Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi kesulitan mendeteksi masuknya pekerja migran dari negara lain.
Penanganan Covid-19 di Jawa Timur dianggap paling buruk di Pulau Jawa.
Sejumlah kepala daerah dianggap tak maksimal mendukung PPKM darurat.
RAMLAN Sitompul menyampaikan dua hal saat bertemu Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Rabu, 21 Juli lalu. Ketua Ikatan Dokter Indonesia Sumatera Utara itu meminta Edy menutup pintu bagi para pendatang dari luar negeri dan memperjelas sistem karantina untuk mencegah penularan Covid-19. Ramlan juga meminta gubernur memperketat pintu masuk ke Sumatera Utara, baik dari jalur darat maupun udara. Sebagai tambahan, Ramlan menyarankan semua pendatang menjalani tes usap antigen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Tempo pada Jumat, 23 Juli lalu, Ramlan bercerita bahwa persamuhan dengan agenda sosialisasi protokol kesehatan itu dihadiri oleh sejumlah lembaga kepemudaan dan agama di Sumatera Utara. Menurut Ramlan, mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat itu lebih banyak bercerita mengenai wawasan kebangsaan dan sejarah perjuangan Indonesia. Dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan serta bedah kepala dan leher itu menyayangkan Edy kurang banyak bicara soal penanganan Covid-19. Edy pun tak menanggapi pernyataan Ramlan. “Diserahkan ke tim ahli,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua hal itu menjadi sorotan bagi Ramlan karena meningkatnya penderita Covid-19 di Sumatera Utara. Data Satuan Tugas Covid-19 menunjukkan, hingga Jumat, 23 Juli lalu, provinsi itu menempati peringkat tiga besar di seluruh Sumatera ihwal jumlah kasus Covid-19, yakni 49.756 kasus dan 1.356 orang meninggal. Ramlan curiga peningkatan angka penderita Covid-19 terjadi lantaran Sumatera Utara masih terbuka bagi pekerja Indonesia dari luar negeri yang masuk secara ilegal, khususnya dari Malaysia dan Singapura.
Kedatangan warga asing juga ditengarai menjadi penyebab tingginya jumlah kasus di Sumatera Utara. Salah satunya bersandarnya kapal Supply Vessel Miclyn berbendera Malaysia di Pelabuhan Belawan, Kota Medan. Gubernur Edy mengatakan 18 anak buah kapal di Vessel Miclyn terinfeksi virus corona varian delta asal India. Dua pekerja kapal masih dalam perawatan. “Sebanyak 16 orang telah selesai menjalani isolasi dan semuanya bukan warga Sumatera Utara,” ujarnya, Sabtu, 17 Juli lalu. Edy juga mengaku kesulitan mendeteksi masuknya pekerja migran Indonesia melalui jalur ilegal.
Baca: Pengakuan WNI Dikarantina di Hotel, Mendadak Positif dan Wajib Membayar Belasan Juta Rupiah
Bukan hanya soal lonjakan jumlah kasus, anggaran penanganan Covid-19 di Sumatera Utara pun menjadi sorotan. Pengamat anggaran dan kebijakan publik Universitas Sumatera Utara, Siska Barimbing, menyebutkan ada dugaan penyelewengan dana penanganan Covid. “Ini diperkuat dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan,” ucapnya, Jumat, 23 Juli lalu.
Pengecekan dokumen surat keterangan bebas COVID-19 di Stasiun Kereta Api Medan, Kota Medan, Sumatera Utara, 12 Juli 2021. ANTARA/Fransisco Carolio
Pada Mei lalu, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Tata Usaha BPK Sumatera Utara Mulya Widyopati mengatakan ada delapan kejanggalan dalam laporan keuangan Sumatera Utara ihwal belanja untuk kegiatan penanganan pandemi. “Ada kelebihan pembayaran di beberapa pengadaan,” ujarnya. Kepada wartawan, Gubernur Edy mengatakan masalah ini sedang ditangani secara internal karena pemerintah Sumatera Utara punya waktu paling lama 60 hari untuk melakukan perbaikan.
Edy belum bisa dimintai tanggapan ihwal pertemuan di kantornya pada Rabu, 21 Juli lalu. Telepon selulernya tak aktif saat dihubungi. Hingga Sabtu sore, 24 Juli, pertanyaan yang disampaikan kepada seorang ajudannya pun belum mendapat tanggapan.
Tak hanya di Sumatera Utara, sejumlah pemerintah daerah juga kelabakan menangani pandemi Covid-19. Tiga pejabat pemerintah menyebutkan salah satu provinsi yang menjadi sorotan di tingkat pusat adalah Jawa Timur. Menurut ketiganya, penanganan pagebluk di provinsi itu dianggap yang terburuk di Pulau Jawa. Misalnya soal ketimpangan data kasus positif, juga tingginya angka kematian atau fatality rate sebesar 7,5 persen atau tiga kali lipat dari angka nasional.
Sumber yang sama menyebutkan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga dianggap kerap membuat blunder. Salah satunya perayaan ulang tahun Khofifah yang menyebabkan kerumunan pada pertengahan Mei lalu. Melalui akun Instagram-nya pada Rabu, 21 Juli lalu, ia meminta maaf ihwal penanganan pandemi di daerahnya. “Mohon maaf, belum dapat memuaskan seluruh masyarakat,” katanya.
Penanganan Covid-19 di sejumlah daerah diwarnai oleh tersendatnya insentif untuk tenaga kesehatan. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegur Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru bersama 18 kepala daerah lain karena persoalan itu dan rendahnya penyerapan anggaran penanganan pandemi. Belakangan, pemerintah Sumatera Selatan mengucurkan Rp 5,2 miliar untuk 500 tenaga kesehatan.
Sekretaris Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Trisnawarman menuturkan, keterlambatan itu terjadi karena perubahan peraturan pencairan. “Baik dari pemerintah pusat maupun aturan pemprov,” tuturnya. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga mengaku sejumlah kabupaten dan kota di wilayahnya belum membayar insentif. “Ada yang ditunda karena uangnya dipakai untuk kebutuhan lain dan masih ada yang didiskusikan untuk dicairkan,” katanya.
Belakangan, pemerintah pusat juga membahas minimnya dukungan pemerintah daerah dalam pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Dua pejabat pemerintah menuturkan, dalam rapat kabinet terbatas pada Senin, 19 Juli lalu, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan memaparkan soal tidak maksimalnya dukungan tersebut. Pejabat yang mengetahui isi pertemuan itu mengatakan bahwa rapat tersebut juga membahas opsi pemotongan anggaran bagi daerah yang tak patuh. Misalnya dana alokasi khusus untuk penanganan Covid-19 dialihkan ke TNI dan kepolisian di daerah untuk vaksinasi dan pelacakan.
Baca: Kacau-Balau Vaksinasi Covid-19 di Daerah
Sekretaris Kabinet Pramono Anung tak merespons pesan WhatsApp dan panggilan Tempo. Juru bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, enggan menanggapi pertanyaan Tempo. “Biasanya kalau anggaran langsung Ibu Menteri Keuangan,” ujarnya. Deputi Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan Presiden memang memperhatikan penanganan pandemi di berbagai daerah. Misalnya, Presiden menekankan kepada kepala daerah untuk mendisiplinkan masyarakat, dan mempersiapkan rumah-rumah isolasi. “Ini tercermin dengan perluasan PPKM ke berbagai daerah.”
Pada Kamis, 1 Juli lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah akan memberikan hukuman bagi kepala daerah yang tidak menjalankan PPKM darurat. “Sanksinya teguran dua kali sampai pemberhentian sementara,” kata Luhut.
Namun para kepala daerah menolak disalahkan begitu saja. Seorang bupati di Jawa Tengah bercerita, tidak berjalannya PPKM darurat karena dia tak mau berbenturan dengan masyarakat. Misalnya melarang pedagang kaki lima berdagang tanpa memberikan bantuan sosial. Kepala daerah dari partai pendukung pemerintah ini juga mengaku bingung karena kebijakan pemerintah pusat soal penanganan Covid-19 kerap berubah. “Kami belum mengeluarkan keputusan, tapi aturannya sudah berubah lagi,” ujarnya.
SAHAT SIMATUPANG (MEDAN), ADINDA ZAHRA (MEDAN), ABDI PURNOMO (MALANG)
----------
Catatan Redaksi: Artikel ini telah mengalami perubahan pada Ahad, 25 Juli 2021, pukul 12.50. Yaitu dengan menambahkan keterangan Deputi Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara Wawan Hari Purwanto.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo