Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin, 17 Juni 2024 masih akan ditutup melemah. "Mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup melemah di rentang Rp16.400-Rp16.470," kata dia dalam analisis rutinnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada akhir perdagangan pekan lalu yakni Jumat, indeks dolar AS ditutup menguat dan menekan mata uang rupiah. Nilai tukar rupiah melemah 142 poin menjadi Rp16.412 per dolar AS. Pada perdagangan hari sebelumnya, kurs rupiah terhadap dolar AS ditutup di level Rp16.270.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan pemicu utama dari penguatan dolar sekaligus pelemahan rupiah ini adalah perang dagang antara Uni Eropa, AS dengan Tiongkok. Perang dagang semakin panas, setelah Uni Eropa menerapkan tarif yang tinggi untuk penjualan komponen mobil listrik dan aki listrik.
Risiko ekonomi global, kata dia masih cenderung negatif, meskipun ada kemungkinan beberapa kejutan yang positif. "Ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak, sementara fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan," katanya.
Menurut dia, ketidakpastian kebijakan perdagangan telah mencapai tingkat yang sangat tinggi, bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Inflasi yang terjadi terus-menerus juga dapat menyebabkan penundaan dalam pelonggaran moneter.
Selain itu, suku bunga yang tinggi juga akan meredam aktivitas global. Beberapa perekonomian besar berisiko tumbuh lebih lambat daripada perkiraan, karena berbagai tantangan domestik. Di samping itu, bencana alam tambahan yang berkaitan dengan perubahan iklim juga berisiko menghambat aktivitas ekonomi.
Untuk mencegah agar risiko ekonomi global negatif, kata Ibrahim, pemerintah Indonesia harus terus berkolaborasi dengan pemangku kebijakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Baik pertumbuhan untuk jangka menengah maupun jangka panjang.
"Bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan produktivitas, efisiensi investasi publik, membangun sumber daya manusia dan menutup kesenjangan gender di pasar tenaga kerja," kata dia.