Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Kesaksian Seorang Penjual Ginjal dari Bandung

Cerita seorang penjual ginjal asal bandung. Badan cepat capek setelah ginjal diangkat.

6 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Seorang pekerja serabutan menjual ginjalnya Rp 100 juta.

  • Ia menjual ginjal lewat seorang makelar di kampungnya.

  • Saat ini ia kesulitan mencari pekerjaan.

SETELAH menjadi donor ginjal pada 2015, Dadang mengaku sekarang merasa lebih cepat letih saat beraktivitas. Dadang, 30 tahun, adalah warga Desa Wangisagara, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ia meminta identitasnya disamarkan karena alasan privasi dan sorotan orang-orang di sekitarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kini, selama hidupnya, pria yang bekerja serabutan itu akan hidup dengan satu ginjal. Dadang menyebutkan bersedia menjual buah pinggangnya karena membutuhkan uang. Ia kini menyesali keputusannya. “Saya jadi sulit mencari kerja karena mereka tahu ginjal saya tinggal satu,” katanya kepada wartawan Tempo, Egi Adyatama, di Desa Wangisagara, pada Jumat, 4 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengapa Anda mau menjual ginjal?

Kondisi perekonomian saya sedang tak bagus waktu itu dan ada keinginan untuk membantu orang tua. Ada warga desa saya yang lebih dulu menjual ginjalnya. Paman saya juga sempat mendapat tawaran, tapi tak lulus tes kesehatan.

Berapa uang yang Anda terima?

Saya dikasih Rp 100 juta secara tunai. Saya pakai untuk membayar utang sebesar Rp 25 juta, kemudian sisanya saya pakai untuk membangun rumah dan dikasihkan kepada orang tua.

Bagaimana Anda bertemu dengan sindikat pedagang ginjal?

Ada warga Desa Wangisagara bernama Amang yang sering main ke rumah. Dia awalnya membujuk ibu saya agar saya mau menjual ginjal. Tapi Ibu melarang. Amang lantas menawari saya pekerjaan di Kalimantan. Setelah itu, dia mengajak untuk mengikuti serangkaian tes medis di rumah sakit di Majalaya dan Bandung. Di sana, Amang baru berterus terang bahwa tes itu untuk pendonoran ginjal.

Anda bisa menceritakan proses pengangkatan ginjal itu?

Butuh waktu dua bulan sejak tes pertama sampai operasi pengangkatan ginjal kiri. Kemudian saya menjalani rawat inap di rumah sakit selama tiga hari saja. Sebelum dioperasi, saya diperiksa banyak dokter, dari dokter kejiwaan sampai petugas bagian legal. Makelar yang menemani saya meminta agar diakui sebagai anggota keluarga calon donor dan sudah empat kali bertemu dengan mereka. Padahal saya tak kenal mereka dan belum pernah berjumpa.

Apa yang berbeda setelah hidup dengan satu ginjal?

Pinggang kadang terasa panas dan cepat capek. Saya bahkan sampai tak bisa beraktivitas.

Anda menyesal?

Ya. Untuk apa saya dulu berbuat sampai begitu? Ada teman yang belakangan bertanya cara mendonorkan ginjalnya dan saya larang. Tak ada enaknya menjual ginjal. Orang yang tahu saya hanya punya satu ginjal tak berani mempekerjakan saya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tak Ada Enaknya Menjual Ginjal"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus