Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Eks nasabah Jiwasraya mengadukan nasib mereka kepada pemerintah.
Masih banyak polis nasabah yang belum dibayarkan.
Jiwasraya dilanda persoalan defisit menjelang likuidasi.
MACHRIL dan para koleganya menyusun langkah baru. Para pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya—kini PT Asuransi Jiwa IFG atau IFG Life—yang menolak skema restrukturisasi ini akan mengajukan permohonan audiensi ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Machril merasa haknya sebagai nasabah dan warga negara diabaikan. “Kami menilai perlu memberi masukan kepada menteri baru,” kata pensiunan aparatur sipil negara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu pada Rabu, 28 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pemegang polis Jiwasraya menyusun strategi baru setelah upaya dialog dengan Otoritas Jasa Keuangan tak membuahkan hasil. Pertemuan para nasabah Jiwasraya dengan Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK Rizal Ramadhani berlangsung sekitar dua jam pada Selasa, 20 Agustus 2024. Pertemuan di kantor OJK, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, ini adalah yang kedua sepanjang 2024. Tahun lalu, Machril mengungkapkan, sudah ada beberapa pertemuan dengan pemimpin lama OJK. “Mereka tidak mau mengembalikan uang kami,” ucap Machril, yang kini berumur 70 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, para pemegang polis JS Saving Plan—produk investasi Jiwasraya—telah mengajukan permohonan audiensi kepada Kementerian Keuangan serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Mereka juga berusaha menyampaikan aspirasi kepada Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat yang mengurus badan usaha milik negara serta Komisi IX DPR yang menangani sektor perbankan dan keuangan, termasuk asuransi. Tapi belum ada solusi.
Jiwasraya adalah asuransi milik negara yang bangkrut karena korupsi. Badan Pemeriksa Keuangan menaksir kerugian negara mencapai Rp 16,8 triliun dalam penyidikan berkas selama 10 tahun, sejak 2008 hingga 2018. Kerugian negara itu meliputi kerugian atas investasi saham Rp 4,65 triliun dan investasi reksa dana Rp 12,16 triliun.
Perwakilan nasabah Jiwasraya di kantor Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, 20 Agustus 2024. Tempo/Cicilia Ocha
Jiwasraya mengalami gagal bayar atas klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan pada Oktober 2018. Saat itu Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas hingga asetnya tersisa Rp 15,72 triliun dalam laporan keuangan tahun buku 2020. Dalam laporan itu Jiwasraya mencatatkan kewajiban Rp 54,36 triliun dengan ekuitas negatif Rp 38,64 triliun. Rasio solvabilitas atau risk-based capital per 31 Desember 2020 minus 1.000,3 persen atau jauh dari ketentuan OJK yang sebesar 120 persen.
Pemerintah kemudian memutuskan merestrukturisasi Jiwasraya dan mendirikan perusahaan baru bernama IFG Life. Untuk keperluan itu, pemerintah membentuk Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri BUMN pada 2020. Pemerintah lantas mengucurkan penyertaan modal negara Rp 20 triliun pada 2021 untuk mendukung penyelamatan semua polis Jiwasraya. Tahun berikutnya, IFG memberi tambahan modal Rp 6,7 triliun. Pada 2023, pemerintah kembali menyuntikkan dana Rp 3 triliun, sementara IFG kembali menambah modal Rp 1,46 triliun.
Machril salah satu nasabah yang menolak program restrukturisasi. Menurut dia, masuk ke skema restrukturisasi berarti menyetujui pemangkasan dana pokok simpanannya hingga 40 persen. “Bukan manfaat atau hasil pengembangannya yang dipotong, tapi uang pokoknya,” ujarnya, geram. Uang Machril dan istrinya yang tersangkut di Jiwasraya mencapai Rp 1,7 miliar. Itu adalah duit tabungan mereka, termasuk dana pensiun istrinya yang pernah bekerja di perusahaan multinasional, Mitsubishi.
Bersama Machril, puluhan nasabah lain juga menolak restrukturisasi. Total klaim mereka mencapai Rp 201 miliar. Hingga kini para pemegang polisi itu masih memperjuangkan hak mereka.
•••
MANAJEMEN IFG Life mengklaim telah merestrukturisasi 313.490 polis atau sebanyak 2,4 juta pemegang polis per 31 Juli 2024. Direktur Utama Jiwasraya Mahelan Prabantarikso mengatakan program penyelamatan manfaat polis telah diikuti 99,7 persen dari total pemegang polis.
Sebanyak 2,4 juta menyetujui restrukturisasi dan pemindahan polis ke IFG Life. Sisanya, 298 peserta, belum mengikuti program restrukturisasi. “Mereka pemegang polis korporasi dan bancassurance,” kata Mahelan pada Kamis, 29 Agustus 2024. Menurut dia, tim pelayanan Jiwasraya akan berupaya “menjemput bola” untuk meningkatkan jumlah peserta restrukturisasi.
Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Rizal Ramadhani mengungkapkan, pada prinsipnya OJK ingin menyehatkan Jiwasraya sekaligus melindungi sekitar 350 ribu nasabahnya. Menurut dia, OJK juga ingin para pemegang polis mendapatkan hak secara penuh dan merata. Artinya, pengembalian investasi 100 persen diberikan kepada semua nasabah, bukan hanya kepada nasabah yang menolak restrukturisasi. Masalahnya, aset Jiwasraya saat ini hanya Rp 6,7 triliun. Dengan nilai tersebut, perusahaan belum mampu membayar penuh klaim asuransi para pemegang polis.
Karena itu, Rizal menambahkan, akan tidak adil apabila Jiwasraya membayar klaim penuh hanya kepada pemegang polis yang menolak restrukturisasi. “Tidak ada satu yang lebih istimewa dari yang lain,” tuturnya seusai audiensi dengan nasabah yang menolak restrukturisasi pada Selasa, 20 Agustus 2024. Saat ini OJK bekerja sama dengan pemerintah, pemegang saham, dan BUMN untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak. Salah satunya pengoptimalan pengelolaan aset Jiwasraya, seperti tanah dan gedung, agar ada tambahan pendapatan.
Menurut Rizal, OJK mendorong manajemen Jiwasraya menyelesaikan penyelamatan pemegang polis secara komprehensif. Selanjutnya, pemerintah akan membubarkan atau melikuidasi Jiwasraya, setelah tanggungan kepada semua nasabah beres pada akhir 2024. OJK telah meminta perseroan menyampaikan rencana pembubaran tersebut.
Tapi persoalan Jiwasraya ternyata tak sebatas urusan polis. Ada sekitar 2.300 pensiunan karyawan perusahaan yang menempatkan dana dalam pengelolaan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya. Menjelang likuidasi, mereka belum mendapat gambaran tentang kelanjutan pembayaran uang pensiun bulanan.
Ketua Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya Pusat De Yong Adrian mengatakan DPPK Jiwasraya saat ini dalam kondisi defisit pendanaan atau insolven. Berdasarkan laporan aktuaris untuk valuasi aktuaria, per 31 Desember 2023, defisit pendanaan DPPK Jiwasraya sebesar Rp 371 miliar.
Apabila perusahaan tidak menyetor dana sampai akhir 2024, kemampuan likuiditas DPPK Jiwasraya untuk membayar uang pensiun bulanan diperkirakan hanya bertahan sampai Mei 2025. Artinya, per Juni 2025, para pensiunan ini tidak akan lagi mendapat uang pensiun.
Perkumpulan pensiunan ini mengadukan nasib ke Komisi VI DPR yang membidangi urusan BUMN. Mereka kecewa karena pemerintah dan perusahaan hanya membahas polis dan aset tanpa membicarakan nasib pensiunan. Menanggapi hal itu, anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, mengatakan persoalan pensiunan ini terjadi karena kekurangan cadangan dan, terutama, “Fraud.”
DPR berkomitmen mengawal kasus ini. Menurut Herman, rencana likuidasi baru akan dijalankan setelah perusahaan membereskan semua kewajiban. Komisi VI akan melihat urgensinya. Apabila persoalan Jiwasraya dinilai sangat penting diselesaikan pada periode ini, DPR akan memanggil direksi IFG.
Selanjutnya, menurut Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Santosa, IFG Life akan meneruskan pertanggungan pemegang eks polis Jiwasraya dengan produk yang lebih sehat. “Sehingga hak-hak pemegang polis dapat lebih terjamin di IFG Life," ujarnya dalam keterangan kepada media, Senin, 19 Agustus 2024.
Jiwasraya pun masih tersangkut utang kepada eks nasabahnya menjelang likuidasi alias suntik mati oleh pemerintah. Machril dan para pemegang polis lain yang tak mau mengikuti skema restrukturisasi masih berjuang mengurus dana simpanan mereka. Duit itu, kata Machril, dulu adalah tabungan deposito yang dikonversi menjadi polis JS Saving Plan. “Kami ingin tabungan pensiun itu kembali.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ervana Trikarinaputri dan Cicilia Ocha berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tersangkut Utang Menjelang Mati"