Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Perdagangan Karbon Sektor Listrik. Seperti Apa?

PLN dan perusahaan pembangkit listrik berburu pendapatan dari perdagangan karbon. Berlomba membangun sumber energi rendah emisi.

21 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PLN dan perusahaan pembangkit listrik menerima pendapatan dari unit karbon.

  • Penetapan harga karbon mengacu pada aturan mengenai nilai ekonomi karbon.

  • Hasil penjualan unit karbon digunakan untuk membangun pembangkit listrik energi bersih.

SEJAK bursa karbon meluncur pada 26 Desember 2023, penjual unit karbon sektor listrik hanya ada dua: PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Padahal jumlah pengguna jasa unit karbon terus merangkak naik dan hingga 20 Januari 2024 sudah ada 48 entitas. “Seharusnya negara ikut mengatur demand unit karbon ini,” ucap Agus Sari, Chief Executive Officer Landscape Indonesia, lembaga yang menggeluti isu lingkungan dan pengendalian emisi karbon di Indonesia, kepada Tempo, 16 Januari 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yang dimaksud Agus adalah kebijakan yang bisa memaksa pelaku usaha membeli unit karbon. Dengan kata lain kebijakan yang memaksa entitas penghasil emisi membeli unit karbon yang dijajakan PLN dan Pertamina di bursa karbon saat ini. Jika tidak bisa memenuhi ambang batas emisi, pelaku usaha harus membayar pajak karbon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah sudah berancang-ancang menerapkan pajak karbon minimal US$ 2 per ton emisi setara karbon dioksida. Instrumen ini bakal memaksa penghasil emisi mengurangi polusi atau membayar dengan cara membeli unit karbon atau sisa kuota emisi entitas lain. Namun, setelah mempertimbangkan kekurangsiapan pelaku usaha, pemerintah menunda penerapan pajak karbon hingga 2025. 

Penundaan tersebut membuat unit karbon yang sudah siap jual kurang laku. Padahal perdagangan karbon di sektor listrik punya dampak besar. Bagi PLN, misalnya, penjualan karbon ibarat bonus yang bisa mempercepat upaya menambah pembangkit listrik dengan energi ramah lingkungan. “Ada tambahan pendapatan yang tadinya tidak pernah ada," tutur Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo pada 30 November 2023.

Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo. Dok.PLN

Sebelum pemerintah membuka Indonesia Carbon Exchange atau IDX Carbon pada September 2023, sektor ketenagalistrikan termasuk yang paling awal memulai perdagangan karbon. Praktik perdagangan sukarela itu bahkan sudah berlangsung jauh sebelum pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang nilai ekonomi karbon. 

Hingga kuartal II 2023, grup Barito Pacific memanen US$ 3,57 juta dari penjualan unit karbon listrik panas bumi kepada pembeli di luar negeri. Adapun Pertamina Geothermal Energy mendapatkan US$ 747 ribu pada periode yang sama. “Grup Barito Pacific bisa menjual unit karbon dari pembangkit panas bumi mereka karena telah mengembangkan clean development mechanism (CDM)," ucap Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, pada 20 Januari 2024. 

Sejak 2005, PLN masuk ke perdagangan karbon internasional secara sukarela. Unit karbon itu diambil dari sejumlah pembangkit listrik energi terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong dan PLTP Kamojang, dengan mengadopsi CDM. CDM adalah salah satu mekanisme perdagangan karbon yang ditetapkan dalam Protokol Kyoto. 

Sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi, PLTA Renun, dan PLTA Sipansihaporas mengadopsi verified carbon standard. Dari tiga PLTA itu, PLN bisa menurunkan emisi 1,2 juta ton setara karbon dioksida yang kemudian diklaim sebagai unit karbon. Per Januari 2022, PLN telah memperoleh sertifikat penurunan emisi 7,9 juta ton karbon dioksida dan memasarkannya ke pasar karbon.

•••

DUA proyek yang sudah terdaftar di IDX Carbon adalah proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6 milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk serta Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 3 PJB Muara Karang milik PT PLN Nusantara Power, subholding PLN. Mengacu pada data IDX Carbon, total unit karbon dari dua proyek ini mencapai 1,756 juta ton ekuivalen karbon dioksida. Sebanyak 372 ribu ton telah laku di pasar reguler dengan harga Rp 59.200 per ton. Sisanya menunggu pembeli. 

Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo mengatakan sudah ada pembeli kredit karbon yang mereka jajakan di bursa karbon. “Sudah laku,” katanya tanpa menyebut nama sang pembeli dan harga jualnya. Namun, pada 30 November 2023, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan Inarno Djajadi mengatakan, dari 41 pembeli dengan volume sebesar 494.254 ton karbon dioksida, akumulasi nilainya Rp 30,91 miliar. Harga rata-rata unit karbonnya mencapai Rp 60.881 per ton. 

Petugas melakukan pengawasan pipa bertekanan tinggi di area sumur panas bumi situs Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong Unit 5-6, Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara, Juli 2021. Antara/Adwit B Pramono

Sebelum mendaftar di bursa karbon, PLN Nusantara Power sempat menyatakan valuasi karbon PLTGU Muara Karang mencapai Rp 54 miliar. Itu berarti PLN menawarkan karbon Rp 60 ribu per ton. Pada tahap pertama, PLN akan melego 500 ribu ton karbon dioksida dan pada tahap kedua 400 ribu ton. Unit karbon itu dijajakan di pasar negosiasi, pasar reguler, dan pasar lelang.

Menurut Hartanto, PLN punya potensi kredit karbon yang sangat besar untuk dijual. Target kontribusi yang ditentukan secara nasional (NDC) pada 2030 mencapai 370 juta ton setara karbon dioksida. PLN telah berancang-ancang mempercepat pengembangan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan agar emisinya tersisa 344 juta ton karbon dioksida pada 2030. “Selisih dari target itu menunjukkan potensi unit karbonnya," ujarnya.

Dengan potensi unit karbon 26 juta ton CO₂, jika menggunakan asumsi harga Rp 60 ribu per ton, PLN akan mendapatkan pendapatan Rp 1,56 triliun. Harga unit karbon Rp 60 ribu yang mengacu pada rencana pajak karbon pemerintah US$ 2 per ton tergolong rendah. Pajak karbon di negara-negara lain sudah lebih dari itu, seperti Singapura (US$ 25), Belanda (US$ 46), dan yang tertinggi Uruguay (US$ 137).

Potensi yang menggiurkan ini, menurut informasi yang diperoleh Tempo, sempat memicu tarik-ulur klaim unit karbon. Siapa yang berhak mengklaim penurunan emisi dari operasi pembangkit listrik, apakah PLN atau produsen listrik swasta alias independent power producer (IPP) yang bermitra dengan PLN.

Hartanto menjelaskan, dalam perjanjian jual-beli listrik antara PLN dan IPP, atribusi pembangkit listrik energi terbarukan melekat pada PLN. Sebab, PLN bertindak sebagai pembeli tunggal dalam jangka panjang. “Begitu punya unit karbon, PLN bisa menjualnya ke bursa. Ketika dibeli, unit karbon diklaim oleh pembeli itu, bukan milik PLN lagi," katanya. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengakui perdagangan atau offset karbon emisi belum menjadi kewajiban. Tapi, dia menambahkan, pemerintah telah menyediakan mekanisme carbon offset atau penyeimbangan jejak karbon. "Mekanisme harga karbon sudah ada, dasarnya adalah peraturan presiden tentang nilai ekonomi karbon," tuturnya pada 16 Januari 2024.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Bonus Listrik Energi Bersih"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus