya, staminanya juga bagus banget, tapi dia butuh pembimbing. 

Bagaimana dengan atlet pelapis untuk sektor putri?

Kalau yang putri sedang dilatih. Kita sudah punya Putri Kusuma Wardani, Ester Nurumi Tri Wardoyo. Memang kerjanya lebih banyak. Tapi ada harapan.

Bagaimana menggenjot pembinaan sektor putri yang ketinggalan jauh dari negara lain?

Karena regenerasinya terlambat, solusinya adalah kami percepat regenerasinya. Database-nya sudah ada, mereka akan diturunkan di pertandingan-pertandingan regional, kontinental, internasional untuk menaikkan peringkat dan meningkatkan jam terbangnya. Suasana membiasakan itu penting sekali untuk membentuk mental. Mental juga langsung membentuk kompetensinya. Tapi sekali lagi harus dipilih dan memilihnya jadi masalah karena dulu ada favoritisme. Kalau sekarang by system. Kami lihat datanya. Kami juga memakai sport science supaya terukur. Ada ahli ortopedi untuk melihat apakah atlet cedera, ahli gizi untuk meningkatkan stamina atlet, sampai psikolog untuk memantau mental pemain.

Anda rutin menyambangi Pelatnas Cipayung untuk mengamati latihan para atlet. Apa yang perlu diperbaiki dari sistem yang telah berjalan?

Kalau kita ingin organisasi maju, sistem harus ditegakkan. Tidak boleh lagi ada favoritisme. Kalau ada favoritisme, kan susah posisinya. Saya mendengar dulu ada beberapa pemain yang malas-malasan. Tapi karena dekat dengan pengurus, dekat dengan mungkin sekretaris jenderal (PBSI), mereka bisa malas-malasan. Di zaman saya enggak bisa. Atlet harus menunjukkan kemampuan, nanti dievaluasi. Yang mengevaluasi juga direkrut secara profesional. Olahraga ini hal baru buat saya. Saya tahunya cuma angka. Jadi semua terukur. Saya pintar kalau sudah ada angkanya, he-he-he….

Apakah bibit pemain unggul mencukupi?

Enggak ada masalah karena ada rekrutmen. Kita mempunyai 17 ribu atlet aktif. Jadi kita enggak kekurangan. Bulu tangkis Indonesia satu-satunya cabang olahraga yang pelatnasnya sepanjang tahun. Kita sudah punya bibit-bibit untuk jadi industri. Tinggal siapa yang kita percaya untuk diturunkan.

Seperti apa mekanisme rekrutmennya?

Salah satu visi saya adalah membangun sistem rekrutmen untuk mendapatkan talenta-talenta terbaik yang akan didorong terus berprestasi. Memang terlambat regenerasinya. Saya diwarisi dalam kondisi sudah ada gap.

Agung Firman Sampurna saat melepas tim Indonesia untuk Piala Sudirman 2021 serta Piala Thomas dan Uber 2020 di Pelatnas Cipayung, Jakarta Timur, 20 September 2021. Dok. PBSI

Apakah ada rencana merombak struktur kepelatihan?

Itu nanti kami evaluasi dulu. Kami sudah melihat sektor putri dan sudah diuji coba. Apa yang terjadi sudah kami perkirakan. Makanya pelatih yang dari awal kami tarik adalah Rionny Mainaky karena kami menganggap sektor putri yang lemah.

Apakah sanksi dari WADA berdampak terhadap regenerasi pemain?

Enggak. Tapi selama satu tahun Anda enggak melihat bendera Merah Putih berkibar di kejuaraan bulu tangkis. Anda melihatnya bendera PBSI, he-he-he....

Sejauh mana sponsor berperan terhadap pengembangan pemain?

Kalau, misalnya, enggak ada pandemi, sebenarnya sponsor, ya perlu sih perlu, tapi enggak penting-penting banget karena kami corporate branding. Jangan kemudian dibikin charity. Kan dulu ketergantungan dengan sponsor tunggal. Enggak bagus itu. Organisasi jadi enggak sehat.

Dari mana pendanaan untuk turnamen setelah Grup Djarum hengkang?

Kami bikin corporate branding, siapa saja yang mau masuk silakan karena bulu tangkis olahraga yang laku. Dari badan usaha milik negara sudah masuk BNI (PT Bank Negara Indonesia) yang meminta kalau bisa kontraknya lima tahun, walaupun saya berikan empat tahun. Kemudian Kapal Api juga masuk.

Bagaimana mengatasi ketergantungan pelatnas pada Djarum yang berlangsung bertahun-tahun?

Sebenarnya kalau kita lihat juga enggak banyak-banyak amat ya. Frankly speaking itu cuma Rp 60 miliar per tahun. Itu sekarang sudah selesai sama dua sponsor (BNI dan Kapal Api). Tapi ada juga pertandingan-pertandingan yang banyak duitnya.

Apakah pendanaan dari BUMN dapat diandalkan untuk pengembangan pemain dalam jangka panjang?

Tergantung bagaimana kami mengelolanya. Apakah pengurus PBSI berhasil membawa bulu tangkis menjadi industri olahraga dan hiburan. Sejauh ini lumayan berhasil karena di broadcasting bagus. Kami bisa jualan juga. Saya ingin PBSI dibuat menjadi organisasi modern, bulu tangkis tumbuh menjadi industri, dan orang-orang profesional ada di situ. Jadi kami harus sungguh-sungguh.


AGUNG FIRMAN SAMPURNA | Tempat dan tanggal lahir: Palembang, 19 November 1971 | Pendidikan: Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya (1996); Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia (1998); Doktor Program Studi Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia (2011) | Karier: Fungsional Umum pada Pusat Kajian Manajemen Kebijakan Lembaga Administrasi Negara (2011-sekarang), Anggota III Badan Pemeriksaan Keuangan (2012-2013), Anggota V Badan Pemeriksaan Keuangan (2013-2014), Anggota I Badan Pemeriksaan Keuangan (2014-2017 dan 2017-Oktober 2019), Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (Oktober 2019-sekarang), Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (2020-2024) | Penghargaan: Bintang Mahaputera Nararya (2014), Piagam Tanda Kehormatan Bintang Kartika Eka Paksi (2019).

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus