Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) bergerak cepat menuntut penggunaan vaksin halal.
YKMI mendekati fraksi-fraksi di DPR dan Majelis Ulama Indonesia terkait dengan penggunaan vaksin halal.
Putusan MA dianggap bisa membuka peluang penggunaan vaksin Zifivax.
MESKI belum resmi berdiri, Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) sudah bermanuver untuk mengegolkan vaksin halal. Pada 18 dan 19 Januari lalu, yayasan itu menggelar focus group discussion tentang vaksin Covid-19 yang halal bagi umat Islam di Sofyan Hotel Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif YKMI Ahmad Himawan mengatakan diskusi itu merupakan ancang-ancang untuk menggugat aturan tentang vaksin yang digunakan pemerintah ke Mahkamah Agung. “Sebelum menggugat ke MA, kami diskusi soal pentingnya vaksin halal dari sisi keilmuan dan syariat,” kata Ahmad kepada Tempo, Jumat, 13 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam diskusi tersebut, mereka mengundang petinggi Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Fuad Thohari; Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Zulham; serta perwakilan PT Bio Farma yang juga produsen Sinovac dan PT Jakarta Biopharmaceutical Industry (JBio) yang memproduksi vaksin Zifivax.
“Dari ulama dan akademikus, kami meminta masukan tentang kajian vaksin halal dari sisi keilmuan dan syariat,” ujar Ahmad. Sedangkan perwakilan Bio Farma dan JBio, kata Ahmad, diminta menjelaskan efikasi, kemampuan produksi, hingga harga jual vaksin mereka.
Sinovac dan Zifivax sama-sama mengantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sertifikat untuk Sinovac diterbitkan oleh MUI pada Januari 2021, sedangkan Zifivax baru mendapatkannya delapan bulan kemudian. Meski Zifivax sudah mendapat izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, pemerintah belum mengimpornya.
Direktur Utama PT BCHT Investama, salah satu perusahaan pemegang saham JBio, Chairuddin Yunus, membenarkan jika disebut menghadiri diskusi YKMI. Dia sempat ditanyai ihwal ketersediaan vaksin Zifivax yang menjadi dagangan perusahaannya. “Saya bilang ada di Cina. Tapi kami tak boleh mengimpor langsung,” kata Chairuddin kepada Tempo, Jumat, 13 Mei lalu.
Sehari seusai diskusi di Tebet, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengesahkan pendirian Yayasan Konsumen Muslim Indonesia. Tak sampai tiga pekan, atau pada 7 Februari lalu, yayasan itu menggugat Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 ke Mahkamah Agung.
Menurut Ahmad, lembaga yang berisi aktivis Islam itu menilai pemerintah belum memenuhi kewajiban untuk menyediakan vaksin halal seperti diatur dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal. YKMI pun mempersoalkan absennya Sinovac dan Zifivax sebagai vaksin lanjutan atau booster dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan tertanggal 12 Januari 2022.
YKMI keberatan lantaran hanya ada nama AstraZeneca, yang pernah dinyatakan haram oleh MUI kendati boleh digunakan dalam kondisi darurat, serta Pfizer dan Moderna yang belum pernah diuji kehalalannya. “Surat edaran ini menabrak Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Itu pintu masuk kami menggugat,” tutur Ahmad. (Baca: Lobi Pemerintah Mengegolkan Fatwa Halal Vaksin AstraZeneca)
Pada 12 April lalu, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan YKMI dan memerintahkan pemerintah menyediakan vaksin Covid-19 yang tersertifikasi kehalalannya. Dalam pertimbangannya, Mahkamah juga menyebutkan bahwa tindakan pemerintah menetapkan AstraZeneca dalam vaksinasi Covid-19 melanggar Undang-Undang Jaminan Produk Halal.
“Pemerintah wajib melaksanakan putusan MA yang bersifat final dan mengikat,” kata Sekretaris Eksekutif YKMI Fat Haryanto Lisda. Selain menempuh jalur hukum, YKMI beberapa kali menggelar demonstrasi di Kementerian Kesehatan. Pada akhir April lalu, YKMI mensomasi pemerintah yang dinilai belum melaksanakan putusan Mahkamah.
Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI ) saat mengunjungi Fraksi PKB di Komisi IX DPR terkait vaksin halal Covid-19, Senayan, Jakarta, 26 Januari 2022. Youtube/PKBTV
Bersama Media Survei Indonesia, YKMI juga mengadakan sigi yang menyasar pemudik muslim tentang vaksin halal seusai terbitnya putusan MA. Hasilnya, 94,1 persen dari 1.200 responden menyatakan pemerintah wajib menyediakan vaksin halal. Sebanyak 72,6 persen responden pun menolak divaksin jika harus membayar untuk mendapatkan vaksin halal.
YKMI juga bersafari menemui sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat ataupun mengundang anggota Dewan dalam diskusi virtual mulai akhir Januari lalu. “Kami menyampaikan pandangan kepada Panitia Kerja Vaksin yang ada di Komisi Kesehatan DPR,” ucap Fat Haryanto. Mereka juga mengirimkan surat permintaan dukungan ke partai-partai politik.
Direktur Eksekutif YKMI Ahmad Himawan mengatakan permintaan itu direspons oleh tiga partai, yaitu Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan. Ahmad, yang menjadi calon anggota legislatif dari Partai Amanat Nasional pada Pemilihan Umum 2014, membantah jika yayasannya disebut terkait dengan partai politik tertentu.
Wakil Ketua Komisi Kesehatan dari Golkar, Melkiades Laka Lena, membenarkan kabar bahwa ia sempat bertemu dengan perwakilan YKMI. Menurut dia, YKMI meminta Dewan ikut mendorong pemerintah memberikan vaksin halal bagi muslim. “Saya bilang semua aspirasi kami terima untuk dibahas dengan mitra kerja,” kata Melkiades kepada Tempo pada Kamis, 12 Mei lalu.
Anggota Komisi Kesehatan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Kurniasih Mufidayati, juga mengaku pernah berdiskusi dengan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia secara virtual. Seperti Melkiades, Kurniasih mengatakan fraksinya meneruskan pandangan YKMI kepada Kementerian Kesehatan.
YKMI juga mendekati Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Amirsyah Tambunan. “Mereka ingin diskusi soal fatwa, kami ladeni,” ucap Amirsyah. Pasca-putusan Mahkamah Agung, MUI dan sejumlah anggota Komisi Kesehatan DPR ramai-ramai mendesak pemerintah agar menyediakan vaksin Covid-19 halal.
Ahmad Himawan mengklaim gugatan ke MA bertujuan memastikan umat Islam mendapat vaksin halal. Menyebut Sinovac dan Zifivax dalam gugatannya, ia membantah ada kepentingan bisnis di balik aksi lembaganya. “Mungkin ada yang seakan-akan mendapat angin segar, tapi itu bukan niat kami,” ujar dosen Sekolah Tinggi Pesantren Darunnaim Rangkasbitung, Banten, ini.
Direktur Utama PT BCHT Investama, perusahaan pemegang saham JBio yang berencana memproduksi Zifivax, Chairuddin Yunus, juga membantah jika perusahaannya disebut terlibat dalam gugatan YKMI. Namun ia menilai putusan MA bisa membuka peluang vaksin Zifivax digunakan di Indonesia.
Selama ini, kata dia, perusahaannya berkali-kali menawarkan vaksin rekombinan itu kepada pemerintah, tapi tak bersambut. “Saya jadi merasa seperti ada kesempatan. Sebelumnya sudah putus asa,” tuturnya.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan pemerintah akan melaksanakan putusan MA tentang vaksin halal. Caranya, menggunakan Sinovac untuk booster, dari sebelumnya hanya untuk vaksinasi dosis pertama dan kedua.
Namun pemerintah belum berencana menggunakan vaksin Zifivax. Alasannya, penggunaan merek baru akan menyebabkan kebingungan di masyarakat. Jika stok vaksin halal habis, pemerintah akan kembali membeli Sinovac. “Atau jika di semester kedua nanti vaksin Merah Putih sudah ada, akan kami beli karena itu produk dalam negeri.”
RAYMUNDUS RIKANG, AGUNG SEDAYU
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo