Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi:
Kami Sediakan Pilihan Vaksin
MAHKAMAH Agung memutuskan pemerintah agar menyediakan vaksin halal untuk muslim. Siti Nadia Tarmizi menyatakan pemerintah telah memenuhi kewajiban itu dan akan tetap menggunakan merek vaksin yang beredar saat ini. Berikut ini petikan wawancara Siti pada Kamis, 12 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana Kementerian Kesehatan menyikapi isu vaksin halal?
Kami hanya di ranah kesehatan dan penanggulangan pandemi. Dari kacamata itu, semua vaksin pada dasarnya baik. Terbukti saat ini pandemi mulai terkendali setelah program vaksinasi berjalan. MUI (Majelis Ulama Indonesia) pernah menyampaikan vaksin apa pun boleh, yang nonhalal sifatnya mubah. Jika melihat negara-negara Islam, mereka juga pakai vaksin yang tidak bersertifikat halal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa sikap Kementerian terhadap putusan MA?
Kewajiban kami mengikuti putusan MA. Kami sediakan vaksin halal. MUI menyatakan Sinovac halal. Sebanyak 60-70 persen vaksin yang kita pakai adalah Sinovac. Tadinya kami fokuskan Sinovac untuk vaksinasi anak dosis 1 dan 2. Kini kami gunakan juga untuk booster. Kami sediakan pilihan vaksin. Masyarakat yang nyaman dengan Sinovac silakan menggunakan.
Ada peningkatan permintaan vaksin Sinovac?
Ada, tapi tidak banyak. Tidak sampai 10 persen. (Baca: Lobi Pemerintah Mengegolkan Fatwa Halal Vaksin AstraZeneca)
Kabarnya stok vaksin sekarang mendekati kedaluwarsa?
Iya. Vaksin yang ada sekarang stok dari lima bulan lalu.
Apa solusinya?
Mempercepat penggunaannya. Vaksin yang ada di daerah dengan tingkat kebutuhan rendah kami salurkan ke daerah yang berkebutuhan tinggi.
MUI juga menyatakan Zifivax halal. Kenapa Zifivax tidak digunakan?
Pertama, kami perlu segera menghabiskan stok Sinovac sebelum kedaluwarsa. Kedua, penambahan penggunaan merek baru akan membuat masyarakat bingung. Secara teknis juga menjadi kendala karena beda merek menyebabkan beda metode, beda dosis, beda penerapan.
MUI membolehkan vaksin nonhalal pada kondisi darurat. Saat ini masih darurat?
Konteks darurat adalah ancaman nyawa. Saat ini kasus dan angka kematian menurun. Tapi apakah sudah aman, itu yang kita belum tahu.
Baca: Wawancara Ketua BPOM yang menyebutkan vaksin AstraZeneca tidak mengandung babi
Ketua Umum Yayasan Konsumen Muslim Indonesia Ahmad Himawan:
Hak Kami Mendapat Vaksin Halal
Ahmad Himawan di Tebet, Jakarta Selatan, 13 Mei 2022. TEMPO/ Faisal Ramadhan
YAYASAN Konsumen Muslim Indonesia (YMKI) menggugat Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Berkeinginan mendapat vaksin halal, lembaga yang berdiri pada Januari 2022 itu membantah berupaya mengegolkan merek tertentu. Berikut ini petikan wawancara Tempo dengan Ketua Umum YMKI Ahmad Himawan pada Jumat, 13 Mei lalu.
Apa latar belakang Anda mengajukan permohonan uji materi ke MA?
Kami bukan kelompok penolak vaksin, tapi kami berhak mendapat vaksin halal. MUI sudah lama mengeluarkan fatwa halal terhadap sejumlah vaksin. Tapi pemerintah tetap menggunakan vaksin nonhalal. Itu bertentangan dengan Undang-Undang Jaminan Produk Halal.
Siapa pencetus ide gugatan tersebut?
Ide itu kami sarikan dari sejumlah pertemuan, kajian, dan diskusi. Kami mengadakan focus group discussion yang melibatkan aktivis muslim, pengurus MUI Jakarta, pakar produk halal, juga perusahaan seperti Bio Farma dan Zifivax. Kami meminta pemerintah memberikan vaksin halal, tapi Kementerian Kesehatan tidak merespons. Kami menggugat ke MA dan menang.
Bukankah MUI pernah menyatakan bahwa vaksin nonhalal boleh digunakan pada masa darurat?
Menurut kami saat ini sudah bukan lagi darurat. Secara fikih Islam, konsep darurat itu syaratnya ketika tidak ada lagi pilihan. Saat ini sudah ada vaksin halal, bahkan ada yang siap memproduksi, sehingga konsep darurat tadi gugur. (Baca: Mengapa Banyak Vaksin Menggunakan Tripsin Babi dan Bagaimana Cara Membuatnya)
Negara Islam seperti Arab Saudi menggunakan vaksin yang tidak bersertifikat halal.
Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara lain, termasuk Arab. Kita kan punya mazhab sendiri-sendiri. Kalau mau berdaulat, kita harus punya sikap sendiri yang kita anggap benar.
Ada anggapan akan ada produsen vaksin yang diuntungkan dengan sikap YKMI.
Kami sama sekali tidak ada hubungan dengan perusahaan vaksin mana pun. Tidak ada aliran dana mereka ke kami. Silakan dicek. Kami hanya menuntut hak untuk mendapat vaksin halal. Kalau ada perusahaan yang diuntungkan, itu di luar urusan kami.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo