Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Ekonom: Kondisi Finansial BPJS Kesehatan Sudah Dikhawatirkan Banyak Orang Sejak 2018

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan Indonesia tergolong negara paling berani menerapkan universal health coverage dalam layanan BPJS Kesehatan. Namun, berisiko secara finansial.

16 November 2024 | 12.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengatakan Indonesia tergolong negara paling berani menerapkan universal health coverage dalam layanan BPJS Kesehatan. Dari segi pelayanan bagi masyarakat, kata dia, layanan ini jadi terobosan bagus namun dari sisi finansial membawa tantangan tersendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tanpa langkah drastis dan strategis, BPJS Kesehatan berjalan menuju kebangkrutan dan sebenarnya ini sudah dikhawatirkan oleh banyak pihak sejak 2018-an,” kata Wijayanto kepada Tempo, Jumat, 15 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti diketahui, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memperkirakan ada defisit sekitar Rp 20 triliun yang dialami oleh perusahaan. Ghufron mengakui ada kemungkinan gagal bayar akan  dialami oleh BPJS Kesehatan di tahun 2026. 

Mengenai kondisi tersebut, Wijayanto mengatakan BPJS Kesehatan jadi program yang sangat diandalkan masyarkaat. Kualitas layanan yang efektif dan efisien, kata dia, ditambah smasyarakat yang semakin teredukasi akan haknya, membuat mereka antusias memanfaatkan BPJS Kesehatan.

Menurutnya, dulu surplus BPJS Kesehatan didorong peserta korporasi dan penerima bantuan iuran (PBI). Peserta korporasi, kata dia, rutin iuran namun jarang memanfaatkan karena memilih asuransi swasta. Sementara peserta PBI, biaya iuran ditanggung pemerintah namun, menurutnya, jarang memanfaatkan karena tidak memahami hak yang bisa digunakan dan kesulitan akses.

“Peserta Mandiri sudah menjadi sumber defisit (sejak dahulu), karena banyak moral hazard,” ujar Wijayanto.

Lebih lanjut, kata dia, saat ini peserta PBI makin paham haknya dan akses makin mudah, sehingga justru cenderung mengeksploitasi fasilitas yang menjadi sumber defisit. Sehingga, kata dia perlu ada langkah strategis untuk memperbaiki kinerja finansial BPJS Kesehatan.

Wijayanto juga menilai kenaikan iuran bisa membantu mengurangi defisit. Namun, menurutnya perlu disepakati oleh semua pihak. Sehingga, kata dia, semua peserta dari berbagai kelas bisa mengantisipasi dan tidak ada kejutan-kejutan yang menyulitkan. “Kenaikan BPJS, paling tidak harus bisa meng-cover inflasi,” kata dia.

Wijayanto mengatakan, kondisi yang dialami BPJS Kesehatan memerlukan beragam alternatif solusi. Selain opsi kenaikan iuran, yang memang telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jaminan Kesehatan, ia menyetujui opsi cost sharing hingga tarif degresif mengurangi defisit. Namun, semuanya perlu dikaji dengan kehati-hatian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus