Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Orang-orang yang sering berbelanja suatu produk pasti tidak asing dengan barcode. Kode yang terdiri dari serangkaian baris tersebut umumnya menempel di salah satu permukaan kemasan produk. Dilansir dari shopify.com, barcode dalam produk yang dijual berfungsi sebagai alat identifikasi produk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam proses produksi dan distribusi berskala besar, kesalahan dalam memproses suatu barang adalah hal yang sangat mungkin terjadi. Guna mengatasi masalah tersebut, barcode hadir sebagai alat identifikasi cepat, yang memungkinkan setiap barang hasil produksi diidentifikasi keasliannya tanpa menghambat atau memperlambat proses produksi. Selain kepentingan proses identifikasi barang, barcode juga membantu aspek-aspek lain, seperti proses pembelian hingga pengauditan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kegunaan yang beragam dari barcode tersebut tentu menimbulkan pertanyaan: Sejak kapan teknologi tersebut dikembangkan?
Dilansir dari barcoding.com, barcode pertama kali ditemukan oleh Joe Woodland, seorang ilmuwan sekaligus penemu asal Amerika Serikat. Alasan yang membuatnya menemukan barcode adalah permasalahan mengenai lambatnya pelayanan pembayaran di toko-toko grosir di Amerika Serikat. Kebutuhan untuk mengecek harga sebelum melalui proses pembayaran membuat transaksi jual-beli menjadi lambat. Selain itu, beberapa masalah lain, seperti hilangnya label harga, juga turut memperlambat proses jual-beli di toko grosir.
Joe kemudian memiliki ide untuk memasang suatu kode paten di barang-barang yang dijual di toko grosir. Kode-kode tersebut harus mampu dibaca oleh komputer untuk mengetahui harganya secara langsung sehingga kasir tidak perlu kerepotan untuk mencari tahu harga barang. Dilansir dari smithsonianmag.com, dalam proses pembuatan kode tersebut, Joe terinspirasi oleh sandi Morse.
Joe berpikir bahwa sandi Morse dapat ditempelkan pada barang-barang toko grosir yang kemudian akan dibaca oleh komputer. Namun, Joe juga berpikir bahwa sandi Morse tersebut harus dibuat berbeda. Alih-alih membuat kode-kode yang terdiri dari titik dan garis seperti sandi morse, Joe membuat barcode buatannya sebagai sebuah rangkaian garis-garis yang memiliki ketebalan berbeda.
Barcode pun pertama kali digunakan di Kota Troy, Ohio, Amerika Serikat. Sebuah toko grosir bernama Marsh Supermarket di Kota Troy menjadi toko yang berkesempatan untuk menggunakan barcode pertama kalinya. Produk-produk yang dijual di Marsh Supermarket menjadi produk pertama yang diberi label yang kini dikenal dengan nama Universal Product Code (UPC).
Dilansir dari barcoding.com, barang dengan barcode yang pertama kali dipindai waktu itu adalah sebungkus permen karet. Kini, barcode tidak hanya menempel di kemasan permen karet semata. Mulai dari berbagai macam produk makanan hingga produk-produk kesehatan kini sudah dilengkapi dengan teknologi barcode.
BANGKIT ADHI WIGUNA