Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pembangunan ibarat lari maraton, bukan sprint jarak pendek.Â
Ketahanan ekonomi Indonesia relatif terjaga di tengah berbagai gejolak.
Indonesia melakukan konsolidasi fiskal untuk menyehatkan APBN.
UNTUK membangun Indonesia, kita harus memahami konsep pembangunan yang multidimensi. Tak hanya mengerti akan kebutuhan dan karakteristik masyarakatnya, kita juga mesti memahami dinamika strategis global yang harus terus diantisipasi. Perlu dipahami gerak setiap sektor ekonomi yang berpotensi memberi kemakmuran disertai kemampuan memilih quick win jangka pendek tanpa meninggalkan tujuan jangka panjang. Mewujudkan Indonesia adil-makmur ibarat lari maraton, bukan sprint jarak pendek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemahaman komprehensif seperti itu diterjemahkan setiap pemimpin bangsa dalam visi dan misi pemerintahannya. Sejak 2014, Presiden Joko Widodo mengusung slogan "Kerja, Kerja, Kerja" sebagai kunci untuk mendorong revolusi mental, membangun infrastruktur, menghadirkan program yang langsung dirasakan rakyat seperti Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Program Keluarga Harapan. Dengan gaya blusukan, Presiden Jokowi memastikan setiap kebijakan memberi manfaat nyata bagi rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepuluh tahun terakhir, dunia menghadapi tantangan silih berganti. Tensi hubungan Amerika Serikat dengan Cina meningkat. Pandemi Covid-19 meluluhlantakkan ekonomi dunia. Kini ketegangan geopolitik regional berlanjut di Timur Tengah, Ukraina, juga di kawasan Asia Timur. Belum lagi perlambatan ekonomi Cina serta dinamika ekonomi Amerika Serikat dan Eropa. Akibatnya, terjadi gangguan perdagangan, fluktuasi harga komoditas, dan volatilitas sektor keuangan. Indonesia tidak kebal dari semua dampak dinamika global tersebut.
Di tengah berbagai gejolak itu, ketahanan ekonomi Indonesia relatif terjaga. Selama 2015-2019, tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen setiap tahun. Angka ini di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia yang sebesar 3,4 persen. Pada periode yang sama, Indonesia juga menjaga tingkat inflasi tahunan dalam rentang sasaran 2,7-3,6 persen. Hal ini menjaga daya beli kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Sepuluh tahun ini, pembangunan infrastruktur di Indonesia telah menjadi game changer. Namun kita tahu infrastruktur itu tidak murah dan hasilnya tidak terlihat seketika. Dibutuhkan orkestrasi semua sumber daya, pembiayaan yang inovatif, dan keteguhan pada tujuan. Walhasil, pada 2015-2023, panjang jalan tol bertambah 2.050 kilometer dan jalan non-tol nasional bertambah 5.833 kilometer. Indonesia membangun 42 bendungan baru untuk meningkatkan kapasitas irigasi. Kapasitas pembangkit listrik nasional bertambah 36,3 gigawatt. Masyarakat telah merasakan berbagai manfaat pembangunan infrastruktur.
Di sektor pendidikan, terdapat tambahan lebih dari 11 ribu sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah kejuruan baru. Angka partisipasi kasar naik di hampir semua jenjang pendidikan. Dana abadi pendidikan terus dipupuk dan dikelola. Hingga akhir 2023, beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP telah membiayai 45.500 putra-putri Indonesia belajar di universitas terbaik dalam dan luar negeri. Di sektor kesehatan, sudah ada pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit baru masing-masing sebanyak 685 unit dan 781 unit. Pendidikan berkualitas dan kemudahan akses layanan kesehatan adalah kunci untuk mewujudkan sumber daya manusia unggul guna menjawab tantangan global.
Seperti halnya semua negara di dunia, Indonesia terkena dan harus menangani pandemi Covid-19. Awalnya pandemi ini dipahami sebagai suatu krisis kesehatan. Ada virus menular yang mematikan dan belum ada vaksinnya. Penularan dicegah dengan mengurangi interaksi sosial. Akibatnya, kegiatan ekonomi melemah, masyarakat luas terkena dampak, dan pendapatan negara menurun drastis.
Realisasi pendapatan negara tahun 2020 mencapai Rp 585,4 triliun, jauh di bawah proyeksi awal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 yang ditetapkan sebelum datang pandemi. Di sisi lain, belanja justru harus naik untuk menangani pandemi dan melindungi masyarakat. Realisasi belanja negara meningkat Rp 55,1 triliun di atas pagu awal APBN 2020. Maka defisit anggaran melebar dari semula 1,76 persen dari produk domestik bruto (PDB) menjadi 6,1 persen. Ekonomi mengalami kontraksi 2,1 persen. Banyak negara menghadapi defisit yang jauh lebih besar, tapi harus menerima kontraksi ekonomi lebih dalam daripada Indonesia. Bagi para analis dan investor, Indonesia menjadi semacam good bargain.
APBN periode 2020-2022 dirancang untuk menangani pandemi sekaligus mengakselerasi pemulihan. Anggaran sektor kesehatan ditingkatkan untuk membeli vaksin, memberi insentif tambahan bagi tenaga kesehatan, serta menambah berbagai fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit darurat. Pemerintah juga memperluas layanan perlindungan sosial, menggelontorkan bantuan tunai dan dukungan untuk usaha mikro-kecil-menengah, serta merancang ulang Kartu Prakerja bagi warga yang terkena pemutusan hubungan kerja. Untuk dunia usaha, ada relaksasi kredit perbankan dan insentif pajak agar mereka bertahan dan bangkit.
Sejalan dengan meredanya pandemi, Indonesia melakukan konsolidasi fiskal untuk menyehatkan APBN. Setelah menghadapi defisit tinggi pada 2020, pemerintah berupaya menguranginya hingga menjadi 2,35 persen dari PDB 2022 dan 1,61 persen dari PDB 2023. Ini berbeda dengan beberapa negara anggota G20 lain yang masih berjuang menurunkan defisit.
Seusai masa pandemi, APBN memang perlu disehatkan kembali karena APBN yang sehat adalah jangkar bagi pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. APBN yang sehat mempunyai daya redam efektif terhadap berbagai goncangan ekonomi global. APBN yang sehat memungkinkan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi dijalankan secara optimal.
Kinerja APBN 2023 memang sangat baik. Keseimbangan primer tercatat surplus Rp 102,6 triliun atau 0,5 persen dari PDB. Ini adalah kemajuan karena sejak 2012 indikator itu selalu defisit. Rasio utang terhadap PDB terkendali di angka 39,2 persen tahun lalu, di bawah rasio 2021 yang mencapai 40,7 persen. Konsolidasi fiskal berlangsung sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di level 5,3 persen pada 2022 dan 5,05 persen pada 2023. Begitu juga tingkat kemiskinan yang single digit 9,36 persen pada 2023, kembali ke level pra-pandemi.
Kebijakan fiskal yang efektif, pruden, dan kredibel menjadikan Indonesia salah satu negara yang dianggap sukses menangani pandemi. Capaian ini mendapat pengakuan di tingkat internasional, termasuk dari berbagai lembaga pemeringkat utang global sebagai refleksi kepercayaan terhadap stabilitas makroekonomi dan prospek pertumbuhan jangka menengah Indonesia.
Pandemi memang menjadi tragedi, tapi juga telah memberikan pelajaran berharga mengenai pentingnya kolaborasi berbagai elemen bangsa. Pemahaman pandemi sebagai kejadian luar biasa telah memungkinkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Kerja sama antara pemerintah dan Bank Indonesia memungkinkan pembiayaan penanganan pandemi dengan mekanisme burden sharing. Koordinasi yang erat antara pemerintah pusat dan daerah menjadikan desain, eksekusi, dan pemantauan program berlangsung adaptif dan intensif. Bahkan di tengah pandemi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dapat merumuskan Undang-Undang Cipta Kerja yang banyak memberi terobosan bagi perekonomian.
Transformasi ekonomi Indonesia harus terus dilanjutkan. Masih banyak agenda reformasi pembangunan yang perlu ditangani. Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu dipercepat menjadi 6-8 persen per tahun untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Kita harus terus mencari terobosan bagi tumbuhnya aktivitas ekonomi baru yang inklusif dan berkelanjutan.
Sebagai negara berpenduduk besar, Indonesia harus mengamankan pangan dan energi domestik. Strategi penghiliran sumber daya alam didorong untuk menumbuhkan industri dalam negeri. Pembangunan infrastruktur seyogianya berlanjut untuk melancarkan konektivitas dan meningkatkan produktivitas ekonomi. Iklim usaha harus terus dibangkitkan. Perubahan iklim global menjadi tantangan sekaligus membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menumbuhkan sektor energi baru dan terbarukan dengan teknologi dan pembiayaan hijau.
Berbekal stabilitas ekonomi serta pengalaman berharga selama ini, APBN yang sehat harus terus mengakselerasi transformasi ekonomi Indonesia. Peningkatan pendapatan negara dijalankan dengan tetap menjaga iklim usaha dan kelestarian lingkungan. Belanja negara yang lebih baik diarahkan untuk memperbaiki efisiensi dan memperkuat belanja produktif. Defisit fiskal pun harus terkendali dalam batas aman dengan pembiayaan inovatif dan berkelanjutan serta pengelolaan utang yang pruden.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo