Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Roda LRT Jabodebek Aus, Aturan yang Diubah

Roda LRT Jabodebek rusak, diduga akibat rel yang tak sesuai ketentuan. Alih-alih memperbaikinya, pemerintah mengubah aturan.

19 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kereta LRT Jabodebek menjalani perbaikan massal akibat kerusakan roda.

  • Roda kereta LRT rusak akibat rel yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan.

  • Pemerintah akan mengubah aturan untuk menjustifikasi rel yang diduga bermasalah.

BELUM genap tiga bulan beroperasi, kereta ringan atau light rail transit Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (LRT Jabodebek) terus bermasalah. Yang terbaru adalah roda yang aus menyebabkan 17 dari 27 rangkaian kereta LRT Jabodebek harus masuk bengkel. Akibatnya, jarak kedatangan kereta atau headway makin panjang, dari awalnya 10-15 menit menjadi 30 menit-1 jam, karena armada yang terbatas. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut petugas di Stasiun LRT Jabodebek Harjamukti, headway 30 menit berlaku pada jam padat pukul 05.12-09.42 WIB. Pada pukul 10.42-14.42 WIB, selisih kedatangan antarkereta menjadi satu jam, "Karena jumlah penumpang pada jam-jam tersebut berkurang," kata petugas yang enggan disebut namanya itu, Rabu, 15 November lalu. Headway kembali menjadi 30 menit pada pukul 14.42 WIB atau pada jam pulang kerja. “Sampai kereta terakhir pukul 20.12 WIB,” petugas tersebut menambahkan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Waktu tunggu kereta yang makin lama membuat Dionisius Wisnu terganggu. Padahal pria 39 tahun itu sedang menikmati LRT Jabodebek dalam dua bulan terakhir. Dion, yang bekerja sebagai staf hubungan masyarakat dan pembuat konten di salah satu perusahaan industri hiburan, harus rajin memastikan jadwal kedatangan LRT agar ia tepat waktu. “Awalnya merasa fleksibel karena biasanya per 15 menit ada," ucapnya pada Jumat, 17 November lalu.

Foto udara deretan rangkaian LRT di depo Stasiun LRT Jobodebek Jatimulya, Bekasi, Jawa Barat, Juni 2022. Tempo/Hilman Fathurrahman W

Meski begitu, Dion, yang tinggal di Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, mengakui LRT Jabodebek bisa memangkas waktu perjalanan pulang-pergi ke kantornya di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Jika memakai mobil, perjalanan dari Jatiasih ke Sudirman bisa lebih dari dua jam, belum lagi jika ada kemacetan panjang. Dengan LRT Jabodebek, Dion hanya memerlukan waktu satu jam dari rumahnya ke Stasiun LRT Cikunir 1, menuju Stasiun LRT Dukuh Atas, dan berjalan kaki ke kantornya. "Sayang layanannya terasa belum smooth, apalagi di awal-awal masa operasi,” tuturnya.

Vice President Public Relations PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI Joni Martinus mengatakan LRT Jabodebek yang beroperasi secara komersial sejak 28 Agustus lalu sudah melayani 3.015.942 penumpang sampai 14 November 2023. Menurut dia, 16 kereta yang sedang diperbaiki bisa kembali beroperasi pada Desember mendatang. Jumlah perjalanan pun, dia menambahkan, bisa kembali seperti masa awal operasi.

•••

AUSNYA roda-roda kereta LRT Jabodebek terungkap pada akhir Oktober lalu. Pada 25 Oktober, Public Relations Manager LRT Jabodebek Kuswardoyo mengatakan roda 18 rangkaian kereta aus sehingga harus diperbaiki dengan cara dibubut. “Kondisi keausan roda yang sudah memasuki masa pembubutan mengharuskan sejumlah trainset untuk dirawat agar keamanan perjalanan tetap terjaga,” ujar Kuswardoyo saat itu.

Keausan roda biasanya terjadi ketika kereta LRT beroperasi empat-lima tahun. Yang terjadi kini lebih cepat dari perkiraan. Pada Rabu, 1 November lalu, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengumumkan temuan pada rel LRT Jabodebek. “Berdasarkan temuan inspektur kami di lapangan, ditemukan pengikisan pada ruas-ruas di jalur tertentu. Kami tengah memeriksa roda dan kondisi rel untuk mengatasi hal tersebut,” tuturnya.

Pada Sabtu, 18 November lalu, Risal kembali memberikan keterangan. Menurut dia, selain membubut roda kereta, manajemen LRT Jabodebek memberikan cairan pelumas atau lubricant pada permukaan rel. “Setelah grinding dan pelumasan, sudah tidak ditemukan aus pada roda sehingga trainset yang beroperasi saat ini dalam kondisi aman dan tidak perlu dilakukan penggantian," katanya.

Mekanik melakukan perawatan rangkaian kereta di Depo LRT Jakarta, Pegangsaan Dua, Jakarta, 27 Mei 2023. Antara/Hafidz Mubarak A

Menurut Risal, cara tersebut dilakukan setelah mereka mendapat perbandingan dari kasus serupa di Kolombia dan Athena, Yunani. Toh, upaya ini hanya langkah jangka pendek agar kereta tetap beroperasi. Masalah utamanya belum terselesaikan.

Kementerian Perhubungan bersama sejumlah lembaga, seperti KAI, PT Industri Kereta Api (Persero) atau Inka, dan manajemen LRT Jabodebek, sebetulnya sudah menggelar pertemuan untuk memecahkan persoalan ini beberapa waktu lalu. Salah satunya pada 17 Oktober lalu, ketika pemerintah meminta KAI menyiapkan material roda baru agar tidak mengganggu operasi LRT Jabodebek. Kementerian Perhubungan, KAI, Inka, dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk selaku kontraktor infrastruktur rel LRT Jabodebek menunjuk konsultan OMRC SI-SYSTRA untuk menginvestigasi permukaan roda dan rel. 

Dalam pertemuan tersebut, konsultan OMRC SI-SYSTRA menyarankan operator LRT mengurangi kecepatan kereta hingga 50 persen dari kecepatan operasi pada rel lengkung kecil kurang dari 150 meter yang berada di 23 lokasi. Konsultan juga tidak merekomendasikan penyesuaian pada lengkung dan check rail atau rel pelindung.

Dalam dokumen berjudul "Rapat Evaluasi Kinerja Pengoperasian LRT Jabodebek" yang disusun Direktorat Jenderal Perkeretaapian, tercatat sejumlah temuan, antara lain defect atau cacat pada lidah wesel rel akibat hubungan arus pendek antara bilah rel dan roda kereta. Arus pendek ini terjadi akibat adanya ceceran serbuk besi atau gram. Serbuk besi itu diduga merupakan dampak pengikisan roda akibat kontak dengan rel yang tidak sempurna.

Penumpang LRT Jabodebek rute Stasiun Harjamukti - Dukuh Atas di Stasiun Rasuna Said, Jakarta, 1 November 2023. Tempo/Subekti

Dari sini muncul dugaan kekeliruan pada desain rel, terutama di jalur menikung pendek. Sejumlah informasi yang diperoleh Tempo menyebutkan pelebaran rel yang dibuat Adhi Karya selaku kontraktor proyek tidak sesuai dengan yang seharusnya, terutama pada beberapa rel di tikungan lengkung kecil. Kesalahan desain rel ini diduga menyebabkan roda terkikis rel sehingga aus lebih cepat dari yang seharusnya. 

Ihwal pelebaran jarak rel LRT Jabodebek pernah menjadi materi pembahasan antara Kementerian Perhubungan, Adhi Karya, Inka, dan sejumlah konsultan. Dalam dokumen "Rapat Evaluasi Kinerja Pengoperasian LRT Jabodebek", tercatat pada 6 Maret 2018 Surbana Jurong Group (SMEC) dan Oriental Consultants Global (OCG) selaku konsultan LRT Jabodebek mengirim surat kepada Adhi Karya. Isinya adalah soal perbedaan desain rel yang dibuat Adhi Karya dengan desain yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 567 Tahun 2016 tentang penetapan kriteria desain dan spesifikasi teknis pembangunan kereta ringan Jabodebek.

Saat itu OCG meminta pertimbangan dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian untuk menyetujui atau menolak perbedaan desain tersebut. Pada 10 April 2018, Adhi Karya bersurat kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian, meminta persetujuan perbedaan "Design Criteria Trackwork" LRT Jabodebek. 

Dalam rapat pembahasan usulan perubahan desain pada 22 Mei 2018, pihak Adhi Karya menyampaikan bahwa gauge widening atau pelebaran jarak rel yang mereka rancang mengacu pada UIC 710 R, aturan yang disusun Organisasi Perkeretaapian Dunia atau Union Internationale des Chemins de fer (UIC). UIC 710 R menyebutkan jarak pelebaran maksimal rel mencapai 10 milimeter, seperti yang dibuat Adhi Karya.

Pada 24 Maret 2021, General Manager Departemen Perkeretaapian Adhi Karya Isman Widodo mengajukan "justifikasi teknis" untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan kriteria dan spesifikasi teknis LRT Jabodebek kepada Kementerian Perhubungan. Surat itu disetujui Project Manager OCG dan JRIS Association, Ryuji Manai. 

Pada 23 Juli 2021, Ferdian Suryo Adhi Pramono selaku Pejabat Pembuat Komitmen Pembangunan Prasarana LRT Jabodebek Kementerian Perhubungan meneken lembar pengesahan justifikasi teknis tersebut. Dalam lembar pengesahan disebutkan bahwa justifikasi teknis itu bisa digunakan untuk menyesuaikan hal-hal yang tidak seturut dengan kriteria desain dan spesifikasi teknis dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 567 Tahun 2016. Pada poin berikutnya disebutkan justifikasi teknis dinyatakan sudah memenuhi persyaratan. 

Kepada Tempo pada Jumat, 17 November lalu, Ferdian mengatakan dalam lampiran Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 567 Tahun 2016 disebutkan bahwa standar yang digunakan bisa memakai patokan Japanese International Standard, UIC, atau European Standard. “Sehingga jika ada yang belum diatur atau tidak sesuai dengan aturan nasional bisa menggunakan standar-standar tersebut dengan persetujuan instansi terkait," tuturnya. 

Justifikasi desain yang tak sesuai dengan aturan ini bakal berbuntut panjang. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012 tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api disebutkan, untuk rel berukuran lebar 1.435 milimeter seperti LRT Jabodebek, harus ada pelebaran 10 milimeter pada tikungan dengan jari-jari rel 300-350 milimeter. Pelebaran diperlukan agar kereta dapat melewati tikungan dengan mulus.

Jika jari-jari lengkung rel lebih kecil dari 250 milimeter, seperti di jalur lengkung LRT Jabodebek saat ini, rel harus dilebarkan 20 milimeter. Bila lebar teknis rel di lengkungan tidak sesuai dengan lebar lengkung, seperti yang tercantum dalam  Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012, ada kemungkinan sisi roda bagian luar dan dalam tergerus oleh rel.

Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik yang juga anggota Oversight Committee Pembangunan LRT Palembang dan LRT Jabodebek Kementerian Perhubungan 2015-2016, mengatakan, pada LRT Jabodebek, ada beberapa lengkung dengan radius 90-100 milimeter. Menurut dia, demi keselamatan, lebar rel semestinya ditambah 20 milimeter, bukan hanya 10 milimeter seperti yang dibuat Adhi Karya. Agus menduga spesifikasi rel itu tak disesuaikan demi memangkas biaya proyek. “Kalau standar pelebaran 20 milimeter itu dikurangi jadi 10 milimeter, tentu ada biaya yang berkurang." 

Ketua Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana mengatakan masalah keausan roda LRT Jabodebek sudah terendus sejak awal moda angkutan itu beroperasi. Selain ada dugaan kekeliruan spesifikasi rel, menurut Aditya, proses uji coba LRT sebelum beroperasi untuk publik kurang intensif. “Uji coba tanpa penumpang dilakukan pada 2021-2023. Tapi uji coba dengan penumpang hanya pada 12-15 Juli 2023," ujarnya. 

Saat mengikuti uji coba LRT, Aditya mengatakan perjalanan kereta masih terasa belum mulus. Misalnya ada entakan ketika kereta mengerem dan titik berhenti belum pas dengan peron. LRT kembali melakukan uji coba dengan penumpang pada 26 dan 27 Agustus lalu. Pada 28 Agustus, Presiden Joko Widodo langsung meresmikannya. “Saat peresmian belum benar-benar smooth,” ucapnya.

Seorang mantan pejabat badan usaha milik negara mengatakan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sudah menginvestigasi masalah LRT. Namun Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono tidak menjawab ketika dimintai tanggapan. Demikian pula Kepala Subbagian Data Informasi dan Hubungan Masyarakat KNKT Anggo Anugoro. "Mohon maaf, saya tidak dalam kapasitas memberikan keterangan tentang informasi tersebut," katanya pada Kamis, 16 November lalu. 

Di tengah masalah ini, muncul draf revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012. Dalam dokumen tersebut tertulis alasan perubahan aturan tentang persyaratan teknis jalur kereta, yaitu regulasi yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perkeretaapian saat ini.

Bagian lampiran dalam draf aturan baru ini pun memuat aturan tambahan, yaitu soal pelebaran rel kereta ringan. Dalam tabel itu disebutkan radius lengkung 150-125 meter memerlukan pelebaran maksimal rel 5 milimeter dan buat radius lengkung 125-87 meter dibutuhkan pelebaran 10 milimeter. Data tersebut seperti kondisi rel LRT Jabodebek saat ini. 

Direktur Jenderal Perkeretaapian Risal Wasal menolak menjawab pertanyaan tentang rencana revisi aturan ini. Manajemen Adhi Karya juga belum memberikan jawaban. Sedangkan Pejabat Pembuat Komitmen Urban Transport LRT Jabodebek Kementerian Perhubungan, Ferdian Suryo Adhi Pramono, tak menampik adanya rencana revisi aturan tersebut.

Menurut Ferdian, peraturan teknis memang perlu diperbarui seiring dengan perkembangan teknologi perkeretaapian. “Tugas Kementerian Perhubungan sebagai regulator salah satunya memperbarui aturan. Jadi bukan karena proyek tertentu lalu diubah,” tuturnya. 

Ferdian tak menyebutkan kapan penyusunan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012 dimulai. Menurut dia, biasanya setiap lima tahun sekali ada diskusi tentang perubahan regulasi. “Sebagai contoh, peraturan menteri soal persinyalan tahun 2012 yang kemudian diubah pada 2018,” ujarnya.

Yang jelas, perbaikan roda-roda LRT Jabodebek masih berlangsung dan akan segera rampung. Namun tak ada pembaruan mengenai lebar rel yang mungkin menjadi pangkal persoalan. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Khairul Anam, Retno Sulistyowati, dan Yohanes Paskalis berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jurus Permak Tersebab Roda Aus".

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus