Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lama tak terdengar, kasus Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera atau AJB Bumiputera 1912 gagal membayar polis yang jatuh tempo kembali muncul ke permukaan. Sebanyak 44 pemegang polis menggugat wanprestasi perusahaan asuransi itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 11 November 2024.
Nilai gugatan sebesar Rp 679 juta itu, tertera dalam situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) sidang perdana dari gugatan ini akan berlangsung pada Senin, 18 November 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini bukan kasus gagal bayar pertama yang dibawa ke pengadilan, Pada 21 Maret 2024, sebanyak 272 pemegang polis mendaftarkan gugatan class action AJB Bumiputera 1912 di Pengadilan Negeri Ngawi. Adapun penggugatnya adalah Ony Anwar Harsono, yang tak lain merupakan Bupati Ngawi. Ia mewakili warganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gugatan dilayangkan karena tunggakan klaim asuransi dengan total nilai Rp 6,48 miliar yang belum kunjung dibayarkan oleh Bumiputera.
Sejarah Panjang Bumiputera
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 awalnya bernama Onderlinge Lavenzekering Maatschappij Persatoean Goeroe-Goeroe Hindia Belanda pada saat didirikan di Magelang pada 12 Februari 1912 dalam Kongres Persatoean Goeroe-Goeroe Hindia Belanda (PGHB).
Pendirian asuransi diprakarsai oleh 3 guru yaitu Mas Ngabehi Dwidjosewojo, Mas Karto Hadi Karto Soebroto, dan Mas Adimidjojo.
Dengan mengusung prinsip kebersamaan serta keterbatasan modal ekonomi yang dimiliki oleh Persatoean Goeroe-Goeroe Hindia Belanda (PGHB), maka dipilih bentuk badan hukum usaha bersama (mutual).
Dalam pendirian perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama, modal dasar adalah premi asuransi yang dibayarkan oleh masing-masing anggota sesuai dengan produk asuransi yang dibelinya. Dengan demikian, dapat dikatakan Bumiputera didirikan dengan modal “nol rupiah”.
Pada 1966 nama perusahaan berubah menjadi AJB Bumiputera.
Gagal Bayar
Bumiputera mulai kesulitan membayar klaim nasabah yang jatuh tempo pada 2010. Hal ini karena utang perusahaan menggunung akibat gagal investasi. Utang perusahaan mencapai Rp 22,77 triliun, padahal total asetnya hanya Rp12,1 triliun.
Kondisi terus memburuk sehingga semakin banyak nasabah yang belum dibayar preminya.
Direktur Utama Bumiputera Irvandi Gustari mengatakan, pembayaran klaim tidak berjalan lancar karena kondisi Bumiputera dalam beberapa tahun terakhir belum dapat memenuhi ketentuan ukuran kesehatan keuangan perusahaan asuransi jiwa.
Hal itu sesuai ketentuan Peraturan OJK Nomor 1/POJK.05/2018 tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi Berbentuk Badan Hukum Usaha Bersama.
“Manajemen Bumiputera menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada seluruh pemegang polis atas tertundanya pembayaran klaim asuransi Bumiputera selama ini,” ujar Irvandi lewat keterngan tertulis pada 18 Februari 2023.
Manajemen bersama dengan Rapat Umum Anggota (RUA), Badan Perwakilan Anggota (BPA) Bumiputera telah menyelesaikan Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan. Pada 10 Februari 2023 juga telah mendapat pernyataan tidak keberatan dari Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Strategi yang direncanakan ini diutamakan untuk kebaikan Pemegang Polis yang ada pada saat ini, baik yang telah selesai masa kontrak maupun masih aktif. “Juga Pemegang Polis yang nantinya akan menjadi bagian dalam keluarga Bumiputera di kemudian hari,” kata Irvandi.
Dengan dinyatakan tidak keberatan oleh OJK atas rencana penyehatan keuangan perusahaan, maka tahap pertama mengatasi pembayaran klaim tertunda. Dengan pemenuhan likuiditas dengan cara permintaan pencairan kelebihan dana jaminan yang direstui OJK, lalu pelepasan kepemilikan saham perusahaan terdaftar di bursa efek Indonesia, serta optimalisasi dan pelepasan aset tanah bangunan yang tertuang dalam rencana penyehatan keuangan perusahaan.
“Untuk menyelamatkan hak pemegang polis, maka dalam Sidang Luar Biasa Badan Perwakilan Anggota (BPA) pada 27 Mei 2022 membuat keputusan untuk tetap melanjutkan usaha Bumiputera dalam bentuk mutual/usaha bersama,” ujar Juru Bicara BPA, RUA R.M. Bagus Irawan.
Bagus melanjutkan, dengan diambilnya keputusan untuk tetap melanjutkan usaha, maka sesuai Anggaran Dasar Bumiputera, berlaku pasal 38 ayat 4 disebutkan dalam hal Bumiputera dilanjutkan berdirinya, maka sisa kerugian dibagi secara prorata di antara para anggota dengan cara-cara yang ditetapkan dalam sidang BPA.
“Untuk itu, BPA meminta manajemen untuk menyusun rencana penyehatan keuangan perusahaan dengan tetap memperhatikan landasan hukum yang berlaku,” ucap Bagus.
Moh. Khory Alfarizi berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor Dua Mantan Karyawan Gugat Susi Air ke Pengadilan karena Tak Dapat Pesangon Sejak 2017