Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Twitter semakin memperketat kebijakan mengenai ujaran kebencian yang ditujukan kepada kelompok agama tertentu. Melalui kebijakan ini, Twitter dapat mendeteksi dan menon-aktifkan sebuah akun jika terbukti melakukan ujaran kebencian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kebijakan ini kami lakukan untuk menghindari kisruh akibat ujaran kebencian secara nyata. Menurut penelitian, kata-kata yang mengandung hujatan dapat meningkatkan potensi terjadinya sebuah kericuhan,” seperti yang tertulis pada blog tim keamanan Twitter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan yang telah dilakukan telah melarang pengguna untuk menggunakan kata-kata steriotip kepada sebuah kelompok agama. Gambar maupun kata-kata ofensif seperti “rats”, “viruses” dan “filthy animals” yang kerap digunakan untuk mengintimidasi tidak lagi dapat digunakan.
Hal ini juga berlaku bagi para tokoh politik. Bagi tokoh dunia yang terdeteksi menggunakan kalimat ofensif, tweet mereka akan disembunyikan melalui boks bewarna abu-abu. Untuk melihat konten, pengguna harus memencet kotak berwarna abu-abu tersebut.
Menanggapi kebijakan ini, sebagian pengguna berharap untuk terus bisa mengutarakan hujatan kepada sebuah organisasi politik dan kelompok yang kerap mengutarakan kebencian. Maka dari itu, Twitter terus berupaya untuk menyeimbangkan antara hak kebebasan berekspresi dan perlindungan pengguna dari ujaran kebencian.
Tim twitter akan terus mengkaji cara terbaik untuk melindungi kelompok marjinal dan memperhatikan kelompok yang memiliki riwayat terpinggirkan di platform mereka. Sebelumnya media sosial, Instagram juga telah membuat kebijakan terhadap perundungan online dengan fitur Rethink sebagai tanda peringatan.
DAILY MAIL | THE VERGE | BBC | CAECILIA EERSTA