Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Dunia menyebut negara berkembang seperti Indonesia perlu membuat keajaiban agar tak terjebak dalam middle income trap. Bank Dunia menyebut perlu adanya strategi matang agar menjadi negara maju atau makmur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CoRE) Mohammad Faisal mengatakan Indonesia perlu terobosan luar biasa demi pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen secara konsisten. Dia menyebut tanpa pertumbuhan ekonomi tersebut, Indonesia akan terjebak dalam negara dengan penghasilan menengah alias sulit maju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tanpa terobosan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5 persen. Kalau 5 persen, sudah pasti kita masuk middle income trap,” kata Faisal saat dihubungi pada Jumat, 27 September 2024.
Ia menyebut terjebaknya Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah itu juga karena tak bisa memanfaatkan potensi sumber daya manusia dan alam yang melimpah. Dia menyebut pemerintah mesti mengonsolidasikan seluruh strategi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimal.
“Harus ada banyak perubahan yang dilakukan bukan hanya sektor, tapi strategi, kelembagaan, pendanaan dan investasi,” kata dia.
Meski demikian, Faisal mengatakan pemerintah setidaknya bisa menjadikan industrialisasi dan peningkatan investasi agar ekonomi bisa menyundul 6 persen. Tak hanya besaran investasi, Faisal mengatakan tapi nilai dari kegiatan tersebut juga bisa memaksimalkan pertumbuhan ekonomi.
Dia menyebut ekonomi di atas 6 persen pun mesti konsisten. “Itu butuh konsisten, kalau tidak akan masuk middle income trap,” kata dia.
Bank Dunia bulan lalu telah mengeluarkan Laporan Pembangunan Dunia 2024 atau World Development Report 2024 yang bertajuk The Middle-Income Trap. Laporan ini juga dibahas dalam Seminar Internasional tentang Strategi Keluar dari Jebakan Pendapatan Menengah dengan Kementerian Keuangan pada Senin lalu.
Laporan tersebut memaparkan sejak tahun 1970-an, pendapatan per kapita di rata-rata negara berpenghasilan menengah tetap berada di bawah sepersepuluh pendapatan Amerika Serikat. Sementara itu, meningkatnya masalah geopolitik, demografi, dan lingkungan masih akan mempersulit pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang. “Untuk menjadi negara maju meskipun ada hambatan ini, negara-negara berpenghasilan menengah harus membuat keajaiban,” demikian dikutip dari laporan tersebut.
Riset menyebutkan sejak 1990-an, hanya 34 negara berpendapatan menengah yang berhasil mencapai status berpendapatan tinggi. Sementara sisanya atau 108 negara, hingga akhir 2023 masih terjebak dalam perangkap berpendapatan menengah.
Dalam kata pengantar laporan tersebut, pimpinan ekonom World Bank, Indermit Gill mengatakan perlu strategi baru untuk menjadi negara makmur. Jika tidak, maka masih membutuhkan waktu yang panjang. “Tren saat ini, Cina membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun hanya untuk mencapai seperempat dari pendapatan per kapita AS, Indonesia hampir 70 tahun, dan India 75 tahun,” ujarnya.
Hasil riset tersebut juga memberikan rekomendasi untuk mencapai status pendapatan tinggi dengan strategi 3i. Negara-negara berpendapatan rendah disarankan dapat berfokus pada kebijakan yang dirancang untuk meningkatkan investasi pada fase 1i.
Saat negara-negara tersebut mencapai status berpendapatan menengah ke bawah, maka perlu memperluas arah bauran kebijakannya ke fase 2i atau investasi dan infusi lewat adopsi teknologi luar negeri. Pada tingkat berpendapatan menengah ke atas, negara-negara tersebut harus mengubah arah bauran kebijakan ke fase 3i yang terdiri dari penguatan investasi, infusi, dan inovasi.
Ilona Esterina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.