Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Tudung Saji Penutup Pakan Basi

Diseleksi Menteri Sekretaris Negara, anggota Dewan Pengawas KPK dipastikan terpilih pada saat terakhir. Dikritik karena dianggap perpanjangan tangan Presiden.

21 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Presiden Jokowi memilih nama-nama kondang sebagai anggota Dewan Pengawas KPK.

  • Seleksi dilakukan tim yang berada di bawah kendali Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

  • Meski dikenal bersih, Dewan Pengawas yang dipimpin Tumpak Hatorangan Panggabean tetap disebut sebagai....

CERAMAH Harjono tentang persiapan pengawasan pemilihan Gubernur Sulawesi Utara di Hotel Aryaduta, Manado, pada Kamis malam, 19 Desember lalu, terhenti oleh panggilan yang masuk ke telepon selulernya. Menghentikan sambutannya, Harjono mendengar suara Menteri Sekretaris Negara Pratikno di ujung sana. Menurut Harjono, Pratikno mengatakan Presiden Joko Widodo meminta dia bergabung dalam Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tak langsung menyetujui permintaan itu, Harjono meminta waktu untuk berpikir. “Saya meminta waktu untuk berkonsultasi dengan keluarga,” kata mantan hakim Mahkamah Konstitusi ini di Istana Kepresidenan, Jumat, 20 Desember lalu. Dia kemudian memberi tahu keempat anaknya. Mereka menjadi pertimbangan utama karena istrinya, Siti Soendari, telah meninggal dua tahun lalu.

Harjono bercerita, anak-anaknya khawatir terhadap kondisi kesehatannya karena dia telah berusia 79 tahun. Anak-anaknya pun meyakini jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas KPK bukan pekerjaan ringan. “Papa kan sudah tua, apa tidak berat untuk pekerjaan ini,” kata Harjono menirukan ucapan anaknya. Namun ia memilih jalan terus. Keputusan itu mengubah waktu kepulangan Harjono dari Manado ke Jakarta. Semula dijadwalkan terbang siang hari, ia akhirnya berangkat dengan pesawat pertama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seusai salat Jumat, Harjono dilantik menjadi anggota Dewan Pengawas KPK bersama empat tokoh lain. Mereka adalah eks pemimpin KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean; pensiunan hakim agung, Artidjo Alkostar; Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang Albertina Ho; dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris. Jokowi memilih Tumpak sebagai Ketua Dewan Pengawas KPK yang pertama. “Beliau adalah orang baik, memiliki kapabilitas, integritas, dan kapasitas dalam hal-hal yang berkaitan dengan wilayah hukum,” ujar Jokowi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 Dewan Pengawas menjadi lembaga baru dalam struktur KPK. Dibentuk berdasarkan revisi Undang-Undang KPK, Dewan Pengawas memiliki sejumlah peran strategis, seperti mengawasi KPK secara kelembagaan, memberikan izin penyadapan, penggeledahan, atau penyitaan, dan menyusun kode etik untuk pimpinan dan pegawai KPK. Sesuai dengan Pasal 37-E, anggota Dewan Pengawas diangkat dan ditetapkan presiden melalui panitia seleksi yang terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat. Tahap berikutnya adalah pengumuman ke publik dan konsultasi ke Dewan Perwakilan Rakyat.

 Namun, untuk pemilihan anggota Dewan Pengawas periode pertama, ada pengecualian. Pasal 69-A ayat 1 menyebutkan anggota dewan itu ditunjuk dan diangkat presiden. Maka, sejak November lalu, Presiden Jokowi membentuk tim di bawah koordinasi Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk menyeleksi kandidat anggota Dewan Pengawas. Tim seleksi ini antara lain terdiri atas anggota staf khusus presiden, seperti Ari Dwipayana, Sukardi Rinakit, Fadjroel Rachman, Dini Shanti Purwono, dan Alexander Lay. “Untuk Dewan Pengawas pertama tak keburu melalui proses panitia seleksi,” ujar Dini Purwono.

Memburu calon anggota Dewan Pengawas, Pratikno cs berdiskusi dengan banyak pihak. Salah satunya seorang sekretaris jenderal partai politik. Dalam diskusi ini, muncul sejumlah kandidat, seperti mantan Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki; Artidjo Alkostar; dan Tumpak Hatorangan Panggabean. Dalam diskusi itu pula Istana mengisyaratkan tak akan memilih Ketua Dewan Pengawas dengan latar belakang kepolisian. Alasannya, Ketua KPK terpilih, Firli Bahuri, berlatar belakang sebagai anggota Polri.

 Pratikno pada awal November lalu menyebutkan Jokowi bakal memilih tokoh dengan berbagai latar belakang. Namun, kata Pratikno, tokoh itu mayoritas ahli hukum. Pratikno juga mengisyaratkan posisi itu terbuka diisi tokoh yang merupakan pensiunan di bidang hukum. “Tapi juga ada nonhukum karena ada dimensi sosialnya,” ujar Pratikno.

 Proses seleksi ini berlangsung tertutup. Jokowi baru membuka kisi-kisi kandidat anggota Dewan Pengawas dua hari sebelum pelantikan, yaitu saat melawat ke Kalimantan Timur. Dalam diskusi dengan wartawan di Balikpapan, Jokowi melemparkan beberapa nama, seperti Artidjo Alkostar, Albertina Ho, dan Taufiequrachman Ruki. Jokowi menyebutkan latar belakang kandidat-kandidat itu adalah hakim, jaksa, mantan pemimpin KPK, ekonom, akademikus, hingga ahli pidana. Namun Jokowi menyatakan nama-nama itu belum final. 

Tim Pratikno baru menghubungi nama-nama yang terpilih pada Kamis siang, 19 Desember lalu. Syamsuddin Haris, misalnya, baru dikontak Pratikno pada Kamis petang. Peneliti LIPI ini sebelumnya getol menolak revisi Undang-Undang KPK. Dia menerima tawaran menjadi anggota Dewan Pengawas karena, “Saya melihat nama-nama lain memiliki integritas.” Sedangkan Albertina Ho mengatakan tak bisa menolak panggilan itu. “Ini perintah. Sebagai warga negara, saya siap,” kata Albertina, yang memvonis pegawai pajak Gayus Tambunan tujuh tahun penjara pada 2011.

Artidjo hingga sehari sebelum pelantikan masih menjalani rutinitasnya sebagai pengajar di Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ketika ditemui Tempo, Artidjo tak bersedia berkomentar terhadap kabar penunjukannya sebagai anggota Dewan Pengawas. Menjelang pelantikan, Artidjo, yang dikenal kerap memperberat vonis untuk terdakwa kasus korupsi, menyatakan tak bisa menolak karena merasa dibutuhkan negara.

Direktur Pusat Studi Korupsi Universitas Andalas, Feri Amsari, memperkirakan Dewan Pengawas bakal mendominasi kerja-kerja KPK karena merekalah yang menjadi pemutus terakhir tindakan pimpinan dan pegawai. Feri mengakui, orang-orang positif akan membawa nuansa baru ke dalam lembaga ini. Namun Feri menilai mereka tetap saja orang-orang pilihan Presiden dan masuk ke sistem yang buruk. “Ibarat meja makan, tudung makannya bagus dan indah, tapi makanan di dalamnya basi,” ujar Feri.

Pendapat senada disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati. “Siapa pun yang dipilih sebagai anggota Dewan Pengawas, mereka sudah di bawah cengkeraman Presiden,” kata Asfinawati.

Penunjukan yang serba mendadak tampak setelah acara serah-terima jabatan pimpinan komisi antikorupsi di Gedung Annex KPK pada Jumat malam, 20 Desember lalu. Setelah bersalam-salaman, mereka meriung di satu sudut sembari bertukar kontak. Artidjo memberikan selembar kertas yang berisi nomor teleponnya, yang kemudian dilongok beramai-ramai oleh koleganya. Saat Tumpak menyebutkan sebelas digit nomor teleponnya, Albertina menyahut, “Wah, baterai saya habis.” Melihat keriuhan berbagi nomor ini, seorang wartawan menceletuk, “Bikin grup WhatsApp sekarang aja, Pak.”

WAYAN AGUS PURNOMO, DEVY ERNIS, EGI ADYATAMA, HALIDA BUNGA (JAKARTA), PRIBADI WICAKSONO (YOGYAKARTA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus