Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Eks Terpidana Korupsi Burhanuddin Abdullah jadi Komisaris Utama PLN, Pengamat: Banyak yang Lebih Patut

Eks Gubernur Bank Indonesia atau BI, Burhanuddin Abdullah Harahap, menjadi Komisaris Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

25 Juli 2024 | 11.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, mengkritik pengangkatan eks Gubernur Bank Indonesia atau BI, Burhanuddin Abdullah Harahap, menjadi Komisaris Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Pasalnya, Ketua Dewan Pakar Partai Gerindra itu pernah menjadi terpidana korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya yakin kader Gerindra atau relasi Prabowo (Subianto) banyak yang lebih patut,” kata Herry saat dihubungi Tempo, Rabu, 24 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Burhanudin ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dalam kasus dugaan korupsi aliran dana BI. Dia divonis lima tahun penjara subsider enam bulan dan denda Rp 250 juta oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi atau Tipikor Jakarta pada Rabu, 29 Oktober 2008. 

Dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3 Tahun 2023 tentang Organ dan Sumber Daya Manusia Badan Usaha Milik Negara, komisaris harus tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan. “Burhanuddin (dihukum) tiga tahun, tapi ini soal etika atau kepantasan,” kata Herry.

Herry mengaku ragu pengangkatan orang dekat presiden terpilih Prabowo Subianto itu bisa memberikan sumbangsih kinerja ke BUMN. Menurut dia, ada potensi konflik kepentingan atau conflict of interest sangat besar dalam pengangkatan komisaris baru sekarang ini yang kebanyakan pengurus partai. Justru yang ada, kata dia, pengangkatan ini berpotensi menjadi beban besar bagi BUMN.

“Karena dimulainya penetapan Komisaris BUMN menurut saya tidak dengan itikad baik, saya khawatir hasilnya pun tidak akan baik pula,” kata dia.

Seharusnya, tutur Herry, pemerintahan mendatang menyudahi praktik merekrut Komisaris BUMN dengan cara yang tidak etis, apalagi tidak pantas. BUMN, menurut dia, merupakan aset negara yang sepatutnya dijaga bersama-sama. “Jangan sampai gara-gara pengangkatan komisaris yang kurang pantas ini menurunkan reputasi Prabowo,” kata Herry.

Dalam perkara korupsi yang menjeratnya, Burhanuddin diduga mengetahui penyalahgunaan dana BI sebesar Rp100 miliar yang dialirkan kepada beberapa pihak, yaitu para mantan petinggi BI sebesar Rp68,5 miliar dan beberapa anggota DPR sebesar Rp31,5 miliar.

Sejumlah pejabat BI dan anggota DPR ikut terseret dalam perkara itu, di antaranya mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong, mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simandjuntak, mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin, dan anggota DPR Hamka Yandhu.

Belum genap lima tahun menempati Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Burhanuddin terhitung mulai menghirup udara bebas pada Sabtu, 6 Maret 2010. Proses pembebasan bersyaratnya kala itu diwarnai kericuhan antara awak pers dengan organisasi masyarakat atau Ormas Asgar Jaya yang mengawalnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus