Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Nihil Jejak Pemenang Proyek

Proyek penanganan Covid-19 dimenangi perusahaan yang tak berpengalaman di bidang kesehatan. Bisa tak tersentuh hukum.

5 September 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perusahaan penyedia perlengkapan gedung kantor dan buku di NTT bisa menang proyek alat kesehatan.

  • Di Ambon, selisih harga alat fogging dan wastafel dengan harga pasar hampir mencapai Rp 1,5 miliar.

  • KPK tak bisa langsung mengusut berbagai kejanggalan proyek pengadaan alat kesehatan selama pandemi.

KEHADIRAN Commanditaire Vennootschap (CV) Johan Agung tak terlihat di sepanjang Jalan Sam Ratulangi V, Kelurahan Oesapa Barat, Kelapa Lima, Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Kamis, 3 September lalu. Penduduk sekitar yang ditemui Tempo tak mengetahui keberadaan perusahaan yang memenangi proyek di Politeknik Kesehatan Kupang yang dikelola Kementerian Kesehatan itu.

Alamat CV Johan Agung yang tertera di laman lpse.kemkes.go.id berada di RT 16 RW 07 di Sam Ratulangi V. Ketua RT 19, Wempi Ello, mengatakan jalan itu bukanlah RT 16, melainkan RT 19. “Tak ada perusahaan CV Johan Agung,” ujar Wempi.

Nama CV Johan Agung disebut dalam hasil riset lembaga pegiat antikorupsi, Indonesia Corruption Watch. Pada Juli lalu, perusahaan itu ditunjuk Kementerian Kesehatan untuk mengadakan masker dengan nilai pagu Rp 77 juta buat mahasiswa Politeknik Kesehatan Kupang. Sebulan sebelumnya, persekutuan komanditer itu juga ditunjuk mengadakan alat pelindung diri dan hand sanitizer di kampus yang sama, dengan nilai pagu yang sama.

ICW menemukan bahwa CV Johan Agung tak memiliki rekam jejak dalam pengadaan alat kesehatan. Peneliti ICW, Siti Juliantari Rachman, mengatakan kiprah Johan Agung justru terlihat dalam pengadaan perlengkapan gedung kantor. “Juga pengadaan buku SMP swasta di Dinas Pendidikan Kabupaten Lembata,” ujarnya.

Menurut Siti, ada sejumlah perusahaan lain yang diduga tak memiliki rekam jejak di bidang kesehatan tapi terlibat dalam penanganan pandemi. Misalnya PT Ziya Sunanda Indonesia, yang dalam situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Kesehatan sempat mendapat tanda bintang pada kolom evaluasi—yang biasanya menandakan pemenang proyek—pengadaan reagensia Covid-19. Lebih sering mengikuti tender pembangunan jaringan dan kontraktor, Ziya bersaing dengan 129 perusahaan lain dalam lelang bernilai pagu Rp 2,7 miliar itu.

Belakangan, muncul perusahaan lain sebagai pemenang. Direktur Utama PT Ziya, Herry Sunanda, mengatakan perusahaannya memang mengikuti tender itu, tapi dinyatakan kalah. “Selain di bidang konstruksi, kami memang bergerak di bidang penyedia barang dan jasa,” ujarnya.

Di daerah lain, pengadaan alat kesehatan pun diwarnai kejanggalan. Di Ambon, pengadaan alat fogging dan wastafel untuk 81 desa di Kabupaten Buru Selatan diduga kemahalan. Koordinator Eksekutif Forum Pemerhati Buru Selatan, Levinus Rodrigues, mengatakan alat fogging Longray tipe T5-35a dibeli dengan harga Rp 22 juta, sedangkan wastafel water tank senilai Rp 5 juta. Padahal harga pasaran alat fogging dengan merek dan tipe serupa sekitar Rp 8 juta, sementara wastafel Rp 375-425 ribu.

Menurut Levinus, ada selisih Rp 324 juta untuk pengadaan wastafel. “Sedangkan untuk alat fogging selisihnya Rp 1,134 miliar,” ujarnya. Dimintai tanggapan soal temuan itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Buru Selatan Umar Mahulete tak merespons panggilan telepon dan pesan WhatsApp yang dikirim Tempo.

Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Budi Sylvana mengakui, selama pandemi, proses pengadaan barang dan jasa lebih longgar. Sepanjang memiliki izin penyaluran alat kesehatan, perusahaan diperbolehkan mengikuti lelang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan mengatakan lembaganya tak bisa langsung menyelidiki berbagai kejanggalan tersebut. Sebab, kelonggaran itu ada dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. “Selama perusahaan punya barang dan bisa dibuktikan harganya wajar, ya, tidak bisa diapa-apakan,” ujar Pahala.

DEVY ERNIS, M. JAYA BARENDS (AMBON), JOHN SEO (KUPANG)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus