Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Bagaimana Difabel Mengawal Lahirnya Peraturan Daerah Jakarta

Peraturan daerah Jakarta dinilai cukup memenuhi aspirasi kaum difabel. Dikawal sejak pembahasan rancangannya.

6 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOORDINATOR Tim Advokasi Perhimpunan Jiwa Sehat, Fatum Ade, hampir setiap hari menanyakan sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta mengenai pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Jakarta tentang Pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia juga mengajak para anggota DPRD berdiskusi agar berbagai aspirasi mereka tersampaikan dan terwujudkan dalam peraturan itu. “Saking seringnya mendatangi sekretariat DPRD, kami sampai ditanya 'Emang tidak punya pekerjaan lain?',” tutur Dhede—begitu Fatum Ade disapa—kepada Tempo pada Senin, 30 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dhede adalah perwakilan organisasi kemasyarakatan penyandang disabilitas mental. Selain timnya, kala itu ada perwakilan organisasi penyandang disabilitas netra, tuli, dan daksa yang ikut mengawal rancangan tersebut hingga disahkan pada 2020. “Sekitar 20 organisasi yang terlibat,” kata Dhede.

Bagi penyandang disabilitas, rancangan ini sangat penting karena mengatur hal teknis dari amanat Undang-Undang Penyandang Disabilitas. Peraturan itu juga mengatur hajat hidup mereka, termasuk transportasi ramah difabel.

Dhede mengatakan ormas penyandang disabilitas sudah terlibat sejak 2021. Dhede dan teman-temannya rajin mengikuti rapat anggota DPRD DKI Jakarta dari balkon ruang sidang bersama pemantau lain. Menurut dia, salah satu aturan yang terus ditawarkan organisasinya adalah soal konsesi.

Menurut peraturan tersebut, konsesi adalah segala bentuk potongan biaya yang diberikan pemerintah daerah kepada penyandang disabilitas. Pasal 103 menyebutkan penyandang disabilitas di Jakarta berhak mendapatkan potongan untuk harga transportasi publik, tarif air minum, harga sewa perumahan, tiket sarana pariwisata, dan biaya parkir. “Konsesi adalah salah satu bentuk perlindungan sosial kepada penyandang disabilitas lantaran mereka pasti perlu mengeluarkan biaya ekstra karena keterbatasannya,” kata Dhede.

Dhede bersyukur, setelah rancangan peraturan itu disahkan, pemerintah DKI antara lain meluncurkan Transjakarta Cares, mobil khusus dan gratis bagi penyandang disabilitas untuk menuju halte Transjakarta. Pengguna bisa memesan layanan itu bila hendak bepergian dengan bus Transjakarta.

Dhede mencatat masih ada sejumlah tantangan dalam layanan Transjakarta Cares, seperti hanya bisa memesan maksimal satu hari sebelum berkegiatan dan jumlah armadanya yang terbatas. “Tapi perda ini, menurut saya, yang terbaik dan saya mengapresiasi pemerintah provinsi ataupun anggota DPRD DKI Jakarta karena cukup terbuka selama proses pembahasannya,” ujarnya.

Dhede menilai peraturan sejenis di beberapa daerah lain tidak serinci peraturan ini. Pasal-pasalnya, kata dia, seolah-olah hanya menjiplak Undang-Undang Penyandang Disabilitas. “Saya sampai membandingkan Perda DKI dengan perda disabilitas daerah lain. Astaga, Perda DKI sangat detail dan bagus, jadi implementatif. Kalau daerah lain kurang detail,” ucapnya.

Mobil layanan Transjakarta Cares untuk pengguna disabilitas di Cawang, Jakarta, 4 Oktober 2024. TEMPO/Ilham Balindra

Deputi Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Fajri Nursyamsi menilai aturan Perda DKI ini cukup melindungi penyandang disabilitas, terutama dalam hal penganggaran. “Aturan ini memenuhi konteks nomenklatur penganggaran dan ketentuan lebih detail, seperti soal audit dan insentif,” katanya.

Fajri berpandangan bahwa rancangan peraturan Gubernur Jakarta tentang penyandang disabilitas, yang sekarang masih dalam tahap pembahasan, perlu segera disahkan. Alasannya, peraturan gubernurlah yang akan secara spesifik membagi tugas ke dinas-dinas untuk menangani urusan masyarakat penyandang disabilitas. Selama ini urusan itu hanya ditangani dinas sosial. “Padahal urusan penyandang disabilitas itu banyak ragamnya, dari soal akses pendidikan, transportasi, hingga kesehatan,” ujarnya.

Fajri mendorong pemerintah daerah lain membuat peraturan serupa dengan memasukkan beragam unsur yang dibutuhkan penyandang disabilitas. “Penting untuk mengenali warga penyandang disabilitas serta tantangan mereka di daerah masing-masing,” tuturnya.

Fajri juga menyarankan pemerintah Jakarta bekerja sama dengan pemerintah di daerah-daerah penyangga dalam menangani penyandang disabilitas. Dengan begitu, penyandang disabilitas di Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi juga akan mendapatkan layanan seperti Transjakarta Cares.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan Nirwono Yoga mengingatkan bahwa penyandang disabilitas berhak mendapatkan layanan yang setara dengan masyarakat pada umumnya. “Tugas pemerintahlah untuk memfasilitasi mereka agar bisa beraktivitas secara mandiri,” katanya.

Nirwono berharap, walaupun beberapa daerah lain tidak memiliki peraturan soal penyandang disabilitas, mereka tetap berkomitmen mewujudkan kota yang ramah penyandang disabilitas. “Mimpi saya, semoga semua pemerintah daerah bisa mewujudkan kota yang ramah penyandang disabilitas,” ucapnya.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo

Serial liputan ini merupakan bagian dari jurnalisme konstruktif yang didukung oleh International Media Support

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus