Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Daftar perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK tampaknya bakal semakin bertambah panjang. Gejala ini bahkan mucul sebelum kuartal pertama di 2023 berakhir. Kondisi ekonomi dunia yang semakin tidak menentu, menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amazon salah satu perusahaan global yang melakukan PHK massal. Perusahaan perniagaan elektronik (e-commerce) ini pada 26 April 2023 menutup divisi Halo Health (efektif pada 31 Juli 2023). Langkah ini bagian dari pemecatan 9.000 orang (diumumkan pada Maret 2023) dan 18.000 orang (diumumkan pada Januari 2023). Sehingga total 27.000 atau 8 persen pekerja yang terdampak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih lanjut, The Walt Disney Company juga mendepak sekelompok karyawan pada 24 April 2023 sehingga total pemecatan menjadi 4.000 selama setahun. Upaya ini diambil dengan rencana target pemangkasan hingga 7.000 posisi.
Kondisi ini tentunya tidak diinginkan oleh banyak pihak, namun opsi tersebut terpaksa harus diselenggarakan oleh perusahaan.
Lalu bagaimana aturan PHK di Indonesia?
Di Indonesia, PHK tidak bisa dilakukan sembarangan. Sebaliknya, ada mekanisme yang diatur oleh Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Menukil kanal disnakerpmptsp.banjarnegarakab.go.id, PHK dilakukan apabila memenuhi persyaratan yang tercantum dalam UU No. 11 Tahun 2020 Pasal 154A.
a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh;
b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian;
c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;
d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majure);
e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. Perusahaan pailit;
g. adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
· Menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam Pekerja/ Buruh;
· Membujuk dan/atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
· Tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut- turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah secara tepat waktu sesudah itu;
Selanjutnya: · Tidak melakukan kewajiban ...
· Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/Buruh;
· Memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
· Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada Perjanjian Kerja;
h. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dan Pengusaha memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja;
i. Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
· Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
· Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
· Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;
j. Pekerja/Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;
k. Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
l. Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
m. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
n. Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun; atau
o. Pekerja/ Buruh meninggal dunia.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini