Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir akan memindahkan depo Plumpang.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan meminta warga yang dipindahkan.
Depo Pertamina akan menempati lahan Pelindo yang disorot BPK karena merugikan negara.
SISA kebakaran terlihat di beberapa rumah yang terletak di Jalan Koramil, Rukun Tetangga 5 Rukun Warga 1 Kelurahan Rawa Badak Selatan, Jakarta Utara. Di emperan salah satu rumah yang tampak gosong, Abdul Rahman duduk bersila. Pria 37 tahun itu baru bisa kembali ke rumah milik kakaknya tersebut empat hari seusai kebakaran Terminal Bahan Bakar Minyak Plumpang atau depo Pertamina Plumpang. Rumah tersebut dekat dengan tembok pembatas depo Plumpang dan gang perumahan warga yang disebut Kampung Tanah Merah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat kebakaran terjadi pada Jumat malam, 3 Maret lalu, Abdul sedang berada di Surabaya. Dia langsung balik ke Jakarta setelah mendengar kabar musibah ini. Setiba di sana, dia segera menengok rekaman kamera pengawas (CCTV), memastikan kakak dan keponakannya keluar dari rumah untuk menyelamatkan diri. "Mereka sudah ke luar rumah," katanya pada Selasa, 7 Maret lalu. Dalam rekaman itu, Abdul melihat bunga-bunga api menimpa rumah kakaknya yang ia tinggali beberapa tahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ari Pujianto, 32 tahun, tetangga Abdul, menyaksikan kepanikan warga saat api melalap permukiman padat penduduk. Setengah jam sebelum kebakaran, warga sudah mengungsi. Mereka panik setelah mencium uap berbau bahan bakar minyak yang berasal dari balik tembok depo. Uap menyeberang ke tembok pembatas dan terkonsentrasi di Jalan Koramil, gang selebar 3 meter yang memisahkan tembok depo Plumpang dengan permukiman.
Petugas PMI berada dekat papan informasi korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang di Kantor PMI Jakarta Utara, Koja, Jakarta, 4 Maret 2023. ANTARA/Aprillio Akbar
Di tengah kepanikan itu, pengumuman dari pengeras suara masjid bersahutan, meminta warga menjauh dari arah uap. Menurut Ari, uap seperti terperangkap di gang dan rumah-rumah warga. Baunya menyengat sampai ke Tanah Merah Bawah, RT 12 RW 9 Rawa Badak Selatan. Aroma uap baru mereda sekitar 300 meter dari sana atau di Jalan Mandiri VII. "Dari situ kami berjaga menghalangi orang agar tak lewat ke pusat bau," tuturnya.
Uap ini menjadi awal bencana. Tak berselang lama setelah keluar bau yang membuat pengap, api mulai membara. Rumah-rumah di kiri-kanan jalan dijilat bara dan terpanggang. Sebanyak 20 warga tewas di malam petaka itu.
•••
KAMPUNG Tanah Merah yang terbentang di Kelurahan Rawa Badak Selatan, Tugu Selatan, dan Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, selalu menjadi sorotan tatkala ada kebakaran di depo Pertamina Plumpang. Saat instalasi penampung dan penyalur bahan bakar minyak itu terbakar pada 18 Januari 2009, warga Tanah Merah terancam terusir dari tempat tinggal mereka. Jusuf Kalla, yang saat itu menjabat wakil presiden, bersama Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta, merancang relokasi atau pemindahan warga Tanah Merah.
Tapi rencana ini tak pernah terwujud karena warga melawan. Bahkan, menurut Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja, penolakan atas penggusuran terjadi jauh sejak lahan ini ditempati Pertamina. "Sebagian arsip saya kutip dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta," ujar Elisa pada Jumat, 10 Maret lalu.
Pertamina membeli lahan yang kini menjadi depo Plumpang dari PT Mastrading Company (Mastraco) pada 8 April 1971. Harga lahan seluas 153,4 hektare ini Rp 514 juta. Dua tahun sebelumnya, Pertamina mendapat izin penggunaan tanah seluas 14 hektare dari Gubernur DKI Jakarta. Pada 1976, Menteri Dalam Negeri memberikan surat ketetapan pemberian hak (SKPH) kepada Pertamina untuk lahan seluas 156 hektare yang akan dibangun sebagai instalasi minyak. Masa konsesinya 20 tahun dan dapat diperpanjang.
Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, 1974. Dok.Tempo/Yusril Djalinus
Pembangunan depo berlangsung ketika lahan itu masih berupa rawa dan sawah. Data citra satelit kawasan itu menunjukkan warga mulai memadati kawasan sekitar depo—kini menjadi Kampung Tanah Merah Bawah dan Tanah Merah Atas—pada 1980-an. Pada 4 Desember 1986, pemerintah DKI Jakarta mendata dan menertibkan warga Tanah Merah. Upaya ini diikuti pembongkaran bangunan pada 30 Desember 1991. Warga Tanah Merah, yang dibantu H.M. Dault selaku pengacara, menggugat pemerintah ke pengadilan.
Konflik ini terus berlangsung selama beberapa tahun. Namun arus pendatang tak berhenti meski status Tanah Merah adalah wilayah sengketa. Warga yang sudah tinggal di sana pun terus beranak-pinak. "Saya sudah generasi ketiga di sini," kata Juwarto Arianja, penasihat RW 9 Kelurahan Rawa Badak Selatan, pada Selasa, 7 Maret lalu. Rumah dan toko Juwarto gosong terpanggang api. Hanya stiker bertulisan "DPD Gemuruh NasDem Jakarta Utara" yang masih terlihat di kaca rumahnya yang tersisa.
Sengketa baru mereda pada 2013, saat Joko Widodo yang ketika itu menjabat Gubernur DKI Jakarta memberikan kartu tanda penduduk dan membentuk rukun warga. KTP adalah janji kampanye Jokowi saat menandatangani kontrak politik dalam kampanye pemilihan gubernur beberapa bulan sebelumnya. Pada masa itu, pemerintah Jakarta membentuk status wilayah formal seperti rukun warga dan rukun tetangga di Tanah Merah.
Baca juga: Janji Politik di Tanah Merah
Warga Tanah Merah merasa makin diakui setelah pada 16 Oktober 2021 Anies Baswedan, yang menjabat Gubernur DKI Jakarta, memberikan izin mendirikan bangunan (IMB). Izin ini hanya berlaku selama tiga tahun. Dengan IMB tersebut, warga Tanah Merah mulai mendapat hak-hak dasar, seperti saluran air dan sambungan listrik.
IMB juga merupakan buah janji politik Anies dalam kampanye pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2016. Selain di Tanah Merah, Anies menerbitkan IMB kolektif untuk warga Kampung Guji Baru di Kelurahan Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Sama dengan di Tanah Merah, warga Kampung Guji bersengketa dengan Pertamina. Pertamina pun membeli tanah di Kampung Guji dari PT Mastraco pada 1970.
Terlepas dari pemberian KTP dan IMB, Kampung Tanah Merah terus menjadi duri dalam daging bagi Pertamina. Dari 153,4 hektare lahan Pertamina yang tercantum dalam SKPH Menteri Dalam Negeri tertanggal 5 Juli 1976, perusahaan minyak pelat merah ini hanya menguasai 71,9 hektare yang berstatus hak guna bangunan. Semuanya berada di dalam tembok depo Plumpang. Sedangkan lahan 81,6 hektare, berdasarkan hasil inventarisasi PT Surveyor Indonesia pada 2017, dikuasai warga. Ada 9.234 keluarga atau 34.797 orang yang menempati lahan sengketa itu.
•••
WAKIL Presiden Ma'ruf Amin melontarkan pernyataan mengejutkan pada Sabtu, 4 Maret lalu. Saat mengunjungi warga korban kebakaran, Ma’ruf mengatakan depo Pertamina Plumpang akan dipindahkan. “Saya berharap supaya depo ini lebih aman, itu bisa direlokasi di daerah pelabuhan,” ucap Ma'ruf seperti dikutip dari situs Sekretariat Wakil Presiden. Bukan hanya depo Pertamina Plumpang, Ma'ruf melanjutkan, depo lain yang berisiko membahayakan masyarakat juga akan ditata ulang.
Karena itu, pada Ahad, 5 Maret lalu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menggelar rapat bersama Menteri Badan Usaha Milk Negara Erick Thohir; Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati; dan penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono. Sehari kemudian, Erick mengumumkan hasil rapat tersebut. Menurut Erick, pemerintah akan memindahkan depo Pertamina dari Plumpang ke tanah milik PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo. Lahan ini berupa reklamasi, yang dikenal sebagai New Priok tahap II di kawasan Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin (tengah kanan) didampingi Menteri BUMN Erick Thohir (tengah tengah kiri) meninjau permukiman penduduk yang hangus terbakar dampak kebakaran di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, 4 Maret 2023. ANTARA/Aprillio Akbar
Namun lahan itu baru siap digarap pada akhir 2024. Pembangunan depo baru pun butuh waktu hingga dua setengah tahun. Selagi depo baru dibangun, Erick mengatakan, akan dibuat kawasan penyangga atau buffer zone di sekitar kawasan Plumpang. "Kami menginginkan dukungan pemerintah daerah dan masyarakat. Akan kami buat buffer zone 50 meter dari pagar," ujarnya.
Kepada Tempo pada Jumat, 10 Maret lalu, Muhadjir mengatakan rapat tersebut adalah tindak lanjut perintah Presiden Joko Widodo seusai kunjungan ke korban kebakaran. "Beliau memerintahkan Menteri BUMN dan penjabat Gubernur Jakarta mencarikan solusi secepatnya," katanya.
Menurut Muhadjir, opsi memindahkan depo Pertamina dari Plumpang mempertimbangkan manfaat dan standar keamanan jangka panjang. Dia bercerita, ketika depo ini dibangun, lokasinya masih berupa rawa-rawa. "Gung lewang-lewung (hutan belantara). Sekarang, sekalipun penghuninya direlokasi, tetap tidak sepenuhnya aman."
Karena itu, Muhadjir menambahkan, lokasi baru depo Pertamina harus memiliki buffer zone alami yang tidak mudah terganggu perkembangan demografi atau mobilitas penduduk. Kawasan reklamasi pun menjadi pilihan karena mempunyai zona penyangga alami berupa Teluk Jakarta. "Opsi pemindahan depo tidak ada kaitannya dengan status kepenghunian warga. Jika semula (warga Tanah Merah) ilegal, bukan berarti kalau depo direlokasi status mereka menjadi penduduk legal."
Itu yang tidak disampaikan Erick secara gamblang. Dia hanya menyebutkan pemerintah dan Pertamina akan membangun buffer zone selebar 50 meter dari pagar depo. Toh, Pertamina dan pemerintah tetap harus memindahkan warga untuk membangun perimeter itu.
Belum lagi pembahasan relokasi depo tuntas, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan hal berbeda. Menurut dia, justru warga Tanah Merah yang harus direlokasi, bukan depo Pertamina. "Jangan ini disuruh pindah. Orang yang tidak berhak di situ yang disuruh pindah," tuturnya pada Senin, 6 Maret lalu.
Ketidakjelasan sikap pemerintah, menurut anggota Komisi Industri Dewan Perwakilan Rakyat, Deddy Yevri Sitorus, berbahaya. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini berpendapat masyarakat Tanah Merah yang semestinya dipindahkan karena mereka menduduki tanah Pertamina secara ilegal. "Ini menyangkut kepastian hukum. Tidak adil bagi masyarakat lain, para pembayar pajak, yang harus mencicil bertahun-tahun agar bisa punya rumah," ujarnya pada Kamis, 9 Maret lalu.
Menurut Deddy, persoalan ini bisa menjadi pembenaran bagi tindakan ilegal serupa jika dibiarkan. "Tanah negara, tanah BUMN yang belum dibangun, bisa diduduki orang." Meski begitu, dia mengusulkan warga diberi pengganti berupa permukiman baru. "Kalau pemerintah tidak punya lahan, minta sebagian aset Pertamina untuk tempat mendirikan rumah susun," tuturnya.
•••
SEBELUM pemerintah mengemukakan rencana pemindahan depo Pertamina Plumpang, usulan serupa pernah muncul di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Parlemen mengusulkan relokasi infrastruktur berisiko tinggi setelah terjadi kebakaran kilang Balongan di Indramayu, Jawa Barat, pada 2021.
Kini rencana lahan baru untuk depo Pertamina mengerucut ke proyek reklamasi di Kalibaru, Cilincing. Kawasan ini dibangun Pelindo sejak 2012, tapi proyek berhenti lima tahun kemudian. Proyek senilai Rp 11 triliun ini menjadi beban bagi Pelindo. Pada akhir September 2018, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan indikasi kerugian negara Rp 1,032 triliun dalam proyek itu. Temuan berasal dari audit investigasi keempat dalam serangkaian pemeriksaan yang diminta Panitia Khusus Hak Angket Pelindo DPR.
Para ahli yang menjadi rujukan auditor BPK menyebutkan proyek reklamasi itu berpotensi mengalami kegagalan konstruksi karena lahannya amblas. Lahan reklamasi, menurut hasil audit ini, lembek gara-gara menggunakan tanah dari lumpur kolam dan alur pelayaran di pesisir Kalibaru sebanyak 25 juta meter kubik. Padahal lahan reklamasi biasanya memakai material yang lebih keras seperti pasir. BPK menyebut proyek ini bisa dilanjutkan, tapi perlu perlakuan khusus.
Sejumlah warga melihat mobil yang hangus terbakar pascakebakaran Depo Pertamina Plumpang di Jalan Koramil, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, 4 Maret 2023. ANTARA/Aprillio Akbar
Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono mengatakan sudah membahas nasib lahan reklamasi di Kalibaru bersama BPK dan Kejaksaan Agung. Menurut dia, temuan BPK tidak menyurutkan upaya perseroan melanjutkan reklamasi. "Apakah karena temuan ini proyek tak bisa dilanjutkan? Apa mau dibiarkan tidak dibangun? Tinggal yang salah atau kurang baik kami perbaiki," katanya kepada Tempo pada Jumat, 10 Maret lalu.
Saat ini, Arif melanjutkan, Pelindo terus mempersiapkan lahan reklamasi itu antara lain dengan penyemprotan. Upaya ini bertujuan memadatkan lahan sehingga siap dibangun. Arif mengaku sudah membahas rencana pembangunan depo di lahan itu sebagai pengganti depo Plumpang. Tujuannya adalah memanfaatkan lahan reklamasi Kalibaru yang sejak awal dirancang punya fasilitas penyimpanan bahan bakar. "Ini proyek konstruksi besar, investasi besar, dan strategis," ucapnya.
Sejumlah pejabat Pertamina menyebutkan rencana memindahkan depo Plumpang selama ini alot karena berbagai hal. Salah satunya terkait dengan jaringan pipa pemasok BBM dari kilang Balongan. Menurut mereka, akan sulit untuk membelokkan pipa dari Balongan menuju Kalibaru yang menjadi salah satu jalur pelayaran.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengakui pemindahan depo Plumpang merupakan rencana jangka panjang. "Tapi depo tidak bisa langsung dipindah. Karena itu, kami akan mengikuti arahan pemerintah, membuat buffer zone di sekitar depo," katanya pada Jumat, 10 Maret lalu. Karena itu, urusan relokasi depo Plumpang bakal masih panjang.
RETNO SULISTYOWATI, AISHA SHAIDRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo