Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dino Milano Siregar menyebutkan adanya potensi peningkatan risiko kejahatan digital seiring dengan terus bertumbuh pesatnya jumlah pengguna internet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama pandemi Covid-19, Dino menyatakan, pengguna internet terus naik. Dalam catatannya, selama setahun terakhir ada peningkatan sekitar 25 juta pengguna internet di Indonesia.
"Di 2019, sudah sekitar 150 jutaan. Sekarang (tahun 2020, sudah mencapai 175 juta dari 272 juta populasi Indonesia," ujar Dino saat webinar Semangat Bulan Inklusi Finansial: Aman dan Nyaman Bertransaksi Online, Kamis, 8 Oktober 2020.
Kenaikan jumlah pengguna internet itu, kata Dino, menunjukkan tingkat ketergantungan penduduk Indonesia terhadap platform yang berbasis digital. Karena dengan internet, semua orang sudah melakukan banyak hal tanpa harus keluar rumah, seperti membayar tagihan, membeli makanan dan minuman, serta aktivitas lainnya.
Dino menjelaskan, sejumlah cara yang lazim digunakan para pelaku kejahatan siber, mulai dari menggunakan malware, phising, DDos attack, hingga yang paling kuno melalui pesan singkat atau SMS. Mayoritas kejahatan digital ini menyerang data pribadi, data kesehatan, dan data keuangan.
Berdasarkan data Toronto Center tahun 2019, ada sekitar 350 ribu malware setiap hari, dan 92 persen dikirim lewat surat elektronik atau email. Doni mengatakan, malware tersebut dapat mengambil akses dari gawai pengguna dan mendapatkan data yang diinginkan dengan merusak sistem.
Teknik lainnya, kata Doni, adalah phising yakni salah satu metode penipuan online. Dengan metode ini, biasanya pelaku akan memberikan informasi yang menarik atau menyerupai laman resmi suatu instansi agar pengguna internet dapat memasukkan identitas tanpa curiga.
Dengan begitu, pelaku kejahatan siber dapat memanfaatkan data tersebut sesuai kehendaknya. "Biasanya identitas pribadinya dan atas dasar itu dilakukan penyerangan kepemilikan pribadi orang yang bersangkutan," kata Doni.
Oleh karena itu, Doni menyarankan masyarakat yang melakukan transaksi digital tidak lebih dalam waktu 5 menit. Karena, biasanya para pelaku kejahatan siber membutuhkan waktu tersebut untuk meretas akun pengguna dan mengambil alih. "Kalau misalnya kita butuh waktu lebih kita log out dulu kemudian log in kembali," ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Seno Hartono mengingatkan peningkatan kompetensi keamanan teknologi digital di masa pandemi. "Perlu kredibilitas platform digital yang aman. Jika sebelum pandemi keamanan menjadi faktor utama dalam membuat platform digital, sekarang kebutuhan lebih tinggi lagi,” ucapnya.
Tony menjelaskan, langkah pertama agar terhindar kejahatan digital bisa dilakukan dengan membuat kata sandi suatu akun yang tak mudah ditebak dan tidak diberikan kepada orang lain. Password sebagai benteng awal dalam mempertahankan identitas pribadi.
Kedua, mengamankan diri dengan lebih dari satu akses keamanan dan memperkaya diri dengan perintah digital yang tak umum. Ketiga, terus memperbaharui diri dengan informasi soal penipuan dan keamanan digital.
Keempat, waspada terhadap phising. Tony mengatakan ada beberapa cara mengetahui bahwa itu phising atau bukan, seperti dengan tata bahasa yang digunakan salah dan bahasa sensasional. Kelima, selalu mengecek informasi ke situs atau media sosial resmi suatu lembaga umumnya ditandai centang biru.
Terkait hal ini, salah satu dompet digital di bawah naungan Gojek Indonesia, GoPay menyatakan terus berupaya meningkatkan keamanan digitalnya agar memberikan keamanan juga bagi penggunanya. Dalam meningkatkan keamanan dan kenyamanan bertransaksi digital, pihaknya telah mendorong tiga pilar, yakni edukasi, teknologi, dan proteksi.
"Inilah kenapa dalam mendorong inklusi keungan fitur yang mudah dan lengkap itu tidak cukup, harus dibarengi dengan keamanan platform agar pengguna yang terbiasa bertransaksi offline bisa nyaman bertransaksi digital," kata Head of Corporate Affairs Greater GoPay, Winny Triswandhani pada kesempatan yang sama.
Dalam mengedukasi, Winny mengatakan, pihaknya selalu melakukan dengan bahasa yang mudah diingat oleh konsumen. Kendati demikian, pihaknya tak bisa jalan sendiri dalam mengedukasi masyarakat, namun terus menggandeng pemangku kepentingan agar berjalan efektif.
Selain melalui edukasi, ekosistem Gojek juga mengimplementasikan teknologi. Winny mengungkapkan, pihaknya telah memanfaatkan kecerdasan buatan untuk meningkatkan kemanan dan kenyamanan yang diberi nama Gojek SHIELD.
Memanfaatkan machine learning, Gojek SHIELD diklaim mampu mencegah dan menindak setiap perilaku mencurigakan yang terjadi pada platform Gojek. Lalu teknologi lainnya, Winny mengungkapkan, Gojek dan GoPay telah menerapkan verifikasi wajah dan penggunaan PIN sidik jari dalam mengakses platformnya.
Untuk proteksi, kata Winny, apabila terjadi kehilangan saldo dil uar kendali pengguna, pihaknya pun menjamin akan mengembalikannya 100 persen. Winny mengatakan, semua itu sebagai upaya dalam meningkatkan kenyamanan dan keamanan pengguna untuk terus bertransaksi di platform digital. "Harapannya jika semakin banyak orang nyaman dan aman bertransaksi, maka inklusi keuangan akan mudah tercapai."
EKO WAHYUDI
Baca: Perbarui Inovasi Teknologi, Gojek Jamin Keamanan Digital Pengguna hingga Mitra