Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KAI merogoh dana besar untuk memperbaiki LRT Jabodebek.
Pendapatan KAI bakal tergerus karena sebagian besar LRT tak bisa beroperasi.
Arus kas KAI dikhawatirkan tak seimbang antara beban dan pemasukan.
RENCANA PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengirimkan roda kereta ringan (light rail transit/LRT) yang aus ke bengkel bubut milik PT Light Rail Transit Jakarta di Kelapa Gading, Jakarta Utara, batal. Demikian pula rencana membawanya ke bengkel bubut PT Mass Rapid Transit Jakarta di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Walhasil, manajemen KAI memutuskan menggarap perbaikan roda-roda LRT Jabodebek di bengkelnya sendiri yang terletak di kawasan Bekasi, Jawa Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengungkapkan, KAI telah membeli mesin bubut baru untuk menambah alat yang tersedia di depo Bekasi. Dengan begitu, pembubutan roda kereta yang aus bisa lebih cepat. “Pembubutan roda masih berlangsung," kata Risal pada Sabtu, 18 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain membeli mesin bubut baru, KAI memesan 1.000 unit roda anyar dari PT Industri Kereta Api (Persero) atau Inka. Inka dan KAI sama-sama pemegang saham PT LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi, yang mengoperasikan LRT Jabodebek. Menurut juru bicara KAI, Joni Martinus, dua rangkaian LRT masih berada di bengkel Inka di Madiun, Jawa Timur. Dia mengatakan tengah mengupayakan perawatan berjalan lancar dan cepat. "Agar kereta yang sedang dalam perawatan bisa segera beroperasi,” ujarnya pada Kamis, 16 November lalu.
Peristiwa ausnya roda LRT Jabodebek menambah panjang daftar pengeluaran tak terduga KAI. Gara-gara ini pula potensi pendapatan KAI berkurang drastis karena kereta yang beroperasi cuma delapan rangkaian, dua set di antaranya cadangan. Sebanyak 17 rangkaian harus menjalani rawat inap di bengkel-bengkel pembubutan roda.
Masalahnya, pembubutan memakan waktu lama dan setiap mesin hanya bisa mengerjakan satu roda per hari. Untuk menggarap satu set kereta yang memiliki 48 roda saja, diperlukan 24 hari dengan asumsi dua mesin bubut bekerja. Terbayang berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menggarap 17 set kereta. Karena itu pula KAI membeli ribuan roda baru agar periode rawat inap bisa terpangkas. Joni mengatakan ongkos pengadaan roda baru dan pembubutan roda menjadi bagian dari beban operasi.
Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana mengatakan KAI sebenarnya sudah mengalokasikan anggaran pengadaan roda baru dan pembubutan. Masalahnya, pengeluaran ini seharusnya tidak dibuat sekarang karena LRT Jabodebek baru menempuh perjalanan 20 ribu kilometer.
Umumnya, untuk sepur perkotaan jarak jauh, anggaran pembubutan roda baru dipakai ketika jarak tempuh kereta mencapai 50 ribu kilometer atau 80 ribu kilometer buat kereta perkotaan jarak dekat. Menurut Aditya, hal semacam ini yang menyebabkan KAI tekor. "Selain potential loss, ada additional cost,” tuturnya. Aditya mengatakan kejadian ini akan berdampak pada arus kas KAI. Sebab, pendapatan tidak masuk sesuai dengan proyeksi, sementara belanja harus sudah keluar.
Meski begitu, kondisi tersebut belum terekam dalam laporan keuangan KAI per semester I 2023. Dalam laporan itu tercatat KAI meraup pendapatan Rp 14,25 triliun, naik jika dibanding pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 11,75 triliun. Adapun laba tahun berjalan tercatat Rp 826,98 miliar, meningkat dibanding laba pada semester I 2022 yang senilai Rp 739,96 miliar.
Perseroan mengalokasikan pos "anggaran yang penggunaannya dibatasi" untuk proyek tertentu. Artinya, dana ini tidak boleh digunakan buat keperluan lain. Misalnya untuk proyek LRT Jabodebek dialokasikan Rp 1,68 triliun, kereta cepat Jakarta-Bandung Rp 505 miliar, dan kereta Bandar Udara Soekarno-Hatta Rp 61,76 miliar.
•••
PT Kereta Api Indonesia masuk ke proyek LRT Jabodebek di tengah jalan, ketika penggagas sekaligus pelaksana proyek, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, tengah berdarah-darah. Kementerian Perhubungan menugasi KAI mengambil alih proyek ini sebagai investor sekaligus operator. Adhi Karya hanya menjadi kontraktor sampai proyek selesai, tanpa memiliki saham. Pemegang saham LRT Jabodebek lain adalah PT Industri Kereta Api dan PT Len Industri (Persero) melalui anak usahanya, PT Len Railway Systems.
Pada Desember 2017, KAI meneken perjanjian tata cara pembayaran atas pembangunan prasarana kereta ringan bersama Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dan Adhi Karya. Kontrak pembangunan prasarana LRT Jabodebek ini bernilai Rp 22,827 triliun. Tapi angka tersebut belum mencakup bunga pinjaman selama masa konstruksi dan bunga pada masa pembayaran.
Nilai kontrak meliputi pekerjaan pembangunan tahap I untuk rute Cawang-Cibubur, Cawang-Kuningan-Dukuh Atas, dan Cawang-Bekasi Timur. Pembayaran dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian melalui KAI berdasarkan perkembangan pekerjaan yang telah diperiksa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Pemerintah pun menyuntikkan penyertaan modal negara Rp 1,4 triliun kepada Adhi Karya dan Rp 7,6 triliun buat KAI. Pemerintah juga membantu memfasilitasi pinjaman perbankan bagi KAI senilai Rp 18,76 triliun dengan tenor 17 tahun. KAI mendapat pinjaman dari sindikasi 13 perbankan nasional untuk membiayai proyek LRT Jabodebek.
Belakangan, Kementerian Perhubungan disebut-sebut tengah mengkaji harga baru tiket LRT Jabodebek menggunakan skema tarif dinamis. Isu ini mencuat di tengah usulan adanya dispensasi pembayaran tiket sebagai kompensasi bagi penumpang atas gangguan layanan yang berdampak signifikan. Model tarif dinamis memungkinkan harga tiket naik-turun sesuai dengan kondisi jam sibuk dan sebaliknya. Tarif berpeluang menjadi lebih murah pada jam sibuk.
Kementerian Perhubungan saat ini menetapkan tarif LRT Jabodebek Rp 5.000 untuk satu kilometer pertama dan Rp 700 per kilometer berikutnya. Dengan formula itu, tarif dari Stasiun Jatimulya di Bekasi, Jawa Barat, ke Dukuh Atas di Jakarta Pusat, misalnya, sebesar Rp 23.900. Sedangkan harga tiket dari Stasiun Harjamukti di Cibubur, Depok, Jawa Barat ke Dukuh Atas Rp 21.800. Pemerintah memberikan semacam subsidi karena tarif sebenarnya adalah Rp 27 ribu.
Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana berpendapat, ketika pelayanan merosot seperti sekarang, seharusnya pengguna diberi kompensasi berupa tarif promosi. Pemerintah harus memberi gula-gula agar penumpang yang bersedia berpindah moda tidak kembali menggunakan kendaraan pribadi. “Tapi risikonya arus kas KAI makin berdarah-darah," kata Aditya.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Risal Wasal optimistis para pengguna LRT Jabodebek bisa mendukung pergeseran preferensi sarana mobilitas warga dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Hal itu terlihat dari lonjakan jumlah penumpang kereta api komuter Jabodetabek di stasiun-stasiun yang terintegrasi dengan LRT Jabodebek, seperti Stasiun Sudirman dan Stasiun Cawang, sebesar 35 persen sejak LRT Jabodebek beroperasi. “Kami akan terus mengupayakan penambahan rangkaian kereta untuk mengakomodasi permintaan dengan lebih baik dan lebih cepat.”
Sejak beroperasi pada 28 Agustus hingga 14 November lalu, KAI mencatat LRT Jabodebek telah melayani 3.015.942 penumpang. KAI berharap pada Desember nanti set kereta yang beroperasi bertambah menjadi 16 dengan jumlah perjalanan sebanyak 234, seperti kondisi normal pada akhir September lalu. *
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tertimpa Beban Belanja Tak Terduga".