Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Kasus Artis Narkoba, Pengamat Sosial UI: Narkoba Tak Pernah Berhenti Menghantui

Bahaya peredaran gelap narkotika menyasar semua kalangan terbukti dengan banyaknya artis dan pesohor yang berulang kali terjerat kasus narkoba.

6 Desember 2020 | 14.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengingatkan bahaya narkotika menanggapi banyak kasus artis nakoba di masa pandemi Covid-19 ini. Menurut Devie, bahaya peredaran gelap narkotika masih nyata terjadi di masyarakat dan menyasar semua kalangan terbukti dengan banyaknya artis dan pesohor yang berulang kali terjerat kasus narkoba. 

"Menurut hemat saya, kasus para pesohor itu memakai narkoba itu mengingatkan kita bahwa narkoba itu tidak pernah berhenti menghantui kita semua, mengincar kita semua untuk menjadi kliennya," kata Devie kepada ANTARA saat dihubungi di Jakarta, Sabtu 6 Desember 2020.

Kasus artis narkoba yang baru saja menggegerkan masyarakat adalah penangkapan artis senior Iyut Bing Slamet (IBS) untuk yang kedua kalinya.

Adik perempuan Adi Bing Slamet itu sebelumnya pernah ditangkap terkait penyalahgunaan narkotika jenis sabu pada 2011. Berdasarkan pemeriksaan sementara, mantan penyanyi cilik tersebut telah mengkonsumsi narkoba jenis sabu sejak tahun 2004 secara putus nyambung atau dikenal sebagai pengguna rekreasional.

Selain Iyut Bing Slamet ada beberapa nama artis lain yang sudah beberapa kali ditangkap karena terjerat kasus narkoba seperti Tio Pakusadewo, Reza Artamevia, Jenifer Dunn, Fariz RM, dan Ibra Azhari.

Menurut Devie, kasus selebritas terjerat narkoba untuk yang kedua kalinya bukan hal biasa, tetapi masyarakat perlu menyadari bahwa narkoba tidak hanya menyasar kalangan artis saja, tapi semua kalangan, baik itu masyarakat umum, bahkan akademisi.



"Penelitian BNN menyebutkan bahwa pengguna narkoba itu tidak dimonopoli oleh profesi tertentu, artinya bukan hanya pekerja seni saja, tapi semua, yang paling besar itu angka pengguna adalah usia produktif," katanya.

Devie menyebutkan, para pengedar narkoba menyasar usia produktif sebagai pengguna narkoba karena memiliki uang, sehingga memiliki kemampuan untuk membeli.

Narkoba, lanjut dia, adalah bisnis gelap yang akan mengincar orang-orang yang memiliki kemampuan membeli, dan itu bisa siapa saja, bukan hanya artis. "Itu satu catatan, artinya bukan karena keartisan saja," katanya.

Dosen Vokasi Universitas Indonesia ini menyebutkan, narkoba secara umum memiliki dua efek yakni sebagai stimulan (meningkatkan stamina) dan sebagai depresan (membuat rileks). Pada masa pandemi Covid-19 ini, banyak orang yang stres karena pekerjaan dan kondisi perekonomian, sehingga mendorong penggunaan narkoba.

"Kalau orang sangat ingin bekerja keras, ingin tetap terjaga, maka pilihannya adalah pada stimulan, tapi kalau dia ada masalah ingin melupakan dia kemungkinan besar akan memilih depresan," kata Devie.

Devie mengingatkan, di era modern saat ini masyarakat harus lebih hati-hati karena pengedar narkoba melakukan profiling pembelinya lewat media sosial.

Baca juga: Syok Berat, Tersangka Penyalahgunaan Narkoba Iyut Bing Slamet Ditemani Polwan

Karena kata dia, sangat mudah menemukan orang-orang stres lewat postingan di media sosialnya. Terlebih di masa pandemi Covid-19 saat ini. "Ditambah lagi sekarang ada pandemi, kita bisa pahami semua orang dalam keadaan stres, akan mendorong orang mencari jalan keluar, sayangnya sebagian masyarakat kita sebagian kecil mungkin melihat narkoba sebagai jalan keluar," kata Devie.







 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus