Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Antara Douwes Dekker dan Henk Sneevliet

16 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Emile Schwidder
Menulis skripsi dengan topik "Indische Partij dan E.F.E. Douwes Dekker", bekerja pada Internationaal Instituut voor Sociaal Geschiedenis, Belanda

Peran penting Douwes Dekker adalah mendirikan Indische Partij (IP) pada 1912 di Bandung. Meski tak bertahan lama, IP diingat sebagai partai politik pertama di Hindia-Belanda. Dengan slogan "Indi voor Indir", IP dideklarasikan sebagai partai politik bagi semua kelompok etnis, untuk memperbaiki nasib orang Indo-Eropa, orang Jawa, dan bangsa lain yang tinggal di Nederlands-Indie.

Berbeda dengan Boedi Oetomo (BO), yang hanya berorientasi pada orang Indonesia, lebih spesifik lagi orang Jawa, pandangan Douwes Dekker ini baru dan asli. Sementara BO hanya merupakan gerakan sosial priayi Jawa, IP merupakan organisasi politik yang lebih luas, merangkul berbagai etnis yang ada di Nederlands-Indië, juga lebih radikal ketimbang BO.

Sneevliet tiba di Hindia-Belanda pada 1913, memelopori gerakan politik rakyat dengan basis teori Marxisme. Mula-mula dia mendirikan Indische Sociaal Democratische Partij (ISDP). ISDP merupakan cikal-bakal Partai Komunis Indonesia (PKI), yang lahir pada 1920-1921. Tapi Sneevliet sudah tidak di Hindia-Belanda saat PKI dibentuk. Dia meninggalkan Nederlands-Indië pada 1918, pulang ke Belanda, lalu ke Moskow. Dari Moskow, ia pergi ke Cina dan di sana ikut ambil bagian mendirikan Partai Komunis Cina pada 1921.

Indische Partij dan ISDP seolah-olah merupakan manifestasi dari karakter Douwes Dekker dan Sneevliet. Sementara Douwes Dekker adalah aktivis yang progresif, Sneevliet teoretikus. ISDP dan IP berhubungan dan Sneevliet kerap mengkritik Douwes Dekker, yang menurut dia telah membuat gerakan politik tanpa teori, atau teorinya sangat samar-samar sehingga lebih bersifat praktis. Meski demikian, Sneevliet mengakui IP lebih radikal dibanding ISDP. Ini karena jiwa Douwes Dekker yang penuh perlawanan. Semangat perlawanan ini terutama ditanamkan kepada keturunan Indo-Eropa, yang kecil jumlahnya, dan orang-orang Indonesia yang menjadi pengikut Insulinde.

Yang pertama-tama menjadi perhatian Douwes Dekker adalah perbaikan nasib keturunan Indo-Eropa di Hindia-Belanda. Berikutnya baru nasib orang-orang Jawa yang bekerja sebagai petani, buruh, dan sebagainya. Tapi IP tidak diakui pemerintah Hindia-Belanda lantaran statuta atau anggaran dasar IP terlalu radikal. Pemerintah menganggap IP berbahaya—apalagi tujuan utamanya memerdekakan Nederlands-Indië untuk memperbaiki nasib masyarakat.

Douwes Dekker menegaskan harus ada emansipasi di antara setiap warga masyarakat penghuni Nederlands-Indië. Dalam menggerakkan IP, ia menggabungkan berbagai teori—yang menurut Sneev­liet samar-samar itu—termasuk mengembangkan ide soal kepemimpinan partai. Ia melihat hal-hal yang kurang baik di satu pihak tapi baik di pihak lain, dan semua itu digabungkan menjadi satu. Dia sangat jelas Indo, tapi tahun-tahun belakangan mendeklarasikan diri sebagai orang Indonesia, karena ia lahir di Indonesia dan berpakaian Jawa.

Namun, bagi Douwes Dekker sendiri, gerakan Indische Partij lebih merupakan propaganda politik, bukan ideologi politik. Dia memang sangat baik dalam soal propaganda politik, terutama melalui tulisan yang diterbitkan di surat kabar dan pengorganisasian demonstrasi massal. Inisiatif Douwes Dekker ini telah menjadi contoh bagi banyak aktivis lain untuk melakukan hal yang sama, baik dalam tulisan maupun demonstrasi, tentang permasalahan sosial-politik.

Douwes Dekker seorang self-made man, otodidak. Dalam hal ini, dia sama dengan Sneevliet. Sneev­liet, setelah menamatkan Hogere Burger School, tidak melanjutkan sekolah. Di Belanda, dia sering terlibat gerakan sosialis. Datang ke Hindia-Belanda, dia mula-mula bekerja untuk Kamer van Koophandel (Kamar Dagang) di Semarang. Lalu ia aktif dalam politik, menjadi pemimpin Serikat Buruh, dan mendirikan ISDP.

Sneevliet hanya tinggal sebentar di Nederlands-Indië, sedangkan Douwes Dekker lebih lama, bahkan dikuburkan di sini. Saya tidak ingin mengatakan Douwes Dekker lebih tahu tentang Nederlands-Indië. Yang jelas, Sneevliet orang Belanda kasar, sedangkan Douwes Dekker bergaul baik dengan sesama orang Indonesia dan dengan orang-orang Jepang.

Tapi keduanya memiliki ketertarikan yang sama, yaitu pada orang-orang Jawa, dan tidak mengisolasi gerakan mereka hanya pada kelompok terbatas. Dengan IP-nya, Douwes Dekker, misalnya, bekerja sama dengan BO. Efek dari langkah ini, dalam waktu singkat IP tumbuh menjadi gerakan yang besar. Sneevliet, di sisi lain, bekerja sama dengan Sarekat Islam, supaya massanya lebih banyak. Sebenarnya Sneevliet menentang Sarekat Islam, karena bukan Marxis. Tapi ia melihat adanya potensi dalam Sarekat Islam Merah untuk menjadi akar bagi PKI. Bagi Sneevliet, ini jalan masuk ke politik. Belakangan, ketika dikirim oleh Komintern ke Cina, Sneev­liet mengulang taktiknya di Hindia-Belanda dengan mencoba bekerja sama dengan Kuomintang pimpinan Sun Yat-sen.

Dalam hal tulisan, keduanya juga berbeda. Secara kualitas, saya tidak dapat menilainya dengan baik karena terlalu sedikit tulisan mereka yang saya baca. Tapi, yang pasti, tulisan Sneevliet banyak mengandung teori, sedangkan isi tulisan Douwes Dekker lebih berdasarkan praktek. Douwes Dekker bisa menulis cerita menarik, tapi juga dapat memberikan emosi dalam tulisannya.

Paul W. van der Veur, yang menulis The Lion and the Gadfly, memandang rendah ideologi politik Douwes Dekker. Ini antara lain karena secara teoretis dia sangat lemah. Tidak ada struktur yang jelas pada gerakan politiknya, juga pada partai. Dia lebih antusias sebagai aktivis.

Namun saya tidak melihat penilaian tentang itu penting. Yang penting menurut saya adalah Douwes Dekker sebagai propagandis yang mempropagandakan masa depan Hindia- Belanda dan kemerdekaan Indonesia. Jadi, ada perbedaan yang sangat besar antara ideologi politik dan propaganda politik. Dia tidak mempunyai arah ideologi politik. Ideologi tidak penting bagi Douwes Dekker. Yang lebih penting adalah propaganda politik. Dan justru karena itu, dia dianggap telah mengembangkan gerakan nasionalisme di Nederlands-Indië.

Sukarno mengakui Douwes Dekker sebagai "bapak" politiknya. Barangkali ini benar. Saya percaya bahwa Douwes Dekker sering berbicara dengan Sukarno dan bahwa Sukarno mengagumi Douwes Dekker. Itu sebabnya, pada 1947, Douwes Dekker diangkat menjadi menteri negara dan penasihat Sukarno. Karena tidak berperan lagi dalam gerakan nasional seperti dilakukannya ketika membentuk IP, ia menerima pekerjaan terhormat itu.

Sneevliet datang dari keluarga miskin, sedangkan keluarga Douwes Dekker tidak miskin. Tapi saya kira keduanya mendapat gagasan politik yang melampaui zamannya lantaran mempunyai rasa sosial, karena tertarik pada nasib orang lain. l

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus