Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Desain-desain Minimalis untuk Anak Muda

MEMPUNYAI sebuah rumah yang nyaman tentu menjadi impian semua orang. Tapi mahalnya harga tanah dan biaya membangun rumah acap menghalangi mimpi orang mempunyai tempat tinggal yang diinginkan. Di tengah sulitnya orang-orang muda generasi milenial-generasi Z mempunyai hunian, nyatanya masih ada yang bisa mewujudkan mimpi mereka. Mereka dapat memiliki rumah minimalis yang disesuaikan dengan keinginan. Desain rumah minimalis adalah bagian dari desain hunian modern dengan beragam genre, tapi kini lebih banyak ditunjang faktor ekonomi dan gaya hidup.

Tren rumah minimalis ini boleh dikatakan sedang naik daun. Sejumlah pasangan muda merencanakan hunian mereka dengan cermat dibantu biro arsitek yang desainnya mendukung cita-cita mereka. Mewujudkan rumah minimalis bukanlah sesuatu yang murah. Trennya naik, tapi masih terbatas.

13 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VICCA dan Ressi kini lebih nyaman menghabiskan waktu bersama dua putra mereka di rumah yang mereka tinggali beberapa tahun terakhir. Mereka tak harus terlalu capek membersihkan dan mengelola barang-barang rumah tangga seperti sebelumnya. Rumah mereka kini simpel, efisien, tanpa banyak sekat ruang, mendapat pencahayaan yang sangat berlimpah, dan sejuk dengan dua pohon di pekarangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rumah minimalis dengan model mengarah ke industrial itu mengandung banyak komponen besi dan aluminium yang dipadukan dengan gaya bohemian dan unsur rotan. Rumah itu tak bersekat sehingga memungkinkan semua anggota keluarga berkumpul dan lebih intim. Mereka menamai hunian itu Rumah Naganara, yang berasal dari nama kedua putra mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, sejak menikah, pasangan ini tinggal di rumah orang tua yang sangat luas. Sebuah rumah model lama seluas 500 meter persegi. Sepeninggal orang tua, mereka baru merasa ada banyak ruang dan barang peninggalan yang tak terpakai. Belum lagi serangga, terutama semut, yang merajalela. “Jadi kami belajar dari rumah orang tua kami. Yang pertama kami pikir ya minimalis itu. Barang dan pajangan menumpuk,” ujar Vicca, 39 tahun, pekerja di sebuah biro hukum, bersama suaminya, Ressi, 41 tahun, pegawai bagian sales and marketing suatu perusahaan, pada Selasa, 1 November lalu.

Area terbuka dengan pintu geser kayu model Japandi di Asa Living, Cipinang, Jakarta Timur, 7 November 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna

Dengan luas rumah lama, pikiran mereka harus terbuang untuk mengisi dan memanfaatkan setiap sudut ruang. Sedangkan rumah minimalis harus benar-benar compact, hanya bisa diisi dan dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Mulailah mereka mewujudkan keinginan itu dengan merenovasi rumah peninggalan orang tua. Mereka hanya mengambil tanah 200 meter persegi dengan luas bangunan 196 meter persegi yang terdiri atas dua lantai dengan ruang kosong terbuka atau void di lantai atas. Terdapat taman di bagian depan. Di tengah rumah juga dibangun taman untuk memisahkan ruang servis dengan ruang utama. Fondasi rumah lama mereka gunakan sebagian.

Mereka berkonsultasi dengan kontraktor untuk menyesuaikan bujet dan pembangunan rumah. Karena tak berpengalaman membangun rumah dan takut terkena penipuan atau mendapat orang yang bekerja sembarangan, akhirnya mereka memutuskan menggunakan jasa arsitek dan kontraktor. “Supaya bujet dan pembiayaan lebih terencana,” ucap Vicca. Ia dan suaminya menemukan Mande Austriono setelah beberapa saat melakukan riset dan mendapat rekomendasi dari seorang teman.

Inspirasi desain rumah mereka dapatkan saat traveling, nongkrong, atau mengunjungi tempat-tempat kekinian, meskipun sebelumnya mereka punya angan-angan rumah yang diinginkan. Untuk memudahkan kerja arsitek, mereka memberikan daftar kebutuhan dalam papan panduan desain atau mood board. Misalnya bentuk fasadnya dan ruangan yang dibutuhkan. Seusai diskusi dengan arsitek selama tiga bulan, mereka melanjutkan pembangunan selama tujuh bulan. Suatu pengalaman unik mereka dapatkan ketika pasangan ini meminta bentuk fasad segitiga. Desain itu memantik keingintahuan orang. “Para tetangga sampai tanya ini mau bangun kafe atau apa, kok, bentuknya aneh,” kata Vicca, lalu tertawa, mengingat pengalaman itu. 

Pemilik hunian Asa Living, Ida, di area dapur rumahnya. TEMPO/Febri Angga Palguna

Bagi Mande Austriono, pendiri biro arsitek DFORM, tren rumah minimalis memang lebih spesifik daripada desain rumah modern. Idenya adalah mereduksi ornamen rumah dan memanfaatkan semua ruang dengan lebih efisien. Tren rumah minimalis tercetus setelah desain rumah modern. Di Indonesia, perjalanan tren rumah minimalis cenderung lambat. Boleh dikatakan Indonesia hanya menjadi pengikut. “Mungkin baru masuk pada 2000-an. Jadi tren lebih karena bosan dengan gaya lama. Itu menurut saya,” tutur Mande. Tren minimalis ini makin naik daun ketika menjadi jargon atau jualan pengembang. “Padahal beda antara rumah minimalis dan minimalist house.”

Memang, tak semua orang termakan jargon developer. Ada pula yang memang paham dan teredukasi mengenai istilah rumah minimalis, bahwa minimalis lebih ke ihwal metode perancangan, memikirkan bangunan yang efisien dengan menghitung ruang dan jaraknya, furniturnya, juga anatomi penggunanya.

Lantas apa yang membedakannya dengan desain rumah modern pada 1990-2000-an? Arsitek lulusan Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, ini menjelaskan bahwa pada awalnya desain modern benar-benar mengarah ke gaya desain. Gayanya sesederhana melihat bangunan seperti kotak-kotak, visualnya persegi minimalis. Tapi saat ini banyak yang sudah memahaminya secara textbook sehingga banyak yang menggali alasan lain.

Aksen kayu di lantai dan tangga Asa Living, Cipinang, Jakarta Timur, 7 November 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna

Lebih populernya tren rumah minimalis akhir-akhir ini tak lepas dari mahalnya harga bangunan dan tanah serta keterbatasan lahan. Kondisi tersebut disiasati orang dengan membangun rumah model minimalis. Jikapun ada rumah minimalis dari pengembang, Mande melanjutkan, tetap dibutuhkan detail ornamen. Pemilik tetap ingin rumahnya terlihat mewah. Hal ini menarik buat dia karena menonjolkan bangunan. Ada juga tipe orang yang membangun rumah tanpa ingin terlihat mewah, tapi ada nilainya.

“Saya ada di tipe terakhir, orang ingin membangun sesuai dengan kebutuhannya dengan cara menggali masing-masing rumah, tidak terlalu minimalis,” ujarnya.

Beberapa tahun ini, desain rumah di tipe terakhir tersebut cukup menjadi tren karena dipicu media sosial, di luar zona kenyamanan, atau menjadi batu lompatan. Ada kebanggaan dan keinginan membagikannya kepada warganet dan bangunan rumah itu pun bagus secara visual.

Kolam renang anak di Asa Living, Cipinang, Jakarta Timur, 7 November 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna

Sebagian besar orang yang membangun rumah minimalis ini adalah mereka yang sudah cukup mapan. Mereka menyadari rumah adalah kebutuhan primer. Tapi, ketika ingin mempunyai rumah yang efisien, jumlahnya belum banyak. “Minimal dia harus melewati kebutuhan primer dulu. Dia merasa, kok, tidak nyaman, kok, kurang ini. Sudah jadi tren tapi masih niche,” kata Mande. Kebanyakan orang yang mulai tertarik membangun rumah minimalis nan efisien ini berusia 30-35 tahun dengan penghasilan cukup baik.

Mande juga menjelaskan bahwa membangun rumah minimalis bukanlah membangun sesuatu yang murah. Adanya desain industrial, Japandi, Scandinavian, Jepang, atau mid-century menjadi seperti genre atau gaya modern. Namun, ketika sudah sampai di Indonesia, desain ini mesti disesuaikan dengan curah hujan yang tinggi. Karena itu, bangunan tak bisa 100 persen kotak. Bangunan harus punya atap yang miring.

Dalam perancangan rumah minimalis, visi penghuninya perlu diperhatikan karena setiap hunian disesuaikan dengan penghuni. Hal ini berhubungan dengan gaya hidup penghuni, seperti estetik minimalis, esensial, sustainable, eksperimental, dan mindful. “Kalau tren sekarang kebanyakan esensial minimalis,” ucapnya.

Area ruang keluarga di Asa Living, Cipinang, Jakarta Timur, 7 November 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna

Astungkara Handyan A., arsitek dari Km0Studio, mengamini pandangan bahwa adanya permintaan rumah compact atau rumah minimalis tak lepas dari desakan keadaan, yakni harga tanah dan biaya pembangunan rumah yang mahal. Menurut dia, orang yang menginginkan desain minimalis berusia 25-40-an tahun dan dipengaruhi gaya hidup minimalis. “Kita ngomong milenial atau generasi Z, ya. Kalau boomers sepertinya sudah agak berat untuk rumah compact,” ujarnya. Ia memperkirakan dibutuhkan bujet Rp 500 juta-1 miliar untuk membangun rumah minimalis dengan perhitungan di luar kawasan Jakarta

Menurut Astungkara, desain minimalis berawal dari desain modern dengan detail yang dihilangkan pada era berikutnya. Saat ini banyak arsitektur yang berkiblat ke Eropa dan banyak yang meniru desain minimalis. Di Indonesia kemudian desain ini disesuaikan dengan iklim tropis, tapi menjadi rumah compact. Perbedaannya dengan desain pada 1990-an adalah, bukan hanya layout, furnitur yang digunakan pun minimalis atau compact.

Pemilik rumah Asa Living, Ida, 35 tahun, adalah salah satu yang merasa memerlukan hunian minimalis. Semula Ida dan suaminya, Lukman, 36 tahun, tinggal di kawasan Tebet, Jakarta. Rumah di kawasan itu semula dibangun pengembang dengan bentuk yang hampir sama.  Karena merasa kurang nyaman, mereka melakukan renovasi 20-30 persen dengan menambahkan akses dan pembatas ruang. Tapi hasil renovasi itu juga kurang memberikan kepuasan dan kenyamanan.

ArsitekMande Austriono. Faraway Studio

Mereka kemudian menabung dan mulai merencanakan hunian yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari serta karakter dan kenyamanan keluarga. Mereka ingin menggunakan konsep minimalis dengan campuran gaya mid-century dan Japandi. Ida dan suaminya tertarik pada bentuk dan gaya rumah dari Jepang seperti dalam film anime produksi Studio Ghibli serta hunian dalam film Skandinavia. “Tidak monoton dan dreamy banget rumahnya. Kami berdua suka, ada karakter gitu,” tutur Ida pada Kamis, 3 November lalu.

Area pintu masuk di Rumah Naganara, Tangerang Selatan, Banten. TEMPO/M Taufan Rengganis

Mulailah mereka mencari referensi di sejumlah situs dan platform. Ida membuat sendiri sketsa rumahnya, kemudian mengonsultasikannya dengan arsitek dan kontraktor. Perempuan yang bekerja di bidang periklanan ini mengatakan tak mencari-cari arsitek. Kebetulan arsitek itu adalah kenalannya.

Jadilah mimpi mereka diwujudkan di kawasan Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, sebuah hunian dengan luas tanah 250 meter persegi dan luas bangunan 200 meter persegi, terdiri atas dua lantai. Sisa tanah 50 meter dijadikan tempat terbuka dan ruang bermain anak. Rumah tersebut awalnya adalah rumah tua yang kemudian dihancurkan tapi sebagian fondasinya masih digunakan. Puingnya dipakai untuk menaikkan dasar rumah.

Area dapur di Rumah Naganara, Tangerang Selatan, Banten. TEMPO/M Taufan Rengganis

Rumah itu memiliki fasad yang menghadap arah datangnya sinar matahari pagi, rumah tanpa sekat yang lapang untuk ruang keluarga, ruang makan, dan dapur. Dengan model ini, semua aktivitas anggota keluarga terpantau dan terasa lebih akrab. Mereka melengkapi hunian itu dengan furnitur sederhana model Jepang yang rendah dan menonjolkan unsur kayu yang terkesan hangat. Daya tarik lain rumah Asa adalah penggunaan pintu geser seperti di rumah-rumah Jepang dengan bahan kayu jati. Begitu membuka pintu geser, penghuni akan disambut taman yang sejuk.

Area terbuka di Rumah Naganara, Tangerang Selatan. TEMPO/M Taufan Rengganis

Mereka juga memilih lantai semen ekspos dengan polesan marmer. Mereka sengaja membangun rumah dengan dinding tidak menempel dinding tetangga, berjarak kurang-lebih 1 meter, dan taman kering untuk melengkapi ruang terbuka.

Ihwal anggaran, Ida mengatakan lebih nyaman menggunakan sistem bangun rumah minimalis ini dibanding membeli rumah dari pengembang dan harus merenovasinya. Meskipun rumah tidak 100 persen sesuai dengan keinginan, ia bisa membangun bagian yang menjadi prioritas dan menyisihkan bagian lain yang kurang diperlukan. “Setidaknya bujet bisa terkendali, bisa ada penghematan selain dari konstruksi, material, dan isian rumah,” ucapnya.

DIAN YULIASTUTI, NANA RISKHI, PIKRI RAMADHAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus