Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Kemenlu akan Berkoordinasi dengan KBRI Myanmar dan Bangkok untuk Mengembalikan 11 Korban Online Scam ke Indonesia

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha mengatakan akan menindaklanjuti laporan dari Serikat Buruh Migran Indonesia.

26 Agustus 2024 | 19.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha mengatakan akan menindaklanjuti laporan dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengenai 11 pekerja migran yang menjadi korban online scam. Sebanyak 11 korban ini dipaksa untuk bekerja sebagai scammer online di Myawaddy, Myanmar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jadi segera setelah menerima pengaduan ini, kami akan berkoordinasi dengan KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) Yangon dan kemudian tentunya KBRI Yangon akan berkoordinasi dengan otoritas setempat," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Judha Nugraha di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Jakarta Pusat, Senin, 26 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia juga menjelaskan bahwa Myawaddy merupakan daerah konflik yang dikuasai oleh pihak pemberontak. Hal ini membuat kemampuan otoritas Myanmar terbatas dalam menangani wilayah Myawaddy.

Selain itu, Judha mengataka,n Kemenlu juga akan berkoordinasi dengan KBRI Bangkok, Thailand karena perekrut menjadikan Bangkok sebagai tempat transit sebelum pada akhirnya dibawah ke Myawaddy, Myanmar. 

Judha menceritakan perekrut atau scammer awalnya menawari 11 korban ini bekerja di berbagai posisi, yaitu sebagai pegawai marketing, customer service, dan admin crypto di Bangkok Thailand. Mereka dijanjikan gaji sebesar 15 hingga 20 juta rupiah. Namun, mereka akhirnya dibawa ke Myawaddy, Myanmar untuk dipekerjakan secara paksa sebagai scammer online. Perekrutan ini berlangsung pada Mei-Juni 2024.

Adapun 11 korban, Judha menambahkan, yaitu delapan berasal dari Sukabumi, dua dari Bandung dan satu dari Bangka Belitung. Sebanyak 10 di antaranya adalah laki-laki dan satu lainnya perempuan. 

Judha menyebut modus perekrutan terhadap korban dilakukan dengan cara scamming melalui media sosial. Selain itu, scamming juga dilakukan oleh keluarga korban yang sudah bekerja di Myawaddy. 

Saat sudah bekerja sebagai scammer di Myawaddy, mereka mendapat ancaman akan dijual ke perusahaan scam online lainnya jika tidak memenuhi target yang sudah ditentukan. "Jadi kalau kami pahami di Myawaddy itu ada ratusan perusahaan online scamming. Perusahaan-perusahan ini saling berkomunikasi dan berinteraksi ," ucap Judha.

Mereka direkrut, Judha meneruskan, tidak sesuai prosedur resmi sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 mengenai perlindungan pekerja migran Indonesian. Perekrut tidak meminta kualifikasi khusus, tidak membuat kontrak kerja dengan korban dan tidak menggunakan visa kerja. " Namun, mereka menggunakan fasilitas bebas visa untuk sesama negara ASEAN maupun visa turis."

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus