Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Dugaan Pencatutan KTP DKI untuk Dharma Pongrekun Dinilai Langgar UU Pelindungan Data Pribadi

Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menilai dugaan pencatutan KTP DKI untuk pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana merupakan tindak pidana

18 Agustus 2024 | 18.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menilai dugaan pencatutan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk pencalonan pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto sebagai calon independen di Pilkada DKI Jakarta merupakan tindak pidana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ini ada sistem, ada struktur dalam kasus pencatutan data pribadi berupa KTP untuk pencalonan independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana,” kata Ketua PBHI Julius Ibrani saat dihubungi, Ahad, 18 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, ribuan data pendukung yang didapat pasangan calon kepala daerah itu janggal karena diperoleh dalam waktu singkat. Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta menyatakan Dharma-Kun tidak lolos verifikasi, namun beberapa waktu kemudian diloloskan dengan mengantongi 677.468 dukungan.

Jumlah tersebut berada di ambang batas minimal 618.968 untuk maju sebagai calon independen. Namun, Julius Ibrani skeptis dengan cara pengumpulan data pribadi dari pendukung mereka.

“Logikanya satu-satunya sumber yang bisa dia cari untuk mendapatkan data ini adalah instansi baik Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Komunikasi dan Informatika,” ucapnya.

Faktanya, kata Julius, PBHI menerima lebih dari 300 aduan warga yang menyatakan tidak mengenal dan tidak pernah memberi dukungan terhadap Dharma-Kun. Mereka yang mengadu itu KTP-nya dicatut usai memeriksa di laman info pemilu milik KPU.

“Gak mungkin dilakukan individu tanpa orkestrasi politik tingkat tinggi di atasnya,” tuturnya.

Menurut dia, ini bukan lagi delik aduan suatu tindak pidana, melainkan delik umum yang mesti ditindaklanjuti segera oleh kepolisian. Julius menyebut polisi tidak perlu menunggu lama atau menanti semua laporan korban.

PBHI menilai pencatutan data ini melanggar Pasal 65 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Berdasarkan Pasal 67 ayat (1), pelakunya diancam pidana maksimal lima tahun penjara dan/atau denda Rp 5 miliar.

Masyarakat yang merasa dirugikan juga dapat menggugat secara perdata atas kasus pencatutan KTP ini secara individu maupun class action atau bersamaan.

“Untuk mempermudah pembuktian dalam gugatan perdata, maka dibutuhkan proses di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) terhadap KPU dan pasangan calon pengguna KTP secara ilegal,” kata Julius Ibrani.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus