Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANTUAN sosial semestinya bertujuan mengurangi kemiskinan serta mendorong daya beli kelompok masyarakat paling rentan. Namun bantuan sosial menjelang pemilihan presiden rawan disalahgunakan untuk kepentingan elektoral, seperti yang kita lihat hari-hari ini, sebulan menjelang hari pencoblosan 14 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo makin giat menyalurkan bantuan sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tiap kali melakukan kunjungan kerja. Manuver Jokowi ini bisa berdampak pada elektabilitas Prabowo Subianto, yang menjadi calon presiden berpasangan dengan anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Dugaan penyelewengan itu terlihat, misalnya, saat Jokowi membagikan bantuan beras di Kabupaten Serang, Banten, pada awal Januari 2024. Tak jauh dari lokasi pembagian terpacak baliho Prabowo-Gibran. Di Banten, sigi Indikator Politik Indonesia terbaru menempatkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di urutan teratas dengan 36,2 persen suara, sementara Prabowo-Gibran 33,2 persen dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. 23,7 persen.
Di daerah lain, Jokowi juga menebar bansos. Pada Desember 2023, ia membagikan bantuan beras di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur; Pekalongan, Jawa Tengah; dan Banyuwangi, Jawa Timur. Sebelumnya, ia memberikan beras kepada warga Gianyar, Bali. Pemberian bansos di Bali bahkan diwarnai insiden pencopotan baliho Ganjar-Mahfud serta bendera Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di sekitar lokasi penyerahan bantuan.
Dengan mengesampingkan pandangan strukturalis yang melihat bansos mengekalkan kemiskinan, bantuan ini sebenarnya kebijakan yang bisa menahan laju pelambatan ekonomi. Ketika ekonomi melemah, sudah selayaknya pemerintah mengalokasikan anggaran untuk bantuan sosial. Program ini efektif mendongkrak daya beli masyarakat yang menjadi motor pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Masalahnya, di tengah budaya klientelistik, bansos rawan dimanipulasi untuk kepentingan elektoral. Penguasa yang memiliki akses terhadap sumber daya politik dan ekonomi bisa dengan mudah menyamarkannya untuk memobilisasi pemilih agar mendukung kandidat tertentu. Sebagaimana temuan majalah ini, Jokowi dan Prabowo berhasrat memenangi Pemilu 2024 dalam satu ronde.
Apalagi penyaluran bansos tak melibatkan Kementerian Sosial yang dipimpin Tri Rismaharini, politikus PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar-Mahfud. Penerima bansos mengacu pada data Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Jokowi juga mempercayakan penyaluran bansos di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian yang dipimpin Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar yang menyokong Prabowo.
Maka, dengan tali-temali itu, sulit mengesampingkan praduga gencarnya bantuan sosial yang penyalurannya diperpanjang hingga Juni 2024 tersebut—waktu pemilihan presiden jika memasuki ronde kedua—tak ditujukan untuk kepentingan elektoral. Apalagi para politikus pendukung Prabowo yang menyalurkan bansos menyatakan secara terbuka bantuan itu adalah “bantuan presiden” atau “bansos Jokowi”.
Studi Centre for Strategic and International Studies mengungkap korelasi bansos terhadap elektabilitas calon presiden. Survei yang dirilis pada Desember 2023 itu menunjukkan Prabowo mendapatkan angka popularitas tertinggi, 36,6 persen, dari responden yang menerima bansos. Tapi angka ini tak terlalu jauh dibanding suara untuk Ganjar Pranowo sebesar 36,1 persen.
Efektivitas bansos sebagai pengerek elektabilitas terjadi untuk kandidat yang maju kembali untuk periode kedua. Di Brasil, program Bolsa Família mendongkrak perolehan suara Lula da Silva ketika ia terpilih kembali menjadi presiden untuk periode kedua. Di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelontorkan bantuan sosial hampir Rp 23 triliun menjelang Pemilu 2009.
Para pemilih juga perlu memahami dana bansos bukan dari saku presiden, Jokowi, Prabowo, apalagi Gibran. Uang bansos berasal dari APBN yang dipungut dari pembayar pajak. Karena itu, penyalahgunaan kekuasaan dan sumber dana negara untuk memenangkan kandidat tertentu adalah korupsi politik.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Main-main Bansos Jokowi"