Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
BIN terlibat aktif dalam pembuatan vaksin di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Formula obat yang diajukan BIN bersama Universitas Airlangga dan TNI Angkatan Darat masih belum teruji.
BIN dikabarkan juga membagikan kalung anti-corona ke sejumlah anggota DPR.
MENDAPAT mandat sejak 3 September lalu, tim percepatan pengembangan vaksin Covid-19 melaporkan kerjanya kepada Presiden Joko Widodo di Istana Bogor enam hari kemudian. Rombongan yang dipimpin ketua tim sekaligus Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro, itu menyampaikan bahwa bibit vaksin diprediksi rampung pada akhir 2020.
“Presiden berpesan agar produksi vaksin bisa lebih cepat, tapi juga efektif dan aman untuk masyarakat,” kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio, yang ikut dalam pertemuan tersebut. Menurut dia, bibit vaksin akan diserahkan dari Eijkman kepada Bio Farma pada Januari tahun depan. Pada Oktober-November ini, tim akan menguji coba vaksin ke tubuh hewan.
Jauh sebelum Presiden membentuk tim percepatan pengembangan vaksin, Eijkman bersama Bio Farma membentuk tim vaksin yang terdiri atas sepuluh orang. Amin bercerita bahwa inisiasi ini antara lain datang dari Badan Intelijen Negara. Lembaga telik sandi tersebut memberikan bantuan sejumlah peralatan. Tak bersedia menjelaskan jenis peralatan yang diterimanya, Amin menyatakan lembaganya rutin melaporkan perkembangan pembuatan vaksin kepada BIN.
Bantuan diserahkan Sekretaris Utama BIN Bambang Sunarwibowo pada 10 April lalu. Peralatan tersebut antara lain dua mesin ekstraksi robotik otomatis dan tambahan satu mesin reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR). Bambang berharap peralatan itu bisa mempercepat kerja para peneliti, termasuk dalam memproses sampel virus. Hasilnya, kecepatan proses identifikasi atau uji sampel Eijkman meningkat dua kali lipat dari 180 menjadi 360 sampel per hari.
Ketika mulai bekerja, Amin mengakui ada sejumlah hambatan yang dihadapi tim vaksin, seperti pemenuhan kebutuhan reagen. Saat awal pandemi, kebutuhan reagen yang meningkat tak diiringi produksi yang berlipat di luar negeri. Tak mudah mendapatkan reagen karena sejumlah negara produsen di Eropa dan Amerika mengkarantina wilayahnya. Tim vaksin pun menyampaikan kebutuhan itu kepada BIN. “Mereka kemudian mencarikan,” ujar Amin.
Menurut Amin, BIN membantu dengan menyediakan akses transportasi. Deputi Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Purwanto mengatakan lembaganya memiliki jalur khusus untuk mendapat akses peralatan kesehatan. “Kami berkomunikasi untuk mendapatkan bahan baku dan obat-obatan,” tutur Wawan pada Kamis, 24 September lalu.
BIN, kata Wawan, terlibat dalam penanganan corona sejak virus itu muncul di Provinsi Wuhan, Cina. Awal Januari 2020, Wawan bersama Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan saat itu, Budi Sylvana, menemui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo. Dari diskusi tersebut, mereka memutuskan menutup akses di 135 wilayah perbatasan, baik darat, laut, maupun udara. BIN pun terlibat dalam upaya memulangkan mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Wuhan.
Lembaga yang bermarkas di Pejaten, Jakarta Selatan, itu makin berperan setelah Presiden Joko Widodo secara eksplisit memerintahkan BIN membantu penanganan corona. “Agar segera mengambil langkah,” ujar Wawan menirukan ucapan Presiden. Berangkat dari perintah ini, BIN aktif di berbagai lini.
Mula-mula lembaga telik sandi ini membuka lowongan untuk tenaga medis yang bersedia menjadi relawan penanggulangan Covid-19. BIN menjanjikan, mereka yang lolos dan memenuhi syarat bakal diangkat sebagai aparat sipil negara di lembaga intelijen tersebut. Dideklarasikan pada 22 April lalu di Wisma Atlet Kemayoran, Relawan Bersatu Lawan Covid-19 itu dipimpin mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Salahuddin Uno.
Pada 12 Juli lalu, Sandiaga memimpin tim relawan mengadakan uji cepat di kawasan Waduk Pluit, Jakarta Utara, dengan peserta 1.200 orang. Kegiatan serupa dilakukan di kawasan Tanjung Priok. Menurut Sandiaga, kegiatan ini bertujuan memutus rantai penyebaran Covid-19 dan membantu masyarakat yang kesulitan biaya saat hendak menjalani uji cepat. “Biaya tes cepat relatif tinggi,” katanya.
BIN juga membuat permodelan matematika untuk memprediksi puncak pandemi corona. Pada awal Maret lalu, BIN memprediksi jumlah kasus positif di Indonesia mencapai 1.577 pada akhir bulan itu. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19—kini Satuan Tugas Penanganan Covid-19—menunjukkan kasus positif di Indonesia per 31 Maret sebanyak 1.528. BIN juga memprediksi puncak pandemi terjadi pada akhir Juli dengan jumlah 106.278 kasus positif. Data Gugus Tugas menunjukkan jumlah kasus pada masa itu mencapai 108.376. Namun kasus itu terus bertambah dan belakangan angkanya terus melonjak. “Posisi sekarang masih jauh dari puncak,” ujar Wawan.
Menurut Wawan, lembaganya juga mendekati kampus-kampus untuk menemukan vaksin atau obat Covid-19. BIN pun mengumpulkan ahli virus, pengelola laboratorium, dan ahli farmasi serta mendatangi hampir semua universitas yang memiliki fakultas kedokteran dan farmasi. Di antara semua kampus tersebut, kata Wawan, Universitas Airlangga paling cepat merespons. Bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat, lembaga-lembaga ini mengembangkan obat yang diklaim mampu menyembuhkan corona. Ada tiga kombinasi obat yang dihasilkan, yaitu lopinavir dan ritonavir; lopinavir, ritonavir, dan doxycycline; dan terakhir hydroxychloroquine dengan azithromycin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih (kiri) dan Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN) Komjen Pol Bambang Sunarwibowo (kanan) menjelaskan tentang temuan urutan DNA Covid 19, di Surabaya, Jawa Timur, Mei 2020. ANTARA/Moch Asim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan inspeksi atas racikan obat itu pada 28 Juli lalu. Hasil inspeksi kemudian diumumkan ke publik pada 19 Agustus 2020. Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan ada sejumlah temuan kritis terhadap pembuatan obat ini. Salah satunya soal pemilihan sampel yang belum merepresentasikan faktor keragaman demografi dan wilayah. Tim riset Airlangga pun hanya memberikan obat kepada orang tanpa gejala. Penny menilai seharusnya obat itu diberikan kepada penderita dengan gejala ringan, sedang, dan berat.
Temuan lain Badan POM adalah obat yang dihasilkan belum menunjukkan perbedaan signifikan dengan terapi standar. Padahal efek obat memerlukan penelitian lebih jauh. Selain itu, kata Penny, karena obat yang diujikan merupakan kombinasi obat keras, penting melihat dampaknya terhadap pasien selama riset. “Sehingga ada ketaatan validitas dalam riset ini,” ujarnya. Wawan mengaku masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki dalam pembuatannya. “Kami sedang tektokan,” katanya.
Tak hanya soal obat dan vaksin, BIN juga membagikan kalung anti-corona ke sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada Mei-Juni lalu. Mata kalung berbentuk perisai itu bertulisan “E.A. Mask”. Dua politikus Senayan mengaku menerima kalung tersebut dari BIN. Namun Wawan membantah kabar bahwa lembaganya membagikan kalung tersebut. “Itu ada di toko online,” ujarnya. Di salah satu toko online, kalung antivirus yang disebut berasal dari Jepang itu berharga Rp 150-275 ribu.
WAYAN AGUS PURNOMO, ADAM PRIREZA, FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo