Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah kampung di sekitar perumahan mewah di Jakarta terendam banjir.
Warga mengamuk, menyerbu mal yang dituding menjadi penyebab banjir.
Banyak pengembang perumahan tak menjalankan kewajiban penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Selasa pagi, 25 Februari lalu, sekitar pukul 9, ratusan warga di sekitar perumahan Jakarta Garden City (JGC) berbondong-bondong menggeruduk AEON Mall di Cakung, Jakarta Timur. Mal mewah itu memang berlokasi di tengah perumahan JGC. Sebagian warga datang dari Kelurahan Rorotan dan Cakung Timur—semuanya korban banjir.
Berteriak-teriak riuh-rendah, mereka meluapkan amarah pada bangunan mal yang dianggap menjadi penyebab banjir yang melanda kampung mereka. Batu, kayu, dan pot tanaman beterbangan menyerbu kaca dan dinding mal. Pagar mal dan palang parkir dirusak. Sumpah-serapah tak berkesudahan.
Warga mengaku tak pernah kebanjiran sampai mal itu dibangun tiga tahun lalu. Seorang penduduk yang tinggal di Jalan Rorotan 9, Bambang, mengatakan saluran air dari waduk JGC di sisi timur menuju daerah Kandang Sapi dan Kayu Tinggi justru ditutup setelah pembangunan perumahan. “Akibatnya, banjir meluber ke daerah kami,” ujarnya.
Kerusuhan baru reda setelah aparat keamanan datang. Belakangan, polisi menetapkan delapan tersangka penyerbuan dan perusakan mal AEON.
Jakarta Garden City merupakan perumahan mandiri dengan konsep eco township di lahan seluas 370 hektare. Pengembang perumahan ini adalah PT Modernland Realty Tbk. Perumahan ini didirikan di atas lahan berupa rawa yang diuruk. Tak aneh, posisi perumahan ini menjadi lebih tinggi dibanding daerah sekitarnya.
Bagian dalam kawasan ini amat kontras dengan lingkungan di luar perumahan. Sementara Jakarta Garden City tampak asri dengan aneka pepohonan, perkampungan di sekitarnya justru terasa kumuh dan berdebu akibat lalu lintas kendaraan besar, seperti truk dan kontainer. JGC dan permukiman di sekelilingnya dipisahkan tembok setinggi dua meter.
Ketua Rukun Tetangga 6, Kelurahan Cakung Timur, Anis Wardani, membenarkan kabar tentang keresahan warga soal pembangunan perumahan JGC. Belasan tahun Anis tinggal di sana, rumahnya selalu aman dari banjir. Kalaupun ada genangan, tingginya hanya semata kaki orang dewasa. Itu pun airnya lekas surut dalam hitungan jam. “Tapi kemarin paling parah. Air sudah sepinggang masuk rumah,” kata Anis kepada Tempo ketika ditemui di rumahnya.
•••
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Benar-tidaknya pembangunan perumahan Jakarta Garden City memicu banjir di kawasan kampung di sekitarnya masih simpang-siur. Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menuding pengembang JGC memang belum menuntaskan kewajibannya membangun waduk dengan fasilitas pompa air dan saluran yang memadai. Waduk yang menjadi kewajiban pengembang, kata dia, seharusnya seluas 25 hektare. Kewajiban ini tertuang dalam surat izin penunjukan penggunaan tanah yang diteken pengembang ketika izin pembangunan perumahan itu keluar pada 2015.
Di luar pembangunan waduk, Camat Cakung Achmad Salahuddin mengatakan pengembang juga belum menuntaskan kewajiban membangun sodetan. Alasan penundaan pembangunan ini adalah belum ada izin teknis.
Saefullah membenarkan keterangan anak buahnya. Menurut dia, izin pembangunan sodetan justru baru diberikan pada Selasa, 25 Februari lalu, setelah kericuhan di mal AEON. “Sudah kami kasih izin untuk sodet. Hari ini sudah mulai dikerjakan,” ujarnya.
Tapi keterangan Saefullah dan Achmad dibantah Corporate Communication Department Head PT Modernland Realty Gunawan Setyo Hadi. Dia malah mengklaim pengembang telah membangun dua waduk. Yang pertama adalah danau seluas 15,4 hektare dengan kedalaman 7 meter dan kapasitas 1 juta kubik air. Danau kedua hampir 3 hektare luasnya dengan kedalaman 6 meter dan kapasitas 200 ribu kubik air. "Saat ini juga telah beroperasi delapan pompa air,” ucap Gunawan.
Tak hanya itu. Menurut Gunawan, perusahaannya juga telah membangun sodetan. Saluran drainase ini, kata Gunawan, berfungsi mengalirkan air dari perumahan ke saluran utama di Jakarta Garden City. Dari sana, air diteruskan ke danau di perumahan itu.
Jika semua kewajiban pengembang sudah dilaksanakan, kenapa banjir tetap melanda kampung di sekitar perumahan mewah itu?
Peneliti Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, ragu terhadap klaim pengembang tentang pemenuhan kewajiban penyediaan fasilitas umum dan sosial. Menurut dia, kasus kegagalan pengembang memenuhi kewajiban sudah muncul sejak zaman pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Menurut Elisa, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pernah merekapitulasi nilai tunggakan pengembang ke pemerintah DKI Jakarta. “Hingga 2016 masih didata. Tapi sampai sekarang tidak jelas kelanjutannya,” ujar Elisa.
Ketika dimintai konfirmasi mengenai tunggakan pengembang dalam penyediaan fasilitas sosial dan umum, Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Benny Agus Chandra tak memberikan jawaban tuntas. Dia justru menyodorkan Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2020 tentang tata cara pemenuhan kewajiban pemegang izin pemanfaatan ruang. Dalam aturan ini, yang bertugas menagih kewajiban pengembang adalah wali kota atau bupati setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisian melakukan olah tempat kejadian perkara setelah penyerangan AEON Mall di Cakung, Jakarta Timur, 25 Februari 2020./TEMPO/M Taufan Rengganis
Pengembang lain yang ditengarai tak kunjung menuntaskan kewajiban adalah pengembang perumahan Sunrise Garden di Jakarta Barat. Perumahan ini pada mulanya dibangun PT Sunrise Garden. Namun, dalam surat Kepala Dinas Pekerjaan Umum kepada Wali Kota Jakarta Barat pada 24 Oktober 2013, disebutkan bahwa perusahaan ini sudah tak diketahui keberadaannya. Belakangan, di kawasan itu ada pembangunan apartemen Wang Residence oleh PT Citicon Propertindo.
Keberadaan perumahan ini juga membawa malapetaka buat kampung-kampung warga di sana. Salah seorang warga, Joanes Gunawan, mengatakan pembangunan apartemen membuat tempat tinggal mereka menjadi langganan banjir setiap kali hujan melanda Jakarta.
Dalam surat izin penggunaan lahan tertanggal 31 Mei 2014, PT Citicon punya sejumlah kewajiban yang semestinya ditunaikan. Misalnya melebarkan saluran air hingga 2,5 meter. Kemudian ada pembangunan bak penampung air setinggi 5 meter. Joanes Gunawan mengatakan kewajiban-kewajiban itu tak kunjung dipenuhi pengembang. “Kami sudah lapor ke berbagai pihak, dari camat hingga kepala dinas,” ujar Joanes.
Sebenarnya pengembang perumahan ini telah berkali-kali disurati agar segera menunaikan kewajibannya. Pada 24 Februari 2016, Dinas Tata Air bersurat kepada PT Citicon agar segera menuntaskan kewajibannya melebarkan saluran serta membeli alat pompa. Dua hari berselang, Dinas Tata Air kembali bersurat meminta pengembang itu menyelesaikan kewajibannya. PT Citicon Propertindo belum bisa dimintai dikonfirmasi soal tunggakan kewajiban itu.
Akibat kelalaian pengembang ini, Joanes pun mesti menerima nasib setiap kali hujan mengguyur Jakarta. Ketika hujan menyirami Ibu Kota pada pergantian tahun, dia mesti menerima rumahnya terendam air. Pada Senin, 24 Februari lalu, air bah kembali melanda kawasan perumahannya. Joanes dan warga kampung-kampung yang terpinggirkan akibat pembangunan perumahan mewah di Jakarta hanya bisa meratap dan berharap
Wayan Agus Purnomo, Devy Ernis, Yusuf Manurung, Imam Hamdi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo