Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Wacana penundaan pemilu mencuat dalam pembahasan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
PDI Perjuangan tetap mendukung pembahasan PPHN meski telah mencabut dukungan amendemen.
Masih ada waktu hingga Agustus untuk menyelundupkan agenda penundaan pemilu.
BEGITU rapat Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat dibuka pada Rabu, 30 Maret lalu, berbagai pendapat muncul dari peserta persamuhan. Sebagian peserta yang hadir mempersoalkan isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden di tengah pembahasan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada kekhawatiran bersama karena arus penundaan pemilu tidak main-main,” kata Wakil Ketua Tim Perumus Badan Pengkajian MPR Tamsil Linrung kepada Tempo, Kamis, 31 Maret lalu. Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah itu, sejumlah legislator Senayan sempat membicarakan dukungan terhadap Joko Widodo untuk menjabat presiden selama tiga periode.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehari sebelum rapat Badan Pengkajian MPR, seruan Jokowi tiga periode bergema dalam pertemuan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta. Presiden Joko Widodo, juga Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, tersenyum mendengar teriakan dari sejumlah kepala desa.
Tamsil menuturkan, ada peserta rapat yang berceletuk bahwa Luhut telah menemukan kunci kotak Pandora yang tersimpan di dasar laut untuk mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945. Nama Luhut kerap dikaitkan dalam rencana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, wacana yang hanya bisa terlaksana melalui amendemen konstitusi. (Baca: Manuver Luhut Mengegolkan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden)
Dua anggota Badan Pengkajian MPR bercerita, pertemuan itu juga menjadi ajang memastikan sikap partai politik ihwal penundaan pemilu. Tiga ketua umum partai telah melempar wacana tersebut, yaitu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Meskipun muncul kekhawatiran adanya penumpang gelap yang ingin menjadikan PPHN sebagai pintu masuk amendemen konstitusi, Badan Pengkajian MPR tetap membuka opsi perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Dua opsi lain adalah pengaturan PPHN dalam undang-undang atau melalui ketetapan MPR.
Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat membenarkan adanya tiga opsi tersebut. Namun sebagian besar anggota tim perumus cenderung memilih opsi PPHN dimasukkan ke undang-undang, bukan melalui amendemen konstitusi. “Keputusan tetap pada pimpinan MPR dan rapat gabungan fraksi-fraksi,” ucap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Opsi amendemen konstitusi pertama kali dimunculkan oleh PDIP. Namun, senyampang dengan menguatnya wacana penundaan pemilu, partai banteng menarik dukungan terhadap amendemen. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pertemuan dengan pengurus dan kepala daerah dari partai itu pada Rabu, 9 Maret lalu, menyatakan menolak penundaan pemilu. (Baca: Seruan Megawati Melawan Penundaan Pemilu)
Anggota Badan Pengkajian dari PDIP, Hendrawan Supratikno, mengatakan penarikan dukungan itu bukan berarti partainya mengabaikan pembahasan PPHN. “Ini dua hal yang berbeda,” ujar Hendrawan, yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Berbeda dengan PDIP, Partai NasDem tidak mengirim perwakilan ke Badan Pengkajian. Ketua Fraksi NasDem di MPR, Taufik Basari, mengatakan partainya tak mau membuka peluang amendemen konstitusi untuk memasukkan PPHN. Ia meyakini, begitu pintu amendemen terbuka, “Akan masuk pasal perubahan masa jabatan presiden, bukan hanya penundaan pemilu.”
Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, mengatakan selama ini belum pernah ada pembahasan khusus soal rencana amendemen konstitusi. Ia menjamin Demokrat bakal mati-matian menangkis wacana tersebut. Benny mengaku ditugasi partainya untuk memastikan payung hukum PPHN bukanlah perubahan UUD 1945.
Menghalau penundaan pemilu, petinggi Demokrat rajin berkomunikasi dengan partai lain. Pada Selasa, 29 Maret lalu, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menemui Ketua Umum NasDem Surya Paloh di NasDem Tower, Menteng, Jakarta Pusat. Agus menyatakan salah satu agenda pertemuan adalah membahas amendemen UUD 1945 dan penundaan pemilu.
“Kami tegas dan sepakat pelanggengan kekuasaan dengan penundaan pemilu tidak bisa diterima dengan akal sehat,” ujar Agus. Sikap serupa diambil oleh Partai Persatuan Pembangunan. Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan partainya dan sejumlah partai lain makin gencar menolak amendemen karena isu penundaan pemilu makin kencang.
Meski mendukung pengaturan PPHN melalui undang-undang, sebagian pengurus partai tetap mewaspadai opsi amendemen. Sebabnya, tiga opsi payung hukum PPHN baru diserahkan kepada pimpinan MPR pada pertengahan Mei mendatang.
Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR dari DPD, Tamsil Linrung, mengatakan pimpinan MPR akan mengundang semua fraksi dan perwakilan DPD. Setelah itu, pimpinan akan membentuk panitia ad hoc untuk mengambil keputusan. Adapun anggota Badan Pengkajian MPR dari Partai Persatuan Pembangunan, Syaifullah Tamliha, mengatakan rumusan PPHN masih akan dibahas dalam empat-lima kali pertemuan.
Adapun keputusan akhir yang menentukan baru akan diambil pada Agustus mendatang. “Kami tetap harus mewaspadai munculnya penumpang gelap,” kata Tamsil.
Sejumlah politikus Senayan yang ditemui Tempo mengatakan peluang penundaan pemilu dan dengan menumpang pembahasan PPHN melalui amendemen konstitusi masih terbuka. Sebabnya, banyak legislator dan senator diam-diam mendukung wacana tersebut. Jika masa jabatan presiden diperpanjang, otomatis mereka bisa duduk di Senayan lebih lama.
EGI ADYATAMA, DEWI NURITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo